Karanganyar (bedakan dengan Karanganyar Solo) sebelum dihapuskan statusnya sebagai sebuah kabupaten pada tahun 31 Desember 1935 dan digabungkan dengan Kebumen pada 1 Januari 1936 memiliki bupati-bupati yang memimpin dan melakukan banyak perubahan dan perbaikan di daerah yang dipimpinnya.
Baru dua bupati yang
teridentifikasi dengan baik kisah dan kiprahnya dengan melakukan riset surat
kabar, jurnal, majalah, buku berbahasa Belanda yaitu R.A.A Tirtoekoesoemo
(bupati Karanganyar dan Ketua Boedi Oetomo pertama serta pendiri koperasi
Sedija Madjoe) dan R.A.A Iskandar Tirtoekoesoemo (bupati Karanganyar dan
pendiri Ziekenhuis Nirmolo yang sekarang Puskesmas Karanganyar). Kisah kedua
bupati Karanganyar tersebut telah saya bukukan dengan judul, Wetan Kali
Kulon Kali: Mengenang Kabupaten Karanganyar Hingga Penggabungan Dengan
Kabupaten Kebumen 1936 (Deepublish, 2021). Anda dapat membaca secara on
line di tautan berikut:
Lantas, siapakah para bupati
Karanganyar lainnya? Sebagai sebuah kota Kabupaten yang dibangun pasca Perang
Jawa, Karanganyar yang dahulunya bernama Remo Jatinegoro masuk bagian dari
Karesidenan Bagelen bersama kabupaten baru lainnya yaitu, Purworejo, Kutoarjo,
Ambal, Kebumen, Karanganyar, Ledok (Wonosobo). Semua kabupaten baru ini
menggantikan administrasi lama sekitar 1831/1832 pasca Perang Jawa berakhir
(1825-1830)
Bupati Karanganyar pertama adalah
Raden Tumenggung Djadjadiningrat (dilantik tahun 1832) menggantikan Raden
Tumenggung Sindu Pati bupati Remo Jatinegara dan Raden Tumenggung Joedo Negoro
bupati Sidayu. Nama aslinya adalah R.M. Djojoprono dan dahulunya merupakan pengikut Pangeran Diponegoro. Bersama R.M. Mangoenprawiro mereka berdua mengabdi dan masuk dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda. RM. Mangoenprawiro jadi pembantu kolektur (hulpcollecteur, pengumpul pajak) di Muntilan, dan R.M. Djojoprono jadi anggota Landraad (Pengadilan Negeri) Purworejo. Kelak
Bupati Karanganyar kedua adalah Raden Tumenggung Karto Negoro (dilantik tanggal 11 Februari 1864). Karanganyar memiliki 3 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka. Tahun 1873 Karanganyar masih dipimpin Tumenggung Karto Negoro memiliki 6 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka, Petanahan, Puring, Karangbolong. Penambahan ini berkaitan dengan penghapusan Kabupaten Ambal tahun 1872 (bupatinya bernama R.A.T. Poerbonegoro) dan beberapa wilayahnya dimasukkan ke Kutoarjo, Kebumen dan Karanganyar.
Bupati Karanganyar ketiga adalah
Raden Tumenggung Soekadis Kerto Negoro (dilantik tanggal 18 September 1885).
Karanganyar memiliki 6 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka, Petanahan, Puring,
Karangbolong. Bupati Karanganyar keempat adalah Raden Tumenggung Ario Tirtoe
Koesoemo (dilantik tanggal 28 Maret 1903). Karanganyar memiliki 6 distrik:
Karanganyar, Gombong, Banyumudal Petanahan, Pejagoan, Puring. Bupati
Karanganyar kelima dan terakhir adalah
Raden Adipati Ario Iskandar Tirtokusumo (dilantik tanggal 12 April
1912). Karanganyar memiliki 4 distrik: Karanganyar, Gombong, Rowokele, Pejagoan.
Jika Bupati R.A.A. Tirtoekoesoemo dan R.A.A. Iskandar Tirtoekoesoemo dikebumikan di Karangkemiri, Karanganyar maka Bupati Raden Tumenggung Soekadis Kertanegara dikebumikan di kawasan Jl. Raya Pekuncen Kecamatan Sempor tidak jauh dari kawasan pesarean Pekuncen. Menurut mantan juru kunci yang penulis temui, di sebuah pusara yang tidak diberi nama terbaring Raden Tumenggung Soekadis.
Namanya tersemat di gua Idjo
(sekarang Gua Jatijajar) bertanggal 1 Oktober 1885 bersama ratusan nama bupati dan pejabat Belanda serta pelancong lainnya yang memanfaatkan gua Idjoe sebagai media menuliskan nama mereka di dalamnya (
Selain kisah dan kiprahnya yang masih “berkabut” karena kurangnya informasi tertulis, ada sejumlah data tertulis yang akan membingungkan. Dalam buku karya Tirtowenang Kolopaking dijelaskan bahwa Raden Mangkuprojo (yang dikebumikan di Pekuncen), Patih di Kartasura memiliki putra Raden Tumenggung
Kertanegara I dan menjadi Bupati
Nayaka di Kasunanan Surakarta. Raden Tumenggung Kertanegara I wafat dan
dimakamkan di pasarean Pekuncen dan kemudian digantikan putranya yang bergelar
Raden Tumenggung Kertanegara II dan menjadi putra menantu Kyai Raden Adipati
Yudanegara II, Bupati Banyumas. Kertanegara II wafat dan dimakamkan di pasarean
Lawean Surakarta sedangkan Raden Ayu Tumenggung Kertanegara di pasarean Dawuhan
Banyumas (Sejarah Silsilah Wiraseba
Banyumas: Kia Ageng Mangir, Kolopaking, Arung Binang, 2005:161)
Penjelasan berbeda mengenai Raden
Tumenggung Sukedis datang dari artikel yang ditulis Wiyonggo Seto. Menurutnya,
tahun 1878 Putra Kolopaking IV yang bernama Ki Atmodipuro diangkat menjadi
Bupati Banjarnegara bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Jayanegara I menggantikan
Bupati Raden Arya Dipodiningrat. Sedang yang bernama Ki Sukadis diangkat
menjadi Bupati Karanganyar bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Kertonegoro
menggantikan Bupati Kanjeng Raden Tumenggung Jayadiningrat (Sejarah Gelar Adipati Kolopaking - http://wiyonggoputih.blogspot.com/2019/02/sejarah-gelar-adipati-kolopaking.html?m=1).
Penjelasan berbeda dikemukakan Prof. Sugeng Supriyadi sejarawan Univesitas Muhamadiyah Purwokerto. Dalam bukunya berjudul, Sejarah dan Kebudayaan Kebumen disebutkan, "Mereka adalah anggota keluarga Kertanegara (maksudnya Tumenggung Kertanegara I dan Tumenggung Sukedis Kertanegara) dan juga sekaligus anggota keluarga Kolopaking yang tidak boleh memakai nama Kolopaking sehingga mereka memakai nama Kertanegara. Trah Kolopaking melalui Kertanegara inilah yang keturunannya tinggal di desa Losari, Kecamatan Rembangh, Kabupaten Purbalingga (2004:1`28).
Jika mengikuti penjelasan
Tirtowenang Kolopaking, Raden Tumenggung Kertanegara (tidak menyebut nama
Sukedis Kertanegara) adalah putra Raden Mangkupraja sementara menurut
penjelasan Wiyonggo Seto, Raden Tumenggung Kertanegara alias Ki Sukedis adalah
putra Kolopaking IV yang gugur ketika perang tanding melawan Arung Binang IV di
masa Perang Jawa.
Bagaimana dengan sumber-sumber
kolonial? Dengan jelas sumber-sumber kolonial dalam hal ini catatan dokumen
nama-nama pejabat pemerintahan Hindia Belanda termasuk bupati di era pasca
Perang Jawa berakhir di Karesidenan Bagelen dimana Kebumen dan Karanganyar
berada di dalamnya memberikan keterangan yang cukup jelas perihal nama dan
urutan serta tanggal penetapan bupati di Karanganyar.
Perihal Raden Tumenggung
Kertanegara dan Raden Tumenggung Soekadis tercatat jelas dalam Almanak en Naamregsiter van Nederlandsch
Indie maupun dalam Regerings Almanak
Voor Nederlandsch Indie. Dalam Regerings
Almanak Voor Nederlandsch Indie (1867) disebutkan bahwa Raden Tumenggung
Karta Negara dilantik tanggal 11 Februari 1864. Dalam Regerings
Almanak Voor Nederlandsch Indie (1893) disebutkan bahwa Raden Tumenggung
Soekadis dilantik tanggal 19 September 1885.
Menariknya dari dokumen surat
kabar era kolonial kita mendapatkan sedikit gambaran mengenai Raden Soekadi
bahwasanya sebelum menjadi Bupati Karanganyar (1885) beliau pernah menjabat
sebagai sekretaris di district (kawedanan) Loano regentschap (kabupaten)
Purworejo. Saat menjabat bupati menerima gelar Tumenggung sehingga nama
lengkapnya menjadi Raden Tumenggung Soekadis (Bataviaasch Handelsblad, 21 September 1885).
Dua tahun kemudian Raden
Tumenggung Soekadis mengganti namanya menjadi Karta Negara dan mendapatkan ijin
dari pemerintahan Belanda sehingga namanya menjadi Raden Tumenggung Karta
Negara atau Raden Tumenggung Sukedis Kerta Negara (Bataviaasch Handelsblad, 26 Juli 1887).
Menyisakan persoalan yang harus dipecahkan dengan lebih seksama untuk kepentingan sejarah lokal dan sejarah kota, apakah makam tidak bernama di kawasan Pekuncen di samping makam Raden Ayu Tumenggung Kertanegara adalah Raden Tumenggung Kertanegara atau Raden Tumenggung Sukadis Kertanegara? Sejarah terkadang selalu bersifat sementara dan dinamis karena setiap ada data dan penemuan baru yang mebih menguatkan akan memperbaiki narasi sejarah sebelumnya.
Mohon ma'af pak niki kulo waos karyanipun panjenengan ...tirose wonten keterangan saking keturunan eyang sukadis Prof. Sugeng supriyadi mbok bileh jenengan saget nepangaken kulo nopo maringi ngertos kaliyan pak sugeng priyadi... Kulo nggeh saking tedak turun eyang sukadis ingkang keagungan putro sabengat kartanegara
BalasHapus