Barisan bukit membentang di utara
Bentangan pantai di selatan berlatar samudra
Kekayaan alam tersimpan untuk dikelola
Keragaman budaya memperkaya keduanya
Puisi di atas mengawali tulisan pendek ini untuk menggambarkan wilayah Kabupaten Kebumen yang dihampari kawasan pantai di selatan dan hampari perbukitan di di kawasan utara. Dataran rendah Kebumen yang
membentang ke selatan bukan hanya kaya dengan bentangan pantai yang difungsikan
untuk kegiatan ekonomi berupa aktifitas nelayan menangkap ikan namun juga
diberdayakan menjadikan kawasan wisata pantai. Sementara di kawasan utara
Kebumen dihiasi dengan barisan perbukitan yang menjadi bagian dari rangkaian
Pegunungan Serayu Selatan.
Pengaruh kondisi geologis di
utara dan selatan Kebumen tentu saja memberikan sejumlah pengaruh terhadap kebudayaan
masyarakat setempat al, Pertama, penciptaan
toponim wilayah sesuai karakteristik geologis yaitu: Karangsambung,
Karanggayam, Karanganyar, Watulawang, Karangkemiri, Watukelir, Karangdhuwur,
Karangbolong, Karangjambu. Kedua, Penciptaan
kesenian yang bercorak masyarakat pegunungan dan pantai yang dilewati struktur
geologi yaitu: Dangsak/Cepetan alas di kawasan singkapan perbukitan dan hutan
di utara dan Ebleg/Kuda lumping yang didominasi di kawasan selatan. Ketiga, terbentuknya
ritual tradisional yang berkaitan dengan rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan
oleh alam. Jika di masyarakat perbukitan didominasi dengan Merti Bumi/Sedekah
Bumi maka di selatan didominasi dengan Sedekah Laut. Keempat, terbentuknya kelas pekerja yang memanfaatkan singkapan
geologis mulai dari pembuatan kerajinan batu (Suseki/Biseki) hingga batu akik
di kawasan utara dan pengunduh sarang burung walet di selatan. Kelima, terbentuknya sistem kepercayaan
yang berkaitan dengan faktor lingkungan geologis yaitu kepercayaan terhadap
dewa dan tokoh pewayangan yang tinggal di perbukitan sehingga menimbulkan
sejumlah penamaan sesuai karakter tokoh seperti Gunung Indrakila dan Bukit
Kedoya di kawasan utara atau sikap bakti terhadap penguasa lautan di wilayah
singkapan geologis bagian selatan seperti memberikan sesaji terhadap Ratu
Kidul.
Beberapa kawasan perbukitan yang
tinggi di Kebumen menawarkan keindahan landskap daratan di bawahnya dengan
sejumlah kelokan sungai yang membelah desa dan bermuara di lautan lepas. Salah
satunya Bukit Indrakila yang memiliki ketinggian 548 meter di atas permukaan
air laut yang berada di perbatasan Desa Wadasmalang dengan Pujotirto.
Jika kita menaiki kendaraan
bermotor dari Wonokromo atau Wadaslintang menuju arah Jalan Desa Pujotirto
(nama lamanya adalah Kalipuru) di Kcamatan Karangsambung, maka kita akan
memasuki kawasan hutan dengan sejumlah barisan pohon pinus yang memanjakan
pemandangan. Jika ketinggian rata-rata Kecamatan Karangsambung adalah 180 meter
di atas permukaan air laut, maka Desa Pujotirto merupakan desa tertinggi ke
tiga di Kabupaten Kebumen karena berada di dataran tinggi pada ketinggian rata
rata 433 meter di atas permukaan air laut.
Di ketinggian Jalan Desa
Pujotirto kita bisa melihat landskap indah membentang dari barat, timur,
selatan seperti Waduk Wadas Lintang, kelokan Sungai Luk Ulo dan beberapa sungai
lainnya. Jika terus mendaki ke utara kita akan sampai di dataran tinggi
Kalipuru yang masih masuk Desa Pujotirto. Menurut cerita yang diyakini turun
temurun warga setempat, Desa Kalipuru awalnya merupakan dua desa, yaitu
Adilewih (dipimpin Mbah Meringis) dan Kaliurang (dipimpin Mbah Suragati).
Di masa kini, Kalipuru adalah nama dusun di Desa Pujotirto yang terdiri dari Dusun Kalipuru Wetan, Kalipuru Kulon, Kaliurang, Eragemiwang dan Pencu. Tanaman Jenitri bertebaran di kawasan ini dan menjadi produk yang menguntungkan karena pembelinya kebanyakan dari luar negeri (Nepal, India, Cina)
Menariknya, wilayah Kalipuru,
Kaliranjang, Krakal pernah menjadi lokasi kelompok AUI (Angkatan Umat Islam)
melakukan sejumlah aksi gerilya melawan tentara APRI (Angkatan Perang Republik
Indonesia) yang menjadi cikal bakal TNI (Tentara Nasional Indonesia). Dalam
laporan artikel berjudul, Zuid Midden
Java Wordt Geregeerd door AUI yang dimuat surat kabar Java Bode (14 September 1950) diperoleh keterangan 69 orang tahanan
AUI yang dibebaskan APRI melaporkan mereka di bawa dari Kaliranjang ke Krakal tanggal
22 Agustus dan ke desa Kalipuru tanggal 29 Agustus. Jika tanggal 8 September
mereka tidak ditemukan pasukan APRI mungkin sudah tewas kelaparan, demikian
tulis surat kabar di atas.
Kiranya jalur-jalur keindahan di
ketinggian ini tetap terjaga kelestariannya. Menjadi escaping place bagi mereka yang menggemari momen keheningan dan
ketenangan serta keindahan. Tentunya dengan didukung infrastruktur yang baik
yang menghubungkan satu kawasan ke kawasan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar