Rabu, 14 Desember 2022

MELACAK JEJAK AWAL PENGASPALAN DI KEBUMEN

Saat ini di sejumlah ruas jalan di Kabupaten Kebumen banyak mengalami sejumlah penataan, mulai dari perubahan dua arah menjadi satu arah, pelebaran trotoar dan penyediaan sejumlah lampu jalan serta tempat duduk (sebagaimana diberlakukan di Malioboro, Yogyakarta), khususnya di Jalan Sukarno Hatta. Proyek yang memakai anggaran APBD DAU dengan nilai kurang lebih Rp 10,9 miliar ini meliputi tiga segmen pekerjaan yakni di Tugu Lawet-Pegadaian, Pegadaian - Bank CIMB Niaga dan SMPN 5 sampai tugu PKK atau Kantor Pos.

Omong-omong tentang infrastruktur berupa jalan penghubung dan pengaspalan di Kebumen, pernahkah terbersit sebuah pertanyaan di pikiran kita, “sejak kapan jalan-jalan penghubung antar kota dibuka di Kebumen?” dan “sejak kapankah masyarakat Kebumen mengenal aspalisasi jalan?” Tidak banyak orang terlalu memusingkan untuk mengetahui masa lalu termasuk mengurusi pertanyaan-pertanyaan semacam di atas.

Bagaimanapun mengetahui masa lalu itu penting karena tidak ada masa kini tanpa masa lalu dan apa yang ada di masa kini dalam banyak hal dibentuk dan dilandasi sebelumnya oleh apa yang sudah dikerjakan di masa lalu. Tidak ada yang ujug-ujug (tiba-tiba) ada begitu saja. Semua ada asal muasalnya. Ketika kita mengetahui asal muasal sebuah peristiwa atau bangunan atau jembatan dsj maka kita menjadi terhubung dengan masa lalu.

Keberadaan Jalan Penghubung Antar Kabupaten dan Karesidenan

Dalam artikel sebelumnya telah diulas secara singkat kapan pemasangan listrik memasuki Kabupaten Kebumen (Teguh Hindarto,Kapan jaringan Listrik Masuk Kebumen? http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2020/12/de-electrische-straatverlichting-lampu.html) dan kemunculan awal sejumlah kendaraan roda empat yang menggantikan dokar (Teguh Hindarto, Dari Dokar Hingga Mobil:Melacak Perkembangan Transportasi di Kebumen - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/03/dari-dokar-hingga-mobil.html). Lantas kapan pengaspalan jalan dimulai di Kebumen?

Sebelum kita berbicara mengenai pengaspalan, terlebih dahulu kita menelisik secara ringkas peta pembangunan infrastruktur di Kebumen. Berbicara mengenai jalan penghubung di wilayah Kebumen, kita mendapatkan beberapa informasi penting dengan mendedah sejumlah dokumen kolonial. Salah satunya dalam sebuah artikel berjudul, Fragmenten Eener Reis Over Java (Fragmen Perjalanan Melintasi Jawa) yang ditulis oleh Dr. P. Bleeker dalam Tijdschrift voor Nederland's Indiƫ jrg 12, 1850 (2e deel), no 8 menyebutkan mengenai rute di jalur selatan wilayah Kebumen sbb:

Pada tanggal 16 September kami berangkat dari Poerworedjo ke Banjoemas. Dua jalan besar melintasi bagian selatan Bagelen (Twee groote wegen doorloopen de zuidelijke helft van Bagelen), dari timur ke barat.  Paling selatan ini membentang sejajar dan dekat dengan pantai, melintasi Ambal ke Karang-bolong.

Paling utara melewati tengah dataran aluvial besar karesidenan, mulai dari Poerworedjo, memotong berturut-turut kabupaten Koetoardjo, Keboemen, Karang-anjar dan sebagian sempit Ambal, kemudian memasuki Banjoemas dan mencapai Seraijoe di Banjoemas, setelah itu Goenoeng-Kalongan mengikuti sepanjang jalan terakhir yang kami ikuti, adalah ibu kota kabupaten Koetoardjo, Keboemen dan Karang-anjar dan benteng yang masih dalam pembangunan di Gombong atau Gembung (en het nog in aanbouw zijnde fort te Gombong of Gemboeng)

Dokumen di atas memberikan gambaran jalur infrastruktur pasca Perang Jawa berakhir (1830) di mana wilayah Bagelen (Wonosobo, Kutoarjo, Purworejo, Ambal, Kebumen, Karanganyar) dan Banyumas (Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Banjarnegara, Purbalingga) menjadi wilayah kekuasaan Belanda melalui sebuah pemerintahan karesidenan dan telah terhubung melalui jalan yang dibuka di jalur utara (sekarang jalan nasional  mulai dari Purworejo sampai Banyumas) maupun jalur selatan (sepanjang Urut Sewu sampai Karangbolong).

Purnawa Basundoro, sejarawan Universitas Airlangga asal Purbalingga dalam artikelnya berjudul Sisi Terang Kolonialisme dalam buku Membedah Sejarah dan Budaya Maritim  Merajut Keindonesiaan: Persembahan Untuk Prof. Dr. A.M. Djuliati Suroyo memberikan keterangan perihal awal pembangunan infrastruktur penghubung Karesidenan Bagelen dan Karesidenan Banyumas sbb:

Pada 1843 sampai tahun 1845 dibangun jalan pos (posf weg) dari Banyumas menuju ke Buntu. Jalan tersebut kemudian diteruskan ke arah timur (Gombong) dan ke arah barat (Rawalo) (2013: 467)

Sejak tahun 1874, jalan dari Banyumas ke  Adireja pun dikembangkan lagi dengan memperlebar jalur tersebut. Jalan dari Buntu ke Bagelen yang mulai dibangun pada 1843 juga diperlebar (2013: 468)

Sekalipun jalan penghubung antar kabupaten telah berlangsung sejak tahun 1843 hingga 1874 namun bukan berarti jalan penghubung tersebut telah dilakukan pengaspalan. Berbagai angkutan transportasi yang melewati jalan tersebut meliputi dokar dan gerobak sapi yang biasanya mengangkut hasil bumi (tebu, kopi) sebelum akhirnya kendaraan roda empat.

Pengaspalan Awal di Kebumen

Jika keberadaan jalan penghubung antar karesidenan dan kabupaten sudah berlangsung sejak tahun 1843 lantas pertanyaan berikutnya, sejak kapan Regentschap (kabupaten) Kebumen mengalami aspalisasi jalan? Informasi penting diperoleh dari Surat kabar De Locomotief (19 Juli 1926) yang melaporkan sbb:

Keboemen bisa membanggakan jalan beraspal (geasfalteerd) tahun ini. Jalan dari stasiun ke pasar baru kira-kira 1 km sudah diaspal. Saat ini orang-orang sedang sibuk menyediakan jalan dari pasar baru ke aloon-aloon dengan landasan yang baik (goede onderlaag), kemudian diaspal

Berita pendek ini memberikan informasi berharga bahwa awal pengaspalan di Kabupaten Kebumen adalah tahun 1926 itupun hanya terbatas dari arah stasiun (Station weg, sekarang Jl. Pemuda) ke pasar baru (Pasar Tumenggungan) serta dari arah pasar mencapai alun-alun.

Sekalipun pengaspalan jalan telah dimulai tahun 1926, tidak serta merta semua jalan yang melintasi antar kecamatan dan antar kabupaten serentak dilakukan pengaspalan. Bahkan dari kurun waktu 1926 sampai 1931 proses pengaspalan baru menyentuh kawasan tertentu.

Dalam sebuah berita pendek berjudul, Onderhoud Wegen (Pemeliharaan Jalan) yang dimuat surat kabar De Locomotief (27 Maret 1930) disebutkan mengenai tindakan perbaikan jalan yang dilakukan pemerintah daerah di kawasan Mirit, Ambal serta Alian yang disebutkan sebagai “hampir terlupakan” (vrijwel vergeten) karena banyaknya badan jalan rusak bertahun-tahun (al jaren).

Kebumen disebutkan sebagai “tertinggal jauh” (wel heel ver achter) dibandingkan kabupaten lainnya dalam perbaikan jalan. Akibatnya banyaknya beban kendaraan berupa bus dan truk yang melintas, surat kabar tersebut menyarankan, “pengaspalan jalan sebagai satu-satunya solusi” (Het eenige middel zal dan ook asfalteering zijn)

Dalam berita lain berjudul Wegverbetering (Perbaikan Jalan) yang dimuat De Locomotief (3 Desember 1931) menyebutkan pengaspalan (geasfalteerd) jalan antara Desa Panjer dan Kuwarisan yang semula kondisi jalan begitu buruk. Surat kabar yang sama melaporkan kepada pembacanya bahwa kondisi jalan dari Kabupaten Kebumen menuju Kabupaten Karanganyar masih sangat memprihatinkan (een hopeloozen toestand).

Demikianlah selintas kondisi infrastruktur di wilayah Kebumen era kolonial dan awal pengaspalan di tahun 1926. Tentu saja kita berharap infrastruktur di masa kini lebih baik tinimbang di era kolonial, khususnya yang menjadi penghubung wilayah-wilayah vital antar desa, antar kecamatan serta antar kabupaten (Teguh Hindarto, Ketika Lokidang Menjadi Bagian Regentschap Karanganyar - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/08/lokidang-ketika-menjadi-bagian.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar