Kamis, 20 Juli 2023

MENCARI DR GOELARSO ASTROKOESOEMO

Mengapa judul artikel ini “Mencari Dr. Goelarso Astrokoesoemo?” Bermula dari sebuah kegelisahan saat membaca sejarah RSUD Dr. Soedirman Kebumen yang memberikan keterangan sbb: “Namun kondisi ini sudah tidak strategis lagi dimasa sekarang, dan efektif sejak 1 maret 2015 Operasional RSUD Kebumen pindah secara keseluruhan ke gedung baru yang beralamat di Jalan Lingkar Selatan Desa Muktisari Kecamatan Kebumen. 

Bersamaan dengan kepindahan tersebut, RSUD Kabupaten Kebumen resmi mempergunakan nama RSUD dr. Soedirman Kebumen, dengan ditetapkannya Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun  tahun 2014 tentang Pola Tata Kelola pada RSUD dr. Soedirman Kebumen. Dr. Soedirman adalah direktur ke-2 setelah dr. Goelarso. Dikarenakan tidak dapat dilacaknya ahli waris dr. Goelarso maka dipilihlah nama dr. Soedirman yang memenuhi persyaratan perijinan ahli waris” (https://rsuddrsoedirman.kebumenkab.go.id/index.php/web/post/53/sejarah-rumah-sakit-umum-daerah--dr.-soedirman). 

Penamaan rumah sakit daerah yang baru setelah meninggalkan lokasi gedung lama pada tahun 2014 menjadi RSUD Dr. Soedirman (RSUD lama sebelumnya bernama Zending Ziekenhuis Pandjoeroeng - https://www.youtube.com/watch?v=VBhzIoQtMoE) dikarenakan nama yang semula hendak diajukan yaitu Dr. Goelarso tidak berhasil ditemukan ahli warisnya.

Kekosongan kisah mengenai siapa Dr. Goelarso dan ketidakberhasilan menemukan ahli waris mendorong penulis untuk meluangkan waktu melakukan pelacakan berbagai dokumen di era kolonial. Hampir tidak buku yang dapat memberikan petunjuk mengenai siapa sosok bernama Dr. Goelarso. Penyelidikan penulis sampai pada dua buah buku penting dan langka berjudul Orang Indonesia Jang Terkemoeka di Djawa (Gunseikanbu, 1944) dan Gedenkboek Jong Java 1915-1930 (Pedoman Besar Jong Java, 1930). Meskipun tidak ada catatan mendalam mengenai Dr. Goelarso Astrokoesoemo namun sejumlah keterangan pendek yang dituliskan cukup memberikan informasi berharga mengenai siapa dan bagaimana Dr. Goelarso.

Selain keberadaan dua buku langka di atas, sejumlah surat kabar berbahasa Belanda yang menuliskan berita seputar kegiatan Dr. Goelarso di kurun waktu 1935-an menjadi data berharga untuk melengkapi dan merekonstruksi sosok bernama Dr. Goelarso Astrokoesoemo

Dokter di Rumah Sakit Nirmolo, Karanganyar dan Rumah Sakit Pandjoeroeng, Kebumen

Siapakah dr Goelarso? Dalam buku yang diterbitkan di era Jepang dengan judul Orang Indonesia Jang Terkemoeka di Djawa (Gunseikanbu 1944:305) diperoleh keterangan penting mengenai aktifitas dr Goelarso sbb: Nama lengkapnya Goelarso Astrohadikoesoemo. Lahir di Pati pada tahun 2564 (1904). Mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) pada tahun 2578 (1918) dan Middelbare Landbouw School (MLS), serta STOVIA (Indlandsch Arts pada tahun 2589 (1929).

Pernah bekerja di Centraal Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ), Jakarta kemudian pindah ke CBZ Semarang. Pada  tahun 2590 (1930) ditugaskan di Wonosobo dan Kroya. Bertugas di Bulungan dan Tanjung Selor, Kalimantan Utara pada tahun 2590-2595 (1930-1935). Pada tahun 2595-2597 (1935-1937) menjadi dokter bagian Medisch Hygienische Propaganda di Karanganjar kemudian pada tahun 2597-2598 (1937-1938) menjadi dokter di Kebumen. Kemudian pada tanggal 1 Desember 2602 (1942) menjadi wakil kepala Rumah Sakit Kebumen.

Pernah duduk dalam keanggotaan Adviescommisie Inheemsche Geneeskracbtige Kruiden. Sejumlah karya ilmiah yang pernah dipublikasikan al., Larven en Muskietenvangsten ini  Onderafdeelingen. Boeloengan (2594/1934). Organisasi yang pernah diikutinya adalah Jong Java dan menjabat sebagai ketua.

Nama dr Goelarso beberapa kali terlacak dalam dalam surat kabar berbahasa Belanda antara tahun 1935-1938. Sebuah kemeriahan pembentukan ASIB  (Algemeen Steundfonds voor Inhemsche Behoftigen - Dana Sokongan Umum Untuk Penduduk Pribumi Miskin) di Karanganyar ditandai salah satunya dengan berbagai kegiatan perlombaan.

Pembukaan dirayakan dengan meriah dengan dibukanya  berupa pasar malam selama 8 hari di alun-alun dan sejumlah perlombaan selama beberapa hari al., sepak bola, panahan, tenis meja, bahkan balapan sepeda. Sebuah pawai berjalan dari Karanganyar menuju Gombong (15 km) dengan melibatkan pemuda pribumi dan sejumlah siswa sekolah baik sekolah desa, sekolah Hollandsh Inlandsch School ataupun Europesche School.

Di antara lomba yang menarik dilaporkan adalah balapan sepeda (wielerwedstrijd). Ada 13 pembalap yang berasal dari beberapa kota al., dari Yogyakarta, Semarang dan Banyumas, dengan beberapa nama peserta Indardjo, Djajadi, Moedjono, Worner dan Verscheuren.

Meski turun hujan, Bupati melepas balapan sepeda pada pukul 07.15 dan ambulan dari rumah sakit Nirmolo mendampingi peserta. Dr Goelarso nampak mendampingi Bupati Karanganyar bersama mobil panitia saat perlombaan sepeda berjalan (Teguh Hindarto, Kemeriahan di Alun-Alun Karanganyar dan Perlombaan Balapan Sepeda Tahun 1935 - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/01/perlombaan-balapan-sepeda-di.html)

Nama dr. Goelarso kembali muncul dalam sebuah bertita berjudul, Voor de Kankerbestrijding yang dimuat oleh  surat kabar De Locomotief (29 November 1938) berikut ini, “Minggu malam ini pukul 8 di ruang rapat kantor kabupaten (Kebumen), dokter Goelarso akan memberikan kuliah tentang kehidupan dan pekerjaan pasangan Curie dan Johann Röntgen”

Dalam sebuah berita mengenai penayangan film propaganda kesehatan bagi masyarakat Kebumen, nama dr. Goelarso kembali muncul. Saat itu jabatannya adalah Dienst der Medisch Hygiënische (Dinas Propaganda Kebersihan Medis) di Kebumen dan bersama Bupati Kebumen berhasil menayangkan film propaganda kesehatan dari N.I.O.G yang dipimpin Volkstedt dan Brouwer sebagaimana dilaporkan De Locomotief (16 Maret 1938).

Bisa jadi, dr. Goelarso kemudian pindah dan ditempat di rumah sakit Kebumen sekitar tahun 1938 yang pada masa itu masih di bawah pengelolaan Zending (Badan Pekabaran Injil) dengan nama Zending Ziekenhuis/Hospitaal “Pandjoeroeng”.

Ketua Jong Java Tahun 1927

Dalam daftar riwayat organisasi yang dikeluarkan Gunzeikanbu (1944) disebutkan bahwa dr Goelarso pernah menjadi Ketua Jong Java 1927 sebelum bertugas sebagai dokter. Apa dan bagaimanakah organisasi Jong Java? Koentjoro Poerbopranoto Ketua Jong Java terakhir (1929) menjelaskan secara ringkas sejarah dan maksud tujuan pendirian Jong Java dalam sebuah artikel berjudul, Korban Jong Java Terhadap Kepada Tanah Air

Organisasi ini didirikan semula bernama Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia) pada tanggal 7 Maret 1915 untuk merespon pemikiran nasionalisme yang diinisiasi oleh organisasi Boedi Oetomo (1908). Sekalipun organisasi ini dibentuk untuk mempersatukan para pemuda di Indonesia namun AD/ART baru membatasi kewilayahan pada Jawa dan Madura maka keanggotaannya masih terbatas.

Oleh karena itu atas desakan eksternal dan internal maka nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java dan membuka keanggotaan para pemuda luar Jawa. Sebagaimana dikatakan Koentjoro Poerbopranoto, “Maka oentoenglah kekoerangan ini segera dilenjapkan serta nama ‘Tri Koro Dharmo’ ditoekar dengan nama dalam bahasa Barat: JONG-JAVA. Perobahan ini, jang dilakoekan dikongrès jang pertama di Solo pada tahoen 1918, dapat memoedahkan bekerdja bersama-sama dengan saudara 2 dari tanah Pasoendan, Bali dan Lombok” (Gedenkboek Jong Java 1915-1930:27).

Untuk merespon Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) maka dua bulan kemudian, Pedoman Besar Jong Java membuka kongres ke- XI pada tanggal 25 - 31 Desember 1928 di Yogyakarta yang isinya adalah mempersiapkan sebuah bentuk pengorbanan besar Jong Java untuk membubarkan organisasi dan akan bergabung dalam organisasi yang baru bernama bernama Indonesia Moeda.

Pada tanggal 23 April 1929 dibentuk Komisi-Persediaan dalam rangka mempersiapkan pembentukan organisasi baru. Atas undangan Pedoman Besar Jong-Java berkumpulah organisasi Pemoeda Soematra, Pemoeda Indonesia dan Jong Java untuk mengadakan rapat persiapan di pavilyun  Indonesisch Clubgebouw, Jakarta. hari 23 April 1929. Pertemuan menyepakati melaksanakan keputusan Kongres XI di Yogyakarta dan mempersiapkan sebuah nama baru untuk peleburan organisasi pemuda ini dengan nama Indonesia Moeda.

Kongres XII, 27 Maret 1929 merupakan riwayat penghabisan bagi Jong Java dan dalam kongres ini dihasilkan sebuah keputusan sbb:

Pertama: Sedjak dari sa’at ini perkoempoelan Jong- Java, dahoeloe bemama Tri Koro Dharmo, tidak berdiri lagi; Kedoea: Sedjak dari sa’at ini segala tjabang perkoempoelan Jong-Java, dahoeloe bernama Tri Koro Dharmo, diserahkan kepada Komisi Besar Indonésia Moeda; Ketiga: Sedjak dari sa’at ini segala tjabang Jong- Java, dahoeloe bernama Tri Koro Dharmo, berdiri dibawah pemandangan Komisi Besar dan berwadjib bersatoe didalam perkoempoelan Indonésia Moeda. (Gedenkboek Jong Java 1915-1930:37-38).

Koentjoro Poerbopranoto menutup tulisannya dengan berkata, “Beratoes-ratoes kaoem nasionalis kita dapat mempersaksikan wafatnja Jong-Java pada sa’at itoe. Pada sa’at itoe meréka menghadiri djoega lahirnja anak jang telah lama dinanti-nanti, jalah anak jang tjantik-manis: Indonésia Moeda. Dengan lahirnja anak ini bermoelalah bagi tanah air kita zaman baharoe: zaman INDONÉSIA RAJA” (Gedenkboek Jong Java 1915-1930:38).

Sekalipun buku Gedenkboek Jong Java 1915-1930 ini tidak menuliskan apapun tentang Dr. Goelarso namun satu-satunya bukti penting dalam buku tersebut adalah foto Dr. Goelarso dan keterangan sebagai Ketua Jong Java tahun 1927.

Selama berdirinya hingga akhirnya bubar ketua pengurus besar Jong Java berturut-turut adalah: Satiman Wirjosandjojo (1915-1917), Suhardi Ariotedjo (1917-1918), Sukiman Wirjosandjojo (1918-1919), Sutopo (1919-1920), Mukhtar Atmo Supardjojo (1921-1922), Ma’amun (1923), Samsuridjal (1923-1924), Sumarto Djojodihardjo (1925), Sunardi Djaksodipuro (1926), Gularso Astrohadikusumo (1927), Sarwono Prawirohardjo (1928); dan Kuntjoro Purbopranoto (1929)

Ibu Gularso Sebagai Ketua Perwari (Persatuan Wanita Indonesia) Kebumen

Ketika Republik Indonesia terbentuk pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, di berbagai daerah dipersiapkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Demikian pula di Kebumen. Buku berjudul Gelegar di Bagelen: Perjuangan Resimen XX di Kedu Selatan 1945-1949 dan Pengabdian Lanjutannya (2003) memberikan informasi penting situasi kondisi Kebumen pasca kemerdekaan khususnya menghadapi Agresi Militer I dan II.

Dalam buku ini disebutkan meski hanya satu paragraf di dua halaman mengenai ibu Goelarso. Tidak begitu jelas apakah yang dimaksudkan adalah istri Dr. Goelarso. Namun melihat penyebutan namanya di antara peristiwa penting di ibu kota kabupaten pasca kemerdekaan, sangat kuat diduga yang dimaksudkan adalah istri Dr. Goelarso  yang saat itu menjabat sebagai Ketua Perwari (Persatuan Wanita Indonesia. Di masa Jepang disebut Fujinkai).

Keterlibatan Ibu Goelarso dalam buku ini dijelaskan sebagai penyedia dapur umum sebagaimana dikatakan, “Selain itu, tidak kecil pula perhatian dari ibu-ibu Perwari di Kebumen di bawah pimpinan Ibu Goelarso dan Ibu Mangkoe Soemitro serta organisasi wanita lainnya. Mereka, ‘saiyeg sa-eko-proyo, cancut tali wanda’ (serentak segera bersama, bertindak) menyelenggarakan dapur umum untuk bekal pasukan BKR Kebumen yang dipusatkan di Gedung Sekolah Cina HCS (Holland Chinese School) yang terletak di Jalan Kutoarjo, dekat Monumen Walet” (2003:32).

Demikianlah hasil pelacakan dokumen untuk menemukan sosok bernama Dr. Goelarso yang pernah berkiprah sebagai Ketua Jong Java Tahun 1927 dan dokter yang berkarya di Karanganyar dan Kebumen sekitar tahun 1935-1945. Tulisan ini jauh dari lengkap. Sebaliknya masih bersifat fragmentaris namun setidaknya memberikan separuh gambaran mengenai siapa dan apa yang telah dilakukan Dr. Goelarso di Karanganyar dan Kebumen di akhir pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan Jepang serta awal kemerdekaan.

Kemanakah Dr. Goelarso dan keluarganya pasca Agresi Militer I dan II? Dimanakah beliau wafat dan dikebumikan? Dimanakah saat ini keluarganya tinggal? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang menyisakan misteri. Kiranya melalui tulisan ini, pelacakan dan penulisan kisah kehidupan Dr. Goelarso berlanjut dan semakin melengkapi apa yang sudah dimulai saat ini.

Nama beliau layak dipertimbangkan untuk disematkan di ruang-ruang publik (rumah sakit, jalan, ruangan salah satu bangunan pemerintahan, dsj) di kota Kebumen dan sekitarnya sebagai sebuah penghormatan terhadap kontribusi penanganan kesehatan pada masanya. Kiranya.


Naskah artikel ini pernah dimuat di Qureta.com (2022)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar