Kamis, 06 Januari 2022

MELACAK JEJAK RADEN SOEKADIS KERTANEGARA DAN NAMA-NAMA BUPATI KARANGANYAR SEBELUM DIGABUNGKAN DENGAN KEBUMEN

Karanganyar (bedakan dengan Karanganyar Solo) sebelum dihapuskan statusnya sebagai sebuah kabupaten pada tahun 31 Desember 1935 dan digabungkan dengan Kebumen pada 1 Januari 1936 memiliki bupati-bupati yang memimpin dan melakukan banyak perubahan dan perbaikan di daerah yang dipimpinnya.

Baru dua bupati yang teridentifikasi dengan baik kisah dan kiprahnya dengan melakukan riset surat kabar, jurnal, majalah, buku berbahasa Belanda yaitu R.A.A Tirtoekoesoemo (bupati Karanganyar dan Ketua Boedi Oetomo pertama serta pendiri koperasi Sedija Madjoe) dan R.A.A Iskandar Tirtoekoesoemo (bupati Karanganyar dan pendiri Ziekenhuis Nirmolo yang sekarang Puskesmas Karanganyar). Kisah kedua bupati Karanganyar tersebut telah saya bukukan dengan judul, Wetan Kali Kulon Kali: Mengenang Kabupaten Karanganyar Hingga Penggabungan Dengan Kabupaten Kebumen 1936 (Deepublish, 2021). Anda dapat membaca secara on line di tautan berikut:

https://books.google.co.id/books?id=nfE3EAAAQBAJ&pg=PA12&lpg=PA12&dq=daftar+residen+bagelen&source=bl&ots=49IVlhVU0x&sig=ACfU3U0WefbiyZrP_ecOMLx37maX4l86tA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwibz_W6gpz1AhU473MBHRtrA8QQ6AF6BAguEAI#v=onepage&q=daftar%20residen%20bagelen&f=false

Lantas, siapakah para bupati Karanganyar lainnya? Sebagai sebuah kota Kabupaten yang dibangun pasca Perang Jawa, Karanganyar yang dahulunya bernama Remo Jatinegoro masuk bagian dari Karesidenan Bagelen bersama kabupaten baru lainnya yaitu, Purworejo, Kutoarjo, Ambal, Kebumen, Karanganyar, Ledok (Wonosobo). Semua kabupaten baru ini menggantikan administrasi lama sekitar 1831/1832 pasca Perang Jawa berakhir (1825-1830)

Bupati Karanganyar pertama adalah Raden Tumenggung Djadjadiningrat (dilantik tahun 1832) menggantikan Raden Tumenggung Sindu Pati bupati Remo Jatinegara dan Raden Tumenggung Joedo Negoro bupati Sidayu. Nama aslinya adalah R.M. Djojoprono dan dahulunya merupakan pengikut Pangeran Diponegoro. Bersama R.M. Mangoenprawiro mereka berdua mengabdi dan masuk dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda. RM. Mangoenprawiro jadi pembantu kolektur (hulpcollecteur, pengumpul pajak) di Muntilan, dan R.M. Djojoprono jadi anggota Landraad (Pengadilan Negeri) Purworejo. Kelak R.M. Mangoenprawiro menjadi Bupati Ambal bergelar Poerbonegoro sementara R.M. Djojoprono menjadi Bupati Karanganyar (M.M. Purbo-Hadiwidjoyo, Persiapan Menata dan Membangun Daerah - http://sejarah.purbo.org/1-7.html). 

Bupati Karanganyar kedua adalah Raden Tumenggung Karto Negoro (dilantik tanggal 11 Februari 1864). Karanganyar memiliki 3 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka. Tahun 1873 Karanganyar masih dipimpin Tumenggung Karto Negoro memiliki 6 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka, Petanahan, Puring, Karangbolong. Penambahan ini berkaitan dengan penghapusan Kabupaten Ambal tahun 1872 (bupatinya bernama R.A.T. Poerbonegoro) dan beberapa wilayahnya dimasukkan ke Kutoarjo, Kebumen dan Karanganyar.

Bupati Karanganyar ketiga adalah Raden Tumenggung Soekadis Kerto Negoro (dilantik tanggal 18 September 1885). Karanganyar memiliki 6 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka, Petanahan, Puring, Karangbolong. Bupati Karanganyar keempat adalah Raden Tumenggung Ario Tirtoe Koesoemo (dilantik tanggal 28 Maret 1903). Karanganyar memiliki 6 distrik: Karanganyar, Gombong, Banyumudal Petanahan, Pejagoan, Puring. Bupati Karanganyar kelima dan terakhir adalah  Raden Adipati Ario Iskandar Tirtokusumo (dilantik tanggal 12 April 1912). Karanganyar memiliki 4 distrik: Karanganyar, Gombong, Rowokele, Pejagoan.

Jika Bupati R.A.A. Tirtoekoesoemo dan R.A.A. Iskandar Tirtoekoesoemo dikebumikan di Karangkemiri, Karanganyar maka Bupati Raden Tumenggung Soekadis Kertanegara dikebumikan di kawasan Jl. Raya Pekuncen Kecamatan Sempor tidak jauh dari kawasan pesarean Pekuncen. Menurut mantan juru kunci yang penulis temui, di sebuah pusara yang tidak diberi nama terbaring Raden Tumenggung Soekadis.

Namanya tersemat di gua Idjo (sekarang Gua Jatijajar) bertanggal 1 Oktober 1885 bersama ratusan nama bupati dan pejabat Belanda serta pelancong lainnya yang memanfaatkan gua Idjoe sebagai media menuliskan nama mereka di dalamnya (Teguh Hindarto, Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan: Grafiti Gua Jatijajar Sebagai Daya Tarik Wisata, Jurnal Analisa Sosiologi, Oktober 2021, 10 (2) -https://www.academia.edu/61028874/PENGEMBANGAN_PARIWISATA_BERKELANJUTAN_GRAFITI_GUA_JATIJAJAR_SEBAGAI_DAYA_TARIK_WISATA_GUA

Selain kisah dan kiprahnya yang masih “berkabut” karena kurangnya informasi tertulis, ada sejumlah data tertulis yang akan membingungkan. Dalam buku karya Tirtowenang Kolopaking dijelaskan bahwa Raden Mangkuprojo (yang dikebumikan di Pekuncen), Patih di Kartasura memiliki putra Raden Tumenggung

 

Kertanegara I dan menjadi Bupati Nayaka di Kasunanan Surakarta. Raden Tumenggung Kertanegara I wafat dan dimakamkan di pasarean Pekuncen dan kemudian digantikan putranya yang bergelar Raden Tumenggung Kertanegara II dan menjadi putra menantu Kyai Raden Adipati Yudanegara II, Bupati Banyumas. Kertanegara II wafat dan dimakamkan di pasarean Lawean Surakarta sedangkan Raden Ayu Tumenggung Kertanegara di pasarean Dawuhan Banyumas (Sejarah Silsilah Wiraseba Banyumas: Kia Ageng Mangir, Kolopaking, Arung Binang, 2005:161)

Penjelasan berbeda mengenai Raden Tumenggung Sukedis datang dari artikel yang ditulis Wiyonggo Seto. Menurutnya, tahun 1878 Putra Kolopaking IV yang bernama Ki Atmodipuro diangkat menjadi Bupati Banjarnegara bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Jayanegara I menggantikan Bupati Raden Arya Dipodiningrat. Sedang yang bernama Ki Sukadis diangkat menjadi Bupati Karanganyar bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Kertonegoro menggantikan Bupati Kanjeng Raden Tumenggung Jayadiningrat (Sejarah Gelar Adipati Kolopaking - http://wiyonggoputih.blogspot.com/2019/02/sejarah-gelar-adipati-kolopaking.html?m=1).

Penjelasan berbeda dikemukakan Prof. Sugeng Supriyadi sejarawan Univesitas Muhamadiyah Purwokerto. Dalam bukunya berjudul, Sejarah dan Kebudayaan Kebumen disebutkan, "Mereka adalah anggota keluarga Kertanegara (maksudnya Tumenggung Kertanegara I dan Tumenggung Sukedis Kertanegara) dan juga sekaligus anggota keluarga Kolopaking yang tidak boleh memakai nama Kolopaking sehingga mereka memakai nama Kertanegara. Trah Kolopaking melalui Kertanegara inilah yang keturunannya tinggal di desa Losari, Kecamatan Rembangh, Kabupaten Purbalingga (2004:1`28).

Jika mengikuti penjelasan Tirtowenang Kolopaking, Raden Tumenggung Kertanegara (tidak menyebut nama Sukedis Kertanegara) adalah putra Raden Mangkupraja sementara menurut penjelasan Wiyonggo Seto, Raden Tumenggung Kertanegara alias Ki Sukedis adalah putra Kolopaking IV yang gugur ketika perang tanding melawan Arung Binang IV di masa Perang Jawa.

Bagaimana dengan sumber-sumber kolonial? Dengan jelas sumber-sumber kolonial dalam hal ini catatan dokumen nama-nama pejabat pemerintahan Hindia Belanda termasuk bupati di era pasca Perang Jawa berakhir di Karesidenan Bagelen dimana Kebumen dan Karanganyar berada di dalamnya memberikan keterangan yang cukup jelas perihal nama dan urutan serta tanggal penetapan bupati di Karanganyar.

Perihal Raden Tumenggung Kertanegara dan Raden Tumenggung Soekadis tercatat jelas dalam Almanak en Naamregsiter van Nederlandsch Indie maupun dalam Regerings Almanak Voor Nederlandsch Indie. Dalam Regerings Almanak Voor Nederlandsch Indie (1867) disebutkan bahwa Raden Tumenggung Karta Negara dilantik tanggal 11 Februari 1864.  Dalam Regerings Almanak Voor Nederlandsch Indie (1893) disebutkan bahwa Raden Tumenggung Soekadis dilantik tanggal 19 September 1885.


Menariknya dari dokumen surat kabar era kolonial kita mendapatkan sedikit gambaran mengenai Raden Soekadi bahwasanya sebelum menjadi Bupati Karanganyar (1885) beliau pernah menjabat sebagai sekretaris di district (kawedanan) Loano regentschap (kabupaten) Purworejo. Saat menjabat bupati menerima gelar Tumenggung sehingga nama lengkapnya menjadi Raden Tumenggung Soekadis (Bataviaasch Handelsblad, 21 September 1885).


Dua tahun kemudian Raden Tumenggung Soekadis mengganti namanya menjadi Karta Negara dan mendapatkan ijin dari pemerintahan Belanda sehingga namanya menjadi Raden Tumenggung Karta Negara atau Raden Tumenggung Sukedis Kerta Negara (Bataviaasch Handelsblad, 26 Juli 1887). 

Menyisakan persoalan yang harus dipecahkan dengan lebih seksama untuk kepentingan sejarah lokal dan sejarah kota, apakah makam tidak bernama di kawasan Pekuncen di samping makam Raden Ayu Tumenggung Kertanegara adalah Raden Tumenggung Kertanegara atau Raden Tumenggung Sukadis Kertanegara? Sejarah terkadang selalu bersifat sementara dan dinamis karena setiap ada data dan penemuan baru yang mebih menguatkan akan memperbaiki narasi sejarah sebelumnya.

Melakukan pelacakan masa lalu dapat mengombinasikan beragam sumber baik sumber lisan maupun tertulis (babad, surat piagem, dsj) ataupun dokumen kolonial (almanak, regerings alamanak, surat kabar, stamboek, jurnal dsj) sehingga kita dapat merekonstruksi masa lalu dengan lebih baik lagi.

 

 

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. Mohon ma'af pak niki kulo waos karyanipun panjenengan ...tirose wonten keterangan saking keturunan eyang sukadis Prof. Sugeng supriyadi mbok bileh jenengan saget nepangaken kulo nopo maringi ngertos kaliyan pak sugeng priyadi... Kulo nggeh saking tedak turun eyang sukadis ingkang keagungan putro sabengat kartanegara

    BalasHapus