Dua bulan menjelang penghapusan status Karanganyar sebagai kabupaten, pada bulan oktober 1935 terjadi keramaian luar biasa di Karanganyar khususnya di alun-alun. Sebuah berita berjudul, De Faroka Sportwedstrijden te Karanganjar menuliskan, "Antusiasme yang tinggi (groote animo) terhadap perlombaan olahraga yang diselenggarakan oleh N. V. Faroka di bawah arahan Bapak E. Steevensa, untuk kepentingan Pasar Malem Dari divisi Asib yang baru dibentuk" (Algemeen Handelsblad, 29 Oktober 1935).
A.S.I.B adalah singkatan dari Algemeen Steundfonds voor Inhemsche Behoftigen (Dana Sokongan Umum Untuk Penduduk Pribumi Miskin). Krisis ekonomi (malaise) menjadi pemicu terbentuknya badan amal sosial yang diprakarsai Nyonya A.C. de Jonge pada tahun 1935. Di Kebumen telah berdiri A.S.I.B pada tahun 1935 (Teguh Hindarto, Bukan Kota Tanpa Masa Lalu, 2020:152-154).
Dalam rangka pembentukan A.S.I.B di Karanganyar disambut dengan sebuah perhelatan meriah berupa pasar malam selama 8 hari di alun-alun dan sejumlah perlombaan selama beberapa hari al., sepak bola, panahan, tenis meja, bahkan balapan sepeda. Sebuah pawai berjalan dari Karanganyar menuju Gombong (15 km) dengan melibatkan pemuda pribumi dan sejumlah siswa sekolah baik sekolah desa, sekolah Hollandsh Inlandsch School ataupun Europesche School.
Di antara lomba yang menarik dilaporkan adalah balapan sepeda (wielerwedstrijd). Ada 13 pembalap yang berasal dari beberapa kota al., dari Yogyakarta, Semarang dan Banyumas, dengan beberapa nama peserta Indardjo, Djajadi, Moedjono, Worner dan Verscheuren.
Meski turun hujan, Bupati melepas balapan sepeda pada pukul 07.15 dan Tan Tjing Giem dari Gombong melesat lurus ke depan, namun harus menyerah setelah 100 m karena bannya kempes.
Rute balapan sepeda adalah Karanganjar - Sokka - Klirong - Petanahan - Poering - Kuwarasan - Gombong - Karanganjar dengan jarak total 66 km, melewati jalan desa yang bagus dan jalan aspal yang baik.
Sampai di Sokka mereka melaju di sepanjang jalan utama, dengan Verschueren dan Soemardjan memimpin di depan, disusul Indardjo dan Djajadi, sementara Mujono terus melaju dengan tenang di belakangnya. Soemardi dan Soembodho tertinggal sekitar 1/2 k.m.
Di Sokka, para pengendara harus menghadapi jalan yang agak licin dan mereka mulai mengurangi kecepatan di bagian jalan ini. Skuadron utama terdiri dari Worner, Verschueren, Moedjono, Gotte, Soemardjan, Indardjo, Getojo dan Djajadi, di belakangnya mobil panitia melaju langsung bersama Bupati, Bapak Steevensa dan Dr. Goelarso. Ambulans rumah sakit Nirmolo juga melaju untuk mencatat setiap kecelakaan, sementara mobil lain melaju di belakangnya karena tertinggal
Djajadi, yang memimpin setelah Sokka memilih untuk tidak melaju terlalu cepat, menyalip Indardjo setelah Klirong, diikuti oleh Oetojo dan Soemardjan. Soembodho yang semula tertinggal dan terlewatkan mulai bergabung dengan rombongan ini.
Verschueren, pembalap tangguh dari balapan Semarang, dengan tenang mengikuti rivalnya dan menjaga kecepatan. Di dekat Petanahan, Soemardi keluar karena ban rusak dan Mujono sempat lolos, disusul Indardjo dan Djajadi. Götte, yang pernah mengikuti beberapa kompetisi di Tegal dan karena itu sudah tidak asing lagi, tetap berada di lini tengah dan dengan demikian mempertahankan posisinya hingga Gombong.
Di Poering, posisinya diubah, karena Djajadi keluar dan memimpin, disusul Worner dan Soemardjan. Ini tetap tidak berubah hingga Kuwarasan, ketika Indardjo tiba-tiba memulai langkah yang bagus dan memimpin hingga Gombong.
Demikianlah penggalan keramaian di alun-alun Karanganyar dan sejumlah kegiatan perlombaan selama beberapa hari termasuk pertandingan balapan sepeda yang menarik. Sangat meriah suasana Oktober 1935 tersebut seolah-olah hendak melepaskan gundah dengan meriah di ujung nasib yang sudah menanti di akhir tahun yang menanti yaitu penghapusan status kabupaten Karanganyar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar