Jika kita menyusuri sepanjang jalan di desa Jlegiwinangun Kecamatan Kutowinangun terus ke utara hingga maka kita akan melihat saluran irigasi yang mengalirkan air dengan bersih dan limpah di sepanjang jalan. Barisan sawah-sawah menghijau di kiri dan kanan jalan memanjakan perjalanan dan mengurangi rasa penat dan kelelahan. Beberapa orang memanfaatkan air saluran irigasi untuk mandi dan mencuci pakaian sementara anak-anak kecil melompat dan menceburkan dirinya ditimpa gelak tawa temannya yang lain.
Jika kita teruskan menyusuri
aliran irigasi ini maka kita akan sampai di utara di mana sebuah bendung
berdiri tegak di samping sebuah aliran sungai yang terlihat dibalik bendung
berasal dari Bendung Pejengkolan, dan lebih ke atas lagi berasal dari Waduk
Wadas Lintang. Inilah yang disebut Bendung Bedegolan atau jika membaca papan
keterangan di samping bendung dituliskan “Pos Hidrologi” atau “Pos Duga Air
Bedegolan”. Bendung yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
dan dibangun tahun 1989 ini berada di dua kawasan yaitu Desa Kabuaran Kecamatan
Prembun (pusat bendung dan pintu air) dan Desa Njlegiwinangun Kecamatan
Kutowinangun (saluran kanal yang membujur ke selatan).
Menurut Bapak Tugiono seorang penjaga Bendung Bedegolan, kebutuhan air yang disalurkan untuk mengairi lima kecamatan Mirit, Bonorowo, Ambal, Kutowinangun, Prembun khususnya untuk keperluan irigasi pertanian.
Menariknya di dalam pintu air (masyarakat biasanya
menyebutnya dengan “selis” yang sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “sluis”)
di bagian atas tertulis sebuah plakat bertuliskan sebuah keterangan pendek,
“Kiyai Geseng – Bedegolan 1902”. Entah sejak kapan plakat bertuliskan huruf
timbul ini. Namun keterangan tersebut justru akan mengarahkan kita pada
informasi historis mengenai Bendung Bedegolan ini. Beberapa meter di samping
kiri pintu air Bendung Bedegolan ini memang ada sebuah makam yang dikeramatkan
bertuliskan “Kramat, Sunan/Kyai Geseng, Dipugar Tgl 28-5-2001 di Bedegolan”.
Demikian pula kurang lebih 1 km dari bendung di dukuh Bedegolan di tepian sungai masih terlihat sebuah penampakkan bekas fundasi bekas pintu air. Masyarakat sekitar biasanya menamainya dengan "sluis mati" dan jalur saluran air sebagian menggenang diair air hujan dan sebagian menjadi pekarangan penduduk.
Omong-omong soal "sluis mati", kalau tidak ada 3 orang penebang kayu di dekat alas di belakang perkampungan warga, nampaknya penulis kesulitan menemukan "sluis mati" ini karena letaknya yang cukup sulit dijangkau dengan jalanan setapak becek dan banyak semak dekat sungai. Berkat bantuan mas Mukmin, salah satu dari tiga orang penebang kayu yang menunjukkan jalan, lokasi tersebut dapat ditemukan.
Sekalipun Bendung Bedegolan
dibangun tahun 1989 sebagaimana keterangan dalam papan informasi, namun
sejatinya keberadaan bendung ini sudah ada sejak era kolonial. Sebuah salinan
laporan yang dimuat dalam surat kabar De
Javaasche Courant (10 Desember 1867) berjudul, Verslag: Omtrent de daarstelling van de waterleiding Bedegolan uit de
rivier Gebang in de afdeeling Keboemen, residentie Bagelen (Laporan: Tentang
Pemasangan Saluran Air Bedegolan Dari Sungai Gebang di Afdeling Keboemen, Karesidenan
Bagelen).
Dalam laporan ini dijelaskan
tahun-tahun penting pembangunan saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan
pertanian. Bahkan Bupati Kebumen Arung Binang IV sejak tahun 1834 telah
mencanangkan pembukaan saluran irigasi dengan memanfaatkan titik suplai air (prise d’eau) dari Dasoen (tidak jelas
lokasinya di mana hanya disebut 2 paal dari Bedegolan). Karena mengalami
keruntuhan tahun 1836 maka dibuatlah titik suplai air di Djambangan (1 paal di
bawah Dasoen).
Pada tahun 1851 seorang insinyur
dari dinas perawatan jalan bernama Holm memulai membuat desain saluran air di
Bedegolan. Saluran ini memiliki panjang 7.965 hasta.Adapun titik suplai air di
pusatkan di Kedong Joh (apakah yang dimaksudkan Kedung Dawa sekarang ini?).
Biaya yang dikeluarkan sebesar f. 122.600 melalui proses kerja wajib dengan
biaya per hari sebesar f 0,10
Pekerjaan pembuatan saluran
irigasi tidak sekali jadi karena terlacak pada tahun 1857 pekerjaan terus
berlangsung dan tahun 1859 pekerjaan pembuatan pintu air diselesaikan namun
karena adanya bencana banjir mengerikan pada 20 Februari 1861 maka bendung dan
saluran air yang dibuat rusak hebat.
Di Bedegolan air naik lebih dari
40 kaki. Saat cuaca usai, semuanya menunjukkan kehancuran yang paling
mengerikan, termasuk desa Njelegi di sekitarnya dengan rumah, pohon, ternak dan
penduduk telah menghilang tanpa jejak. Mengenai banjir dahsyat yang menimpa
hampir wilayah di Jawa termasuk Karesidenan Bagelen akan dibahas dalam tulisan
tersendiri.
Atas saran Ir. Holm maka pada
akhir tahun 1863 dan awal tahun 1864 dimulai kembali saluran parit yang baru
masih tetap memanfaatkan titik suplai air dari Kedong Joh menuju saluran air
Bedegolan. Pada tahun 1866 pekerjaan dimulai kembali dan berakhir pada Oktober
1867 sehingga bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.
Untuk bisa memahami keterangan
bertuliskan, “Kiyai Geseng – Bedegolan 1902” kita harus melakukan pelacakan
sumber-sumber kolonial lainnya. Di antaranya adalah hasil laporan-laporan yang
dibuat Burgerlijke Openbare Werken (Pekerjaan Umum Sipil) pada tahun 1909. Di
dalam laporan ini secara rinci dilaporkan awal pembuatan bendung dan
kanal-kanal yang melintasi banyak desa dari sejak 1851 bahkan sampai laporan
ini dibuat tahun 1909.
Bahkan keberadaan makam Kyai
Geseng sudah disebutkan dalam laporan ini. Jika laporan koran 1867 menyebutkan
asal pembangunan bendung yang sudah dikerjakan sejak 1852 maka dalam laporan
ini disebutkan pekerjaan lanjutan termasuk perbaikan dan perawatan dari tahun
1870-an, tahun 1880-an, tahun 1890-an hingga tahun 1901. Di tahun 1883
disebutkan peninggian saluran kanal agar melindungi situs makam Kyai Geseng
jika ada luapan banjir.
Pada tahuh 1901 direncanakan
perbaikan bendungan untuk mengatasi sejumlah abrasi dan pengelolaan aliran air
di masa penghujan. Direncanakan bahwa
pintu air akan memiliki 4 bukaan, masing-masing selebar 1,55 meter. Untuk keperluan
pekerjaan di atas, Residen Bagelen mengeluarkan surat keputusan No 11 pada
tanggal 1 April 1901, dan biaya sejumlah f 38.170,-. Sekalipun berhasil dibangun namun
bendung ini kerap mengalami kerusakan sebagaimana terjadi pada tanggal 9
November 1902 dan 14 sampai 15 Desember 1907 sehingga harus mengalami perbaikan
kembali di tahun 1909.
Dengan membaca laporan Burgerlijke Openbare Werken tahun 1909 nampaknya tahun 1901 sampai 1902
terjadi upaya pembangunan dan perbaikan Bendung Bedegolan oleh pihak
Karesidenan Bagelen dan pemerintahan daerah Kebumen.
Dari pelacakan dokumen kolonial
di atas maka kita bisa mengetahui bahwa usia bendung dan saluran irigasi berupa
kanal-kanal ini telah mencapai 170-an tahun jika ditarik sampai ke tahun 1852
saat mana saluran air ini dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi
penduduk Kebumen. Namun demikian, penampakan masa kini memperlihatkan banyak
perubahan dan perbaikan khususnya di era kemerdekaan sehingga sejumlah
kerusakan yang kerap terjadi di era kolonial telah banyak teratasi dengan
teknologi yang lebih modern.
Sayangnya jalur jalan setapak
menuju Bendung Bedegolan masih belum dilakukan betonisasi atau pengaspalan.
Jika dari arah Jalan Cemara menuju Jembangan sudah dilakukan betonisasi yang
memudahkan akses ke lokasi wisata Jembangan, maka akan lebih baik jika lokasi
jalan setapai menuju Bendung Bedegolan dan dukuh Bedegolan dilakukan betonisasi
sehingga menjadikan akses jalan lebih mudah dan nyaman untuk sekedar menikmati
ketenangan dan pemandangan indah di sekitar Bendung Bedegolan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar