Sabtu, 25 Februari 2023

RUN DOWN EVENT FESTIVAL DI KEBUMEN TAHUN 1938

Foto: Pameran Pasar Tahunan Industri Pribumi 

dan Kerajinan Hindia Belanda Ke-1 di Yogyakarta Tahun 1927


Kabupaten Kebumen hari ini tengah disibukkan dalam melaksanakan sebuah event bernama “Moro Soeta Festival” yang diselenggarakan tanggal 24-26 Februari 2023. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperingati dua tahun pemerintahan Bupati Arif Sugiyanto dan Ristawati Purwaningsih. Sebagaimana event sebelumnya yaitu “Kebumen International Expo” (25 Juni – 2 Juni 2022), target yang disasar adalah menggerakan ekonomi Kebumen.

Di setiap event besar tentu saja akan ada perencanaan run down acara atau susunan dan urutan berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan. Termasuk dengan event “Moro Soeta Festival” yang akan diselenggarakan pada tanggal 24-26 Februari 2023. Dilansir dari laman https://www.inikebumen.com/kebumen/8657728734/moro-soetta-festival-kebumen-24-26-februari-2023-berikut-rundown-acara-lengkap-hingga-rekayasa-lalu-lintas?page=4 berikut run down “Moro Soetta Festival”:

Sabtu, 25 Februari 2023

09.00-20.00 Pameran UMKM

15.30-17.30 Penampilan kecamatan (Lengger, Kuda kepang, angklung, Tari Tradisional, Angguk, musik Tanjidor). Lokasi di depan Pegadaian dan Timur Rita Swalayan

18.30-19.30 Pra Acara (Festival Barongsai, Tradisional Dance, Parade Show umum dan SMK)

19.30-1945 Opening ceremony

19.45-19.55 Laporan Ketua Penyelenggara

19.55-20.15 Pemutaran film pembangunan

20.15-20.30 Pengumuman lomba Dian Kurung

20.30-20.40 Sambutan Bupati, penyerahan sertifikat dan penandatanganan prasasti

20.40-20.50 Show Forkopimda

20.50-21.00 Fashiom Show Designer 1 (K-Ind Mode)

21.00-21.10 Fashion Show Designer 2 (Griya Ayu Canting)

21.10-20.20 Fashion Show Designer 3 (Aurelia Rara)

21.20-21.30 Fashion Show 4 (K@ya by Tata Java)

21.30-21.40 Fashion Show 5 (Amaya)

21.40-21.50 Pembacaan sinopsis Kamandaka

21.50-22.25 Sendratari Kamandaka

22.25-22.35 Fashion Show Designer 6 (Dasca)

22.35-22.45 Fashion Show Designer 7 (Rinica)

22.45-22.55 Fashion Show Designer 8 (Haura Muslim)

22.55-23.05 Fashion Show Designer 9 (Adin Production)

23.05-23.15 Fashion Show Designer 10 (Hurry Collection)

23.15-23.25 Fashion Show Designer 11 (Omah Batik Ariyanto)

23.25-23.30 Closing

Minggu, 26 Februari 2023

09.00-11.00 Pameran UMKM.

Demikianlah susunan kegiatan selama berlangsungnya event “Moro Soetta Festival”. Omong-omong mengenai “festival” dan “run down”, di Kebumen era kolonial tentu saja peristiwa yang sama pernah dilakukan. Berbagai kegiatan festival biasanya dikaitkan dengan peringatan bupati Kebumen menerima payung kehormatan sebagai prestasi kerjanya (Teguh Hindarto, Songsong Kuning di Rumah Pusaka Kabupaten, Milik Siapa? http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/09/songsong-kuning-di-rumah-pusaka.html) atau merayakan hari jadi kabupaten Kebumen (Teguh Hindarto, Alun-Alun Kebumen: dari Monumen Wilhelmina, Jam Kota, Penanaman Beringin Serta Aktivitas Sosial Budaya Semasa Kolonial - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/04/alun-alun-kebumen-dari-monumen_26.html).

Ada yang menarik terjadi di Kebumen tahun 1938 yaitu pertama, sebuah festival dan perayaan hari lahir Beatrix, putri dari Juliana cucu dari Ratu Wilhelmina yang dirayakan pada bulan Februari 1938 selama beberapa hari. Kedua, sebuah Fancy Fair (pekan raya) untuk memamerkan dan menjual karya para penyandang tuna netra. Ketiga, sebuah pesta perayaan 40 tahun pemerintahan Ratu Wilhelmina (Sept 1898-Sept 1938). Mari kita lihat satu persatu festival dan pesta perayaan tersebut.

Festival dan Run Down Perayaan Kelahiran Putri Juliana (Beatrix) di Kebumen Tahun 1938

Sebuah berita berjudul, Feest Te Keboemen yang dimuat surat kabar De Locomotief (5 Februari 1938) melaporkan mengenai berita radio yang menginformasikan perihal kelahiran putri dari Juliana yaitu Beatrix. Dalam beberapa menit seluruh penduduk Eropa telah diberi tahu, bendera dikibarkan di mana-mana dan rumah-rumah didekorasi dengan tergesa-gesa. Pesan bahagia itu disampaikan melalui telepon dan tak lama kemudian nada gamelan bahagia pertama dibunyikan dari pendopo kabupaten.

Beberapa kembang api ditembakkan ke udara dan sejumlah petasan diledakkan di Alun-alun untuk memberi tahu penduduk bahwa seorang putri telah lahir. Berbagai kesibukan nampak di jalanan kota dan di setiap rumah penduduk yang membincang kelahiran tersebut.

Spontanitas ini mencapai puncaknya di kalangan penduduk Eropa, ketika sekitar pukul tujuh di teras depan Hotel Juliana kemudian dihias meriah dan dipenuhi warga Kebumen yang antusias dan orang-orang berkumpul mengelilingi pemain harmonika yang tak kenal lelah. Sepanjang malam mereka berlama-lama bersama, menyanyikan lagu-lagu patriotik dan lagu-lagu ceria lainnya. Lampu listrik dilaporkan menghiasai pohon beringin di alun-alun dan Insulinde Park (Taman Insulinde) serta  Hotel Juliana.

Hari libur nasional diawali dengan ibadah di Misigit (masjid) yang dihadiri seluruh pejabat kabupaten. Pukul setengah tujuh, arak-arakan anak sekolah mulai terbentuk. Rombongan pramuka “Tri Dharma” nampak d menabuh genderang. Para siswa dari sekolah-sekolah Hindia, membawa bendera dan drumband tidak kalah bersemangat dengan sekolah-sekolah Barat.

Setelah aubade, anak-anak disuguhi sirup, biskuit, dll di sekolah. Dilanjutkan ibadah Kristiani diadakan pada pukul 11 ​​​​pagi di Zendingskerk (sekarang GKJ Kebumen), dipimpin oleh Pdt. Korvinus. Seperti kebaktian di klenteng pada pukul 19.00 malam sebelumnya, kebaktian ini juga dihadiri oleh banyak pejabat dan pihak yang berkepentingan.

Pada jam 8 malam, ada prosesi besar dengan obor, nyala api, dan lentera, yang diikuti oleh ratusan orang. Sesampainya di alun-alun, rombongan pertama-tama melewati halaman Asisten Residen dan kemudian ke pendopo kabupaten, di mana hadiah diberikan untuk lampion terbaik dan kelompok terbaik. Tugas juri tentu tidak mudah, karena lampion sudah sangat rentan mengalami kerusakan.

Demikianlah ringkasan perayaan dan susunan kegiatan selama beberapa hari dalam rangka memperingati kelahiran putri dari Juliana yang bernama Beatrix, baik yang bernuansa sakral (ibadah di masjid, gereja, klenteng) maupun profan (hiburan, perayaan, lomba dll) di Kabupaten Kebumen.

Keramaian yang sama terjadi di Kawedanan Gombong Kabupaten Karanganyar. Dalam berita berjudul De Viering te Gombong (De Locomotief, 4 Februari 1938) digambarkan mengenai suara letusan penanda lahirnya Beatrix dan disusul suara lesung dipukul yaitu “kotekan” dari desa ke desa untuk memberitahu kabar tersebut.

Pada Selasa pagi pukul enam, terompet dari Bond van Inheemse Gepensioneerde Militairen (Persatuan Pensiunan Militer Pribumi) sudah terdengar meniupkan "reveille" alias suara tiupan trompet untuk bangun. Dari desa sekitar, orang berduyun-duyun ke alun-alun untuk menyaksikan nyanyian penghormatan yang akan dinyanyikan oleh anak-anak sekolah.

Pertama anak-anak sekolah dengan bendera di tangan mereka, diikuti oleh mantan tentara, termasuk banyak orang tua berusia 80 hingga 65 tahun, dengan medali menghiasi dada mereka dan orkestra seruling di depan berjala nmelintasi kota.

Tarian "Djaran kepang" (èblèg) dan "ronsebons" juga hadir dalam prosesi ini. Pukul sepuluh prosesi panjang tiba di alun-alun dan anak-anak berkumpul di depan tribun, di mana asisten residen sudah hadir untuk menerima co-aubade. Setelah itu, anak-anak sekolah disuguhi biskuit dan limun. Di malam hari lentera dinyalakan.

Ada berbagai hiburan umum seperti ketoprak, bioskop terbuka, wayang orang, wayang kulit hingga larut malam. Pertandingan sekolah dan permainan rakyat keesokan paginya diadakan.

Festival dan Run Down Pekan Raya Kaum Tuna Netra di Kebumen Tahun 1938

Sebuah laporan berita dengan judul De Fancy-Fair (Pekan Raya) yang dimuat oleh Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie (6 April 1938) dibuka dengan kalimat, Zaterdagavond had in de kaboepaten de fancy-fair plaats ten behoeve van het Blindenwerk in Nederlandsch Indie (Pada hari Sabtu malam, sebuah pekan raya mewah diselenggarakan di kabupaten untuk karya para pekerja tunanetra di Hindia Belanda).

Dibuka pukul 18.00 dengan sebuah kembang api yang ditembakkan ke udara, sejumlah tenda didirikan di halaman pendopo dan bioskop terbuka (openluchtbioscoop) ditayangkan. Sejumlah prasmanan publik telah menyibukkan sejumlah wanita untuk menjamu dan menghidangkan bagi orang yang hadir.

Di pendopo kabupaten, sebuah program "sesuatu untuk semua orang" (elek wat wils) diselenggarakan yang terdiri dari wayang orang, akrobat, sandiwara serta tarian pribumi (Inlands dansen). Berkat kerja sama spontan banyak orang, terutama perkumpulan wanita (damesvereeniging) bernama "Poetri Mardi Oetomo", pekan raya ini sangat sukses dan berhasil mengumpulkan uang sebesar 300 florin yang kemudian diserahkan untuk para pekerja tuna netra

Pekan raya tersebut dikatakan, het aantal bezoekers zoo enorm, dat het succes toen reeds verzekerd was (jumlah pengunjung demikian besar sehingga kesuksesan dapat dipastikan pada saat itu).

Run Down Perayaan 40 Tahun Ratu Wilhelmina

Sebuah berita dengan judul, Dejubileumfeesten (pesta perayaan hari jadi) yang dimuat surat kabar De Locomotief, (1 September 1938) membuat sebuah berita dengan sub judul Het programma (Rencana Kegiatan) alias sebuah rencana “run down” kegiatan yang berpusat di alun-alun Kebumen dan sekitarnya pada tahun 1938.

Menariknya, dari rencana kegiatan yang akan diselenggarakan selama beberapa hari yaitu dari tanggal 5-8 September tergambar sebuah aktivitas yang padat dan kehidupan sosial budaya yang dapat memberikan gambaran informatif mengenai kehidupan di Kebumen tahun 1938. Mari kita telaah satu persatu. Ini adalah kegiatan perayaan 40 tahun pemerintahan Wilhelmina (Historical Events in September 1938https://www.onthisday.com/events/date/1938/september) yang dilaksanakan di Kebumen dan kabupaten lainnya di Hindia Belanda”

Berikut programma atau run down kegiatan festival perayaan ulang tahun tersebut yaitu

Senin, 5 September 1938.

17.30, Pertemuan doa untuk orang Eropa, dipimpin oleh Pendeta Vonk di Gereja Misi (Zendingskerk)

18.30, Berkumpul di Kaboepaten untuk pegawai negeri sipil pribumi (inlandsche ambtenaren) dan pensiunan pribumi (inheemsche gepensionneerden) bersama para istri mereka. (Pegawai negeri sipil bersetelan formal, lainnya berbaju hitam).

19:00, Keberangkatan dengan prosesi obor (fakkeloptocht) berjalan kaki ke Masjid  (de Moskee) untuk pertemuan doa. Setelah itu kembali dengan prosesi menuju kaboepaten.

20.00,Pertemuan doa (bidston) untuk orang Tiong Hoa di Klenteng.

Dari rencana “run down” kegiatan hari ini kita bisa mendapatkan keterangan bagaimana kehidupan beragama di era kolonial berjalan berdampingan untuk merayakan sebuah pesta perayaan hari jadi kabupaten di tempat ibadah masing-masing.

Selasa, 6 September.

08.00, Prosesi penunggang dan kuda di arena pacuan kuda (Alun-alun).

09.00-14.00. Lomba balapan (lari cepat, balap sepeda dan panggung, lari, dll.)

16.30-17.30, Final pertandingan pagi.

19.12, Bioskop terbuka (openluchtbioscoop), wayang-golek, wayang-puro (purwo) dan pertandingan bulu tangkis (badmintonwedstrijden) di Alun-alun

Mulai jam 20.00  Pesta di gedung asisten residen untuk orang Eropa. Pesta di kabupaten untuk masyarakat pribumi. Slametan di Masjid untuk para pemuka agama. Pesta untuk orang Tionghoa di Klenteng atau di tempat lain.

Dari laporan rencana “run down” hari kedua tergambar bagaimana alun-alun difungsikan menjadi kegiatan publik non keagamaan baik bulu tangkis, wayang purwo, bahkan wayang golek, sebuah penampilan seni pewayangan yang biasanya ditampilkan di Jawa Barat. Tergambar pula pesta perayaan menurut masing-masing agamanya yaitu slametan di masjid, pesta di klenteng atau di gedung asisten residen.

Rabu, 7 September.

08.00-14.00, Balapan seperti pada tanggal 6 September.

16.30 -18.00, Final pertandingan pagi, kemungkinan kompetisi atletik.

19.00-23.00,  Malam Pertandingan bulutangkis di Alun-alun.

20.00-24.00, Pertunjukkan bioskop terbuka, lomba lagu jawa, tari jawa, pertandingan tinju, anggar, pencak, wayang golek dan wayang puro. Parade lentera di Priajistraat (jl. Priyayi) dekat Europeesche School (Sekolah Eropa). Rute: Prijajistraat, Alun-alun melewati rumah asisten residen, Hotel Juliana, mesjid, kabupaten menuju arena pacuan kuda. Prosesi tersebut berakhir di arena pacuan kuda.

Pada rencana “run down” hari ketiga ada yang menarik yaitu disebutkannya sebuah lokasi bernama Hotel Juliana sebagai salah satu rute yang dilewati oleh kelompok parade lentera (Lampionoptocht) dan jalan Priyayi. Di manakah letak Hotel Juliana? Bank Jateng dan lahan kosong di sampingnya adalah bekas gedung hotel Juliana, sebuah hotel yang disebut oleh satu koran sebagai “goed hotel” (hotel terbaik) dan “goede reputatie” (bereputasi baik). Selengkapnya mengenai Hotel Juliana dapat membaca buku saya berjudul, “Bukan Kota Tanpa Masa Lalu: Dinamika Sosial Ekonomi Kebumen Era Arung Binang VII” (2020:60)

Kamis, 8 September.

08.00-14.00,  Balapan seperti pada tanggal 6 September.

16.30-18.00. Pawai mobil, gerobak, sepeda yang dihias dan gunungan di lintasan balap

19.12, Bioskop terbuka dll. Seperti pada tanggal 7 September disertai atraksi lainnya.

Kegiatan di tanggal 8 September masih ramai bahkan ada aktivitas pawai mobil dan gerobak serta sepeda bahkan gunungan. Mungkin maksudnya hiasan gunungan seperti dalam pesta garebeg di Kraton Yogyakarta.

Laporan surat kabar diakhir dengan kalimat sbb: “Masuk ke lokasi pesta gratis. Di tribun utama membayar sebesar 0,10 florin per orang per hari sementara di tribun lurah membayar sebesar  0,05 florin per orang per hari. Konsumsi selama pesta dengan biaya tertentu, disediakan oleh Inheemsche Damesvereeniging (Asosiasi Wanita Pribumi) P.N.O. dari Keboemen (yang benar P.M.O alias Perkumpulan Mardi Utomo). Di halaman kabupaten selama perayaan diadakan pameran ternak (de feestdagen veetentoonstelling)”.

Wah, ternyata berbagai perayaan dan festival di Kebumen era kolonial tidak kalah seru dan meriah ya? Di atas jalan-jalan yang kita lewati dan sejumlah bangunan lama yang masih tegak berdiri bahkan sudah berganti, menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa perayaan yang pernah diperingati.

Membaca berbagai kegiatan festival dan perayaan di Kebumen pada tahun 1938 di atas kita menjadi terhubung dengan masa lalu kota dan melihat sejumlah perubahan sosial budaya yang terjadi mulai dari nama jalan yang mengalami perubahan maupun berbagai peristiwa budaya yang sudah berakar lama seperti pawai obor dan lomba lampion dsj

 

Catatan:

Ketika pertama kali artikel ini publikasikan, ada data yang belum diperoleh secara valid. Setelah data diperoleh dengan valid maka redaksional diperbaiki. Kalimat yang hilang dan diperbaiki redaksionalnya adalah sbb:

“Ketiga, sebuah pesta perayaan yang belum teridentifikasi perayaan apa (kemungkinan ulang tahun Bank Kabupaten) namun tercantum run down kegiatannya d surat kabar pada bulan September 1938” menjadi, “Ketiga, sebuah pesta perayaan 40 tahun pemerintahan Ratu Wilhelmina (Sept 1898-Sept 1938)”

“Festival dan Run Down Perayaan di Kebumen Tahun 1938” menjadi “Run Down Perayaan 40 Tahun Ratu Wilhelmina”

“Tidak disebutkan sebuah perayaan apa namun kemungkinan besar adalah perayaan ulang tahun Regentschapbank atau Bank Kabupaten yang memang jatuh pada bulan September” menjadi “Ini adalah kegiatan perayaan 40 tahun pemerintahan Wilhelmina (Historical Events in September 1938 - https://www.onthisday.com/events/date/1938/september) yang dilaksanakan di Kebumen dan kabupaten lainnya di Hindia Belanda”

Diperbaiki tanggal 26 April 2023

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar