Senin, 31 Januari 2022

BENDUNG BEDEGOLAN: SAKSI BISU PENATAAN IRIGASI ERA KOLONIAL

Jika kita menyusuri sepanjang jalan di desa Jlegiwinangun Kecamatan Kutowinangun terus ke utara hingga maka kita akan melihat saluran irigasi yang mengalirkan air dengan bersih dan limpah di sepanjang jalan. Barisan sawah-sawah menghijau di kiri dan kanan jalan memanjakan perjalanan dan mengurangi rasa penat dan kelelahan. Beberapa orang memanfaatkan air saluran irigasi untuk mandi dan mencuci pakaian sementara anak-anak kecil melompat dan menceburkan dirinya ditimpa gelak tawa temannya yang lain.

Jika kita teruskan menyusuri aliran irigasi ini maka kita akan sampai di utara di mana sebuah bendung berdiri tegak di samping sebuah aliran sungai yang terlihat dibalik bendung berasal dari Bendung Pejengkolan, dan lebih ke atas lagi berasal dari Waduk Wadas Lintang. Inilah yang disebut Bendung Bedegolan atau jika membaca papan keterangan di samping bendung dituliskan “Pos Hidrologi” atau “Pos Duga Air Bedegolan”. Bendung yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak dan dibangun tahun 1989 ini berada di dua kawasan yaitu Desa Kabuaran Kecamatan Prembun (pusat bendung dan pintu air) dan Desa Njlegiwinangun Kecamatan Kutowinangun (saluran kanal yang membujur ke selatan).

Menurut Bapak Tugiono seorang penjaga Bendung Bedegolan, kebutuhan air yang disalurkan untuk mengairi lima kecamatan Mirit, Bonorowo, Ambal, Kutowinangun, Prembun khususnya untuk keperluan irigasi pertanian. 

Menariknya di dalam pintu air (masyarakat biasanya menyebutnya dengan “selis” yang sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “sluis”) di bagian atas tertulis sebuah plakat bertuliskan sebuah keterangan pendek, “Kiyai Geseng – Bedegolan 1902”. Entah sejak kapan plakat bertuliskan huruf timbul ini. Namun keterangan tersebut justru akan mengarahkan kita pada informasi historis mengenai Bendung Bedegolan ini. Beberapa meter di samping kiri pintu air Bendung Bedegolan ini memang ada sebuah makam yang dikeramatkan bertuliskan “Kramat, Sunan/Kyai Geseng, Dipugar Tgl 28-5-2001 di Bedegolan”. 

Demikian pula kurang lebih 1 km dari bendung di dukuh Bedegolan di tepian sungai masih terlihat sebuah penampakkan bekas fundasi bekas pintu air. Masyarakat sekitar biasanya menamainya dengan "sluis mati" dan jalur saluran air sebagian menggenang diair air hujan dan sebagian menjadi pekarangan penduduk.

Omong-omong soal "sluis mati", kalau tidak ada 3 orang penebang kayu di dekat alas di belakang perkampungan warga, nampaknya penulis kesulitan menemukan "sluis mati" ini karena letaknya yang cukup sulit dijangkau dengan jalanan setapak becek dan banyak semak dekat sungai. Berkat bantuan mas Mukmin, salah satu dari tiga orang penebang kayu yang menunjukkan jalan, lokasi tersebut dapat ditemukan.

Sekalipun Bendung Bedegolan dibangun tahun 1989 sebagaimana keterangan dalam papan informasi, namun sejatinya keberadaan bendung ini sudah ada sejak era kolonial. Sebuah salinan laporan yang dimuat dalam surat kabar De Javaasche Courant (10 Desember 1867) berjudul, Verslag: Omtrent de daarstelling van de waterleiding Bedegolan uit de rivier Gebang in de afdeeling Keboemen, residentie Bagelen (Laporan: Tentang Pemasangan Saluran Air Bedegolan Dari Sungai Gebang di Afdeling Keboemen, Karesidenan Bagelen).


Dalam laporan ini dijelaskan tahun-tahun penting pembangunan saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan pertanian. Bahkan Bupati Kebumen Arung Binang IV sejak tahun 1834 telah mencanangkan pembukaan saluran irigasi dengan memanfaatkan titik suplai air (prise d’eau) dari Dasoen (tidak jelas lokasinya di mana hanya disebut 2 paal dari Bedegolan). Karena mengalami keruntuhan tahun 1836 maka dibuatlah titik suplai air di Djambangan (1 paal di bawah Dasoen).

Pada tahun 1851 seorang insinyur dari dinas perawatan jalan bernama Holm memulai membuat desain saluran air di Bedegolan. Saluran ini memiliki panjang 7.965 hasta.Adapun titik suplai air di pusatkan di Kedong Joh (apakah yang dimaksudkan Kedung Dawa sekarang ini?). Biaya yang dikeluarkan sebesar f. 122.600 melalui proses kerja wajib dengan biaya per hari sebesar f 0,10

Pekerjaan pembuatan saluran irigasi tidak sekali jadi karena terlacak pada tahun 1857 pekerjaan terus berlangsung dan tahun 1859 pekerjaan pembuatan pintu air diselesaikan namun karena adanya bencana banjir mengerikan pada 20 Februari 1861 maka bendung dan saluran air yang dibuat rusak hebat.

Di Bedegolan air naik lebih dari 40 kaki. Saat cuaca usai, semuanya menunjukkan kehancuran yang paling mengerikan, termasuk desa Njelegi di sekitarnya dengan rumah, pohon, ternak dan penduduk telah menghilang tanpa jejak. Mengenai banjir dahsyat yang menimpa hampir wilayah di Jawa termasuk Karesidenan Bagelen akan dibahas dalam tulisan tersendiri.

Atas saran Ir. Holm maka pada akhir tahun 1863 dan awal tahun 1864 dimulai kembali saluran parit yang baru masih tetap memanfaatkan titik suplai air dari Kedong Joh menuju saluran air Bedegolan. Pada tahun 1866 pekerjaan dimulai kembali dan berakhir pada Oktober 1867 sehingga bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

Untuk bisa memahami keterangan bertuliskan, “Kiyai Geseng – Bedegolan 1902” kita harus melakukan pelacakan sumber-sumber kolonial lainnya. Di antaranya adalah hasil laporan-laporan yang dibuat  Burgerlijke Openbare Werken  (Pekerjaan Umum Sipil) pada tahun 1909. Di dalam laporan ini secara rinci dilaporkan awal pembuatan bendung dan kanal-kanal yang melintasi banyak desa dari sejak 1851 bahkan sampai laporan ini dibuat tahun 1909.

Bahkan keberadaan makam Kyai Geseng sudah disebutkan dalam laporan ini. Jika laporan koran 1867 menyebutkan asal pembangunan bendung yang sudah dikerjakan sejak 1852 maka dalam laporan ini disebutkan pekerjaan lanjutan termasuk perbaikan dan perawatan dari tahun 1870-an, tahun 1880-an, tahun 1890-an hingga tahun 1901. Di tahun 1883 disebutkan peninggian saluran kanal agar melindungi situs makam Kyai Geseng jika ada luapan banjir.

Pada tahuh 1901 direncanakan perbaikan bendungan untuk mengatasi sejumlah abrasi dan pengelolaan aliran air di masa penghujan. Direncanakan bahwa pintu air akan memiliki 4 bukaan, masing-masing selebar 1,55 meter. Untuk keperluan pekerjaan di atas, Residen Bagelen mengeluarkan surat keputusan No 11 pada tanggal 1 April 1901, dan biaya sejumlah  f 38.170,-. Sekalipun berhasil dibangun namun bendung ini kerap mengalami kerusakan sebagaimana terjadi pada tanggal 9 November 1902 dan 14 sampai 15 Desember 1907 sehingga harus mengalami perbaikan kembali di tahun 1909.

Dengan membaca laporan Burgerlijke Openbare Werken  tahun 1909 nampaknya tahun 1901 sampai 1902 terjadi upaya pembangunan dan perbaikan Bendung Bedegolan oleh pihak Karesidenan Bagelen dan pemerintahan daerah Kebumen.

Dari pelacakan dokumen kolonial di atas maka kita bisa mengetahui bahwa usia bendung dan saluran irigasi berupa kanal-kanal ini telah mencapai 170-an tahun jika ditarik sampai ke tahun 1852 saat mana saluran air ini dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi penduduk Kebumen. Namun demikian, penampakan masa kini memperlihatkan banyak perubahan dan perbaikan khususnya di era kemerdekaan sehingga sejumlah kerusakan yang kerap terjadi di era kolonial telah banyak teratasi dengan teknologi yang lebih modern.

 

Sayangnya jalur jalan setapak menuju Bendung Bedegolan masih belum dilakukan betonisasi atau pengaspalan. Jika dari arah Jalan Cemara menuju Jembangan sudah dilakukan betonisasi yang memudahkan akses ke lokasi wisata Jembangan, maka akan lebih baik jika lokasi jalan setapai menuju Bendung Bedegolan dan dukuh Bedegolan dilakukan betonisasi sehingga menjadikan akses jalan lebih mudah dan nyaman untuk sekedar menikmati ketenangan dan pemandangan indah di sekitar Bendung Bedegolan.

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar