Senin, 19 Januari 2015

NARASI KONSPIRASI DALAM SASTRA LOKAL KEBUMEN




 
RESENSI DAN NOTASI NOVEL "SILANG SELIMPAT"

Penulis:

Kang Juki 

Penerbit:

Majelis Kajian Peradaban dan Budaya (MASJIDRAYA)

Tahun:

2015

Tebal:

267

Novel setebal 267 halaman dengan judul Silang Selimpat karya Achmad Marzoeki yang akrab dipanggil Kang Juki melalui dua novel yang telah dihasilkannya (novel pertama berjudul, Pil Anti Bohong), merupakan kisah yang ditulis dengan konteks lokal yaitu wilayah Kabupaten Kebumen, dimana sang penulis novel berasal dan tinggal di dalamnya.

Karya Kang Juki merupakan novel lokal pertama yang mengulas persoalan topik berlatarbelakangkan konspirasi (persekongkolan) dengan mengambil seeting wilayah Kebumen. Setelah sebelumnya saya melakukan resensi dan catatan kritis terhadap novel bertema konspirasi karya Rizky Ridyasmara dengan judul The Jacatra Secret[1] dan novel karya Ridwan Saidi yang berjudul Anak Betawi Diburu Intel Yahudi[2], maka kali ini saya tertarik untuk memberikan resensi dan catatan kritis pada novel lokal ini.

Judul Silang Selimpat mengekspresikan sebuah istilah mengenai kerumitan sebuah persoalan yang dialami Fajar Shodiq tokoh utama dalam novel ini, “Begitu rumitnya asal usul dan peredaran foto ini, sudah menyilang masih menyelimpat pula” (hal 135). Foto? Foto apakah yang dimaksudkan sehingga menimbulkan silang selimpat dalam novel ini?

Kisah dimulai dengan sebuah persekongkolan untuk menjatuhkan nama baik dan reputasi kinerja Bupati Fazar Shadiq yang bertekad menciptakan kultur clean government (pemerintahan yang bersih) dan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Tempat kejadian perkara penjatuhan nama baik Bupati didesain di desa Condong Campur dengan skenario Bupati Fazar Shadiq didapati sedang tidur di samping istri Nurbowo, Kades Condong Campur (hal 7-8). Adapun mengapa Fazar Shodiq bisa ada di desa tersebut dikarenakan kebiasaannya tiap hari sabtu mengunjungi dan menginap di sejumlah desa untuk meninjau desa-desa di wilayah pemerintahannya. Bertepatan di desa Condong Campur dilaksanakan kegiatan Perkampungan Kerja Pelajar (PKP) yang diselenggarakan oleh Pelajar Islam Indonesia (PII). Saat Fazar Shadiq terbangun di pagi hari untuk menjalankan sholat shubuh sebagaimana kebiasaannya, betapa terkejut dirinya mendapati sedang berada di tempat yang tidak sebagaimana mestinya dia temui saat bangun, bahkan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya.

Dikarenakan latar belakang keorganisasian yang pernah digelutinya yaitu Pelajar Islam Indonesia (PII) dimana di dalam keorganisasian tersebut Fazar Shadiq mendapatkan pelatihan intelejen khususnya di Brigade PII, maka kepanikkannya berhasil dikendalikan dan dia menggunakan kamera hand phone-nya untuk memfoto beberapa tempat tertentu di rumah Kades Condong Campur untuk kepentingan penyelidikan dan dipergunakan sebagai data-data yang dapat meloloskan dirinya dari perangkap yang mencemarkan nama dirinya.