Selasa, 27 Desember 2022

CHRISTELIJKE HOLLANDSCH INLANDSCHE SCHOOL (CHIS)DAN JEJAK PENDIDIKAN MASA KOLONIAL DI GOMBONG

Jika kita melihat sebuah bangunan sekolah SMP 2 Gombong yang terletak di Jalan Kartini No 2 Gombong, nampak fasad depan dan bagian selasar di kiri dan kanan sekolah tersebut memperlihatkan jejak-jejak kelampuan dan kekunoan. Di masa kolonial, sekolah ini bernama Christelijke Hollandsch-Inlandsche School (C.H.I.S) Atau nama lainnya Hollandsch-Javansche School oleh masyarakat pribumi untuk membedakannya dari Hollandsch-Inlandsche School milik pemerintah.

Apa yang bisa ketahui mengenai keberadaan sekolah ini? Sebuah informasi berharga diperoleh dari keterangan G.P. Hamer dalam artikelnya yang berjudul, Gombong yang ditulis dalam sebuah buku berjudul Schetsen en Herinneringen (Sneek: N.V. Drukkerij "De Motor", 1925). Buku ini ditulis dalam rangka 25 tahun karya Pekabaran Injil dari Friesche Kerk yang berpusat di Propinsi Friesland yang telah memasuki Kebumen sejak tahun 1901 melalui tokoh Pdt. Baker sebagai pembuka (Teguh Hindarto, Benih Injil di Kebumen - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/12/benih-injil-di-kebumen-short-story.html).

Keberadaan Freische Kerk ini bukan hanya bergerak di bidang kerohanian yaitu mewartakan Injil melainkan mendirikan pusat pendidikan dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat yaitu Zending Ziekenhuis Pandjoeroeng Kebumen pada tahun 1915 (Teguh Hindarto, Rumah Sakit Pandjoeroeng Kebumen dan Kisah Mbok Minah - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/01/rumah-sakit-pandjoeroeng-kebumen-dan.html).

Informasi penting apa yang kita dapatkan dari tulisan G.P. Hamer yang berjudul Gombong ini? Perlu diketahui bahwa G.P. Hamer adalah seorang kepala sekolah di Christelijke Hollandsch-Inlandsche School pada waktu menuliskan artikelnya dan meniti karir sejak tahun 1914 sebagai guru di sekolah ini (De Indische Courant, 13 November 1931).

Menurut keterangan G.P. Hamer bahwa keberadaan sekolah ini dimulai pada tanggal 3 November 1913, di sebuah rumah sewaan (huurhuis) dan dimulai dengan 25 murid saja. Kalangan pribumi Jawa dengan ekonomi menengah ke bawah biasanya menyekolahkan anak-anaknya di sekolah desa namun kalangan priyayi biasanya memasukkan anak-anak mereka ke  Hollandsch-Inlandsche School (H.I.S) milik pemerintah.


Bangunan eks C.H.I.S. Gombong sekarang SMP 2 Gombong

Melihat animo masyarakat tersebut, Zending akhirnya membuka membuka lima Hollandsch-Inlandsche School atau Hollands Javaansche Scholen di beberapa kota dengan subsidi pemerintah al., di Bandung, Weltevreden, Yogyakarta, Magelang dan Gombong. Itu terjadi pada tahun 1913.

Saat G.P. Hamer menuliskan keterangannya mengenai Christelijke Hollandsch-Inlandsche School di Gombong, bangunan sudah nampak megah dan indah. Berikut petikan deskripsi mengenai lokasi dan situasi sekolah serta keadaan bangunan.

Di dinding samping tertulis dengan huruf hitam besar, Hollandsch-Javaansche School; di fasadnya yang terbuat dari bata tertulis, Christian Hollandsch-Inlandsche School. Di depan gedung terdapat taman yang menyenangkan dengan bunga-bunga berwarna-warni dan harum (vriendelijke tuin met kleurige en geurige bloemen), di sisi utara adalah taman bermain yang luas (ruime speelplein) dan di sisi lain adalah rumah kepala sekolah yang indah dan besar. Di antaranya adalah bangunan luar, seperti dapur, kamar mandi, gudang, dll. Setelah memasuki pintu utama, ruang kepala sekolah berada di sebelah kiri dan ruang makan di sebelah kanan.

Di sebelah kanan dan kiri kantor dan ruang makan terdapat ruangan besar berukuran sepuluh kali delapan meter, satu untuk kelas frobel (setingkat sekolah kanak-kanak) dan satu lagi untuk kelas satu, sedangkan di kedua sisi, di belakang ruangan tersebut, tiga buah ruangan kelas dengan ukuran besar didirikan sehingga membentuk tapal kuda (hoefijzervorm) dengan kerikil yang membentuk halaman depannya.


Teguh Hindarto (penulis) dan Teguh Waluyo (Guru Bahasa Inggris)

Keberadaan jendela berpola jalusi (celah di jendela yang berfungsi sebagai ventilasi) masih dapat kita lihat dalam bangunan di masa kini sebagaimana digambarkan G.P. Hamer dalam tulisannya, “tidak ada jendela dengan kaca di bingkai jendela, tetapi hanya sekat kayu di bagian bawah, sedangkan jendela dapat ditutup dengan tirai kayu (jalouzieen), yang hanya dilakukan ketika sekolah ditutup”

Nama Karjo disebut dalam artikel G.P. Hamer sebagai penjaga sekolah yang juga membuka warung untuk memenuhi kebutuhan jajanan siswa.

Meskipun sekolah ini berbasis keagamaan Kristen dan sangat kental nuansa Belanda baik dalam filosofi pendidikan maupun arsitektur bangunan namun mereka yang bersekolah di sini lebih dari 90% beragama Islam dan kurang dari sepersepuluh orang Kristen.

Dalam tulisan lain berjudul Onze Scholen oleh mantan kepala sekolah bernama R. Brinkman keberadaan Christelijke Hollandsche Inlandsche School  di Gombong mengalami masa-masa sulit sekitar tahun 1934 karena krisis ekonomi yang juga melanda Hindia Belanda. Selain itu, garnisun di Gombong, di mana banyak anak-anak Belanda bersekolah, dipindahkan seluruhnya ke Purworejo. Ketika Brinkman menjadi kepala sekolah pada tahun 1932, jumlah murid lebih dari 300 siswa namun setelah dirinya tidak menjabat mengalami penurunan menjadi di bawah 200 (Gedenkbook der Friese Zending 1900-1950, Sneek: N.V. Drukkerij "De Motor", 1950)

Ketika garnisun Gombong diaktifkan kembali maka seiring bertambahnya anak-anak tentara dari etnis Ambon dan  Menado maka pihak sekolah memutuskan untuk membeli sebuah lokasi di sebelah sekolah dan membangun sekolah untuk anak-anak  Ambon dengan 4 ruang kelas.

Ketika masih berstatus C.H.I.S di fasad depan depan bangunan terdapat gable/gevel di puncak atas berbentuk segitiga dan geveltoppen (hiasan kemuncak atap) dan di bawahnya tertulis nama Christelijke Hollandsche Inlandsche School

Informasi pendek yang ditulis oleh para mantan kepala sekolah tersebut (G.P. Hamer dan R. Brinkman) sangat menolong kita yang hidup di masa kini untuk memasuki suasana sekolah di periode waktu tahun 1920 sampai 1940-an.

 

Selasar sekolah dengan jendela jalusi 

dan pilar-pilar membentuk lengkungan (bogen) sebagai ciri bangunan kolonial

Sayangnya dalam website SMP 2 Gombong tidak tertulis jejak masa lalu sekolah ini sebelum menjadi sekolah negeri. Bisa jadi dikarenakan kekurangan informasi historis terkait masa lalu bangunan ini. Bukan hanya SMP 2 demikian pula dengan SMP 1 Gombong dan beberapa bangunan sekolah yang memiliki jejak historis sebagai pusat pendidikan di Gombong era kolonial.

Kiranya tulisan pendek ini bisa menjadi jembatan penghubung antara masa kini dan masa lalu. Bangunan-bangunan kuno yang ada di masa kini tidak ada begitu saja. Mereka pernah dibangun pada kurun masa tertentu dan memiliki fungsi dan pengaruh pada zamannya. Narasi historis ini akan menjadi kekuatan yang melengkapi nilai sebuah bangunan berkategori Cagar Budaya di kota kita.



Cat: Foto judul tulisan adalah staf dan siswa Christelijke H.I.S. di Gombong. Di sebelah kanan foto nampak dahan pohon cemara yang digunakan sebagai pohon Natal. Sementara sekolah Ambon kemudian dibangun di lokasi sebelah kiri, yang saat itu masih ada rumah (Mungkinkag yang sekarang menjadi gedung Gereja Kristen Jawa Gombong?)

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar