Rabu, 28 Juli 2021

GENTING ABOENGAMAR DI SOKKA DAN TICHELWERKEN DI KEBOELOESAN

Siapa yang tidak mengenal produk genting Sokka di Kebumen? Kualitasnya telah dikenal sampai keluar kota Kebumen. Keberadaan pabrik pembakaran batu bata dan genting di Sokka tidak bisa dilepaskan dari satu nama yang sangat dikenal dan sering disebutkan di media massa berbahasa Belanda yaitu Aboengamar. Hari ini beberapa tempat pembakaran genting (tobong) berdiri di sekitar Sokka Kebumen yang tidak selalu berkaitan dengan nama Aboengamar.

Dalam artikel sebelumnya penulis pernah mengulas mengenai sosok Aboengamar melalui pelacakan sejumlah berita dan artikel di surat kabar berbahasa Belanda (Teguh Hindarto, Aboengamar, Eksportir Genting Pribumi Dari Sokka: Dinamika Ekonomi Swasta Pribumi dan Swasta Belanda di Kebumen Era Kolonial - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/06/aboengamar-eksportir-genting-pribumi.html). Dan secara khusus penulis telah menuliskan mengenai Aboengamar dalam kedua berjudul, Bukan Kota Tanpa Masa Lalu: Dinamika Sosial Ekonomi Kebumen Era Arung Binang VII (Deepublish, 2020) dan Wetan Kali Kulon Kali: Mengenang Kabupaten Karanganyar Hingga Penggabungan Dengan Kabupaten Kebumen 1936 (Deepublsih, 2021).

Melalui artikel ini saya tidak akan mengulas kembali sosok Aboengamar dan genting Sokka namun akan membuat petikan fragmen berita surat kabar mengenai industri genting Aboengamar dan deskripsi aktifitas industri  pembakaran genting dan batu bata di era kolonial. Selain itu akan disampaikan juga mengenai nama sebuah pabrik genting dan batu bata yang tidak kurang penting dalam dinamika ekonomi industri yaitu N.V. Tichelwerken di desa Keboeloesan.

Perlu diketahui baik Sokka maupun Keboeloesan sebelum tahun 1936 masih masuk wilayah Regentschap (Kabupaten) Karanganyar District (Kawedanan) Pejagoan. Setelah 1936 keduanya masuk wilayah Regentschap Kebumen. Namun karena letaknya yang berdekatan dengan Kebumen (niet vier van Keboemen), maka Sokka kerap diidentikan dengan Kebumen pada masa itu.

Kebumen dan Karanganyar sejak era kolonial dikenal memiliki tanah liat yang baik sebagaiman dilaporkan dalam sebuah berita berjudul, Pannen Indiustrie oleh harian De Locomotief (13 Februari 1930) sbb:

Kabupaten Keboemen dan Karanganjar memiliki tanah liat yang sangat baik (uitmuntenden kleigrond) untuk pembuatan genting. Dua pembuat genting besar berlokasi di Soka, yaitu pabrik Hadji Aboengamar dan pabrik yang sangat modern (zeer moderne fabriek) dari N. V. Tichelwerken “Palembang”, direktur Mr. W.D. van Pelt.

Penyebutan Tichelwerken di Sokka maksudnya lokasi pabrik ini berada di District (Kawedanan) Sokka. Namun dalam laporan berita berjudul, N.V.V. Delegatie te Karang-Anjar oleh surat kabar De Locomotief (7 Juli 1931), saat Tuan Hoyer dari Hortus Bogoriensis atau Departemen Pertanian melakukan perkunjungan dengan didampingi Bupati Karanganyar, Iskandar Tirtoekoesoemo, disebutkan nama desa Kebulusan sebagai lokasi N.V. Tichelwerken sbb:

Pabrik “Tichelwerken Keboemen” milik Tuan Pelt dan berlokasi di kawasan Keboeloesan ini pertama kali dikunjungi

Sebelum kita mengulas secara singkat keberadaan pabrik genting Tichelwerken, ada beberapa keterangan menarik mengendai pabrik genting Sokka Aboengamar yang dilaporkan sejumlah media massa pada zamannya. 

Mari kita perhatikan beberapa di antaranya. Dalam sebuah laporan berjudul, Een Groote Inlandsche Industrie yang dimuat harian Het Nieuws (17 Februari 1920) dikatakan bahwa bisnis pembakaran genting Aboengamar merupakan kelanjutan bisnis ayahnya (Haji Achmad) yang telah memulai bisnisnya sejak 30 tahun lalu. Jika laporan koran ini tahun 1920 maka jika dikurangi 30 akan didapatkan angka tahun 1890.

Berita ini tidak berbeda jauh dengan laporan berjudul, Pannen Industrie yang dimuat harian De Locomotief (13 Februari 1930) yang menuliskan sbb:

Pembuatan batu dan genting di Sokka dan Keboemen berasal dari masa Staatspoor untuk meletakkan jalannya (produksi) di kedua tempat. Ketika saya bertanya kepada orang tertua desa bagaimana mereka bisa membuat genting, mereka memberi tahu saya beberapa hal berikut: Ketika KA Djokja - Bandung dibangun, seorang tuan datang ke desa Sokka dan membangun rumah, yang sekarang masih ada di sana

Jika merujuk artikel yang pernah penulis sajikan bahwa pembangunan jalur kereta dan stasiun Kebumen dilakukan pada tahun 1887 (Teguh Hindarto, Stasiun Kebumen, Masa Lalu dan Masa Kini - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/11/stasiun-kebumen-masa-lalu-dan-masa-kini_13.html). Maka keberadaan pabrik bata dan genting yang diinisiasi orang Belanda kemudian dilanjutkan oleh ayahanda Aboengamar.

Menariknya, Tuan Belanda yang tidak disebutkan namanya tersebut sangat dihormati masyarakat dan sebuah rumah didirikan di dekat stasiun Sokka sebagaimana dilaporkan:

Rumah yang dihuni oleh pengawas perkeretaapian (spoorweg-opzichter,) ini, juga pendiri kemakmuran di Sokka, dijaga sebagai penghormatan oleh orang tua desa. Kemudian missigit (masjid) dibangun di sebelahnya, dan tempat tinggal dari orang-orang dessa yang lebih kaya menyambut rumah itu dan sekarang terletak di halaman dan masih menjadi saksi kemakmuran dan kemajuan yang diberikan oleh penghuni pertamanya.

Di belakang Stasiun Sokka saat ini masih berdiri sebuah rumah tua yang sudah mulai kelihatan rapuh dan ambruk atapnya. Bisa jadi rumah ini adalah lokasi tempat pengawas kereta api yang dimaksudkan dalam surat kabar di atas.

Haji Aboengamar baru melanjutkan bisnis ayahandanya pada tahun 1906 karena menurut laporan surat kabar Het Nieuws (17 Februari 1920) bahwa Aboengamar melanjutkan bisnis ayahnya 14 tahun sebelum tahun 1920. Pada tahun 1920 pabrik genting Aboengamar telah menyerap pekerja sebanyak 1600 orang.

Harian surat kabar yang sama memberikan deskripsi aktfitas pengangkutan batu bata dan genting baik dari lokasi pembakaran sampai Stasiun Sokka dan diangkut kereta sbb:

Lebih dari dua ratus grobak bolak-balik hari demi hari antara halte Sokka dan pembakaran dan di antara berbagai area pengeringan itu sendiri. Sepuluh hingga lima gerbong (wagons) dikirimkan per hari. Tapi ini bukan hanya genting (pannen), tetapi juga berbagai jenis batu bata dan ubin (baksteenen en tegels).

 

Bekas jalur grobak pengangkutan dan rel yang membawa sampai ke Stasiun Sokka hanya menyisakan satu bantalan baja yang masih terlihat di antara tempat penyimpanan bata dan genting yang belum dibakar.

Sampai hari ini, bekas pabrik genting Sokka Aboengamar masih berdiri dengan lima cerobong pabrik genting namun sudah tidak difungsikan. Bentuknya seperti sebuah bangunan candi namun dengan cerobong asab yang sangat tinggi. Jika memasuki ruangan dalamnya akan ada lubang di bawah lantainya untuk mengalirkan asap pembakaran ke arah tobong. Kapasitas pembakaran bisa mencapai 12.000 genting dengan waktu bisa mencapai ½ bulan lamanya.


Saat ini, model pembakaran yang sudah dilakukan sejak tahun 1980-an disebut dengan oven bak terbuka dan bisa menampung 20.000 genting dalam tempo beberapa hari saja. Tentu saja model baru pembakaran ini berkaitan dengan perubahan zaman yang memerlukan efisiensi waktu, sebagaimana dijelaskan Bapak Muchajin yang sedang melakukan pembakaran di lokasi tobong baru.

Kita kembali membahasa mengenai keberadaan pabrik genting Tichelwerken. Dalam surat kabar yang sudah dikutip sebelumnya, dibedakan jenis pembakaran bata dan genting Aboengamar sebagai tradisional dan Tichelwerken sebagai lebih modern. Yang paling modern sejauh ini adalah N.V. Tichelverken. Perusahaan didirikan pada tahun 1921 dan kini memiliki dua pabrik besar - salah satunya, satu di Palembang (dari mana dia berasal) dan satu di Soka, demikian tulis De Locomotief (13 Februari 1930). Sekalipun dituliskan tahun 1921, namun menurut berita surat kabar De Preanger Bode (3 November 2020) dikatakan bahwa peletakan batu pertamanya dilakukan pada bulan November 1920 sebagamana dikatakan:

Begin November zal de eerste steenlegging plaats hebben van de nieuwe fabriek van Tichelwerken te Keboeloesan in Zuid Kedoe (Peletakan batu pertama pabrik baru bernama Tichelwerken di Keboeloesan di Kedoe Selatan akan dilakukan pada awal November)

Pabrik genting Tichelwerken ini dikatakan telah menyerap ratusan pekerja dan memiliki 6 oven besar, pesanan dalam jumlah besar mengharuskan pembuatan oven lain. Omset pada tahun 1929 adalah: 486.000 genting Echtsche, 170.000 genting Flemish, 47.000 nokpannen, 20.000 genting laki-bini, 112.000 ubin, 160.000 klinker (batu bata), demikian laporan De Locomotief (13 Februari 1930).

Jika lokasi genting Aboengamar sudah banyak diketahui masyarakat Kebumen yaitu di belakang Stasiun Sokka (sejak ada pemasangan rel ganda, stasiun ini berhenti beroperasi), maka lokasi N.V. Tichelwerken tidak banyak diketahui dimana lokasi persisnya. Setelah beberapa bulan penulis melakukan pelacakkan dengan mengandalkan keterangan lokasi Keboeloesan (Kebulusan), maka sampailah penulis pada lokasi di mana pabrik genting Tichelwerken berada yaitu SMP 1 Pejagoan (yang pernah menjadi lokasi STM Kebumen) yang telah diresmikan sejak 17 Februari 1979.

Dugaan penulis dikuatkan melalui keterangan seorang penjaga sekolah SMP 1 Pejagoan bernama Bapak Rubangi (65 th). Menurut kesaksiannya semasa masih kecil kerap bermain di lokasi eks pabrik Tichelwerken yang sudah tidak berfungsi lagi. Dalam kesempatan peninjauan hari Rabu (28 Juli 2021) bersama Bpk Ario Sano dan Sdr. Sudarno Ahmad Nashori, penulis diajak melihat-lihat lahan sekolah seluas kurang lebih 1,4 hektar tersebut.

Sayangnya tidak ada satupun jejak artefak yang tersisa. Semua sudah bangunan baru. Namun Bapak Rubangi masih mengingat lokasi tobong dan juga kantor Tichelwerken di dekat pintu gerbang masuk sekolah. Menariknya, Bapak Rubangi sempat meninggalkan penulis beberapa menit kemudian kembali dengan membawa sejumlah ubin dan bata yang pernah diambil di bekas lokasi pabrik Tichelwerken.

Meskipun peninggalan berupa artefak begitu minim, namun ketarangan berdasarkan memori Bapak Rubangi dan beberapa pecahan bata serta bekas ubin Tichelwerken, dapat memperkuat lokasi historis pabrik yang sekarang difungsikan sebagai SMP 1 Pejagoan.

 

Melihat kembali seluruh lanskap historis berupa bekas pabrik genting Aboengamar dan Tichelwerken, khususnya tobong-tobong kuno Aboengamar yang masih berdiri tegak mengamati perubahan zaman di sekelilingnya. Alangkah baiknya jika ada pihak-pihak yang peduli (baik dari keluarga ataupun sejarawan lokal serta pegiat wisata sejarah bahkan pengusaha) untuk menjadikan kawasan bukan sekedar lokasi yang dipenuhi tanaman liar dan tidak terawat. Termasuk Stasiun Sokka yang saat ini tidak langi berfungsi.

Bukankah akan lebih baik jika menjadikan kawasan Stasiun Sokka dan tobong tua bekas pabrik genting Aboengamar menjadi titik kumpul bertemunya berbagai elemen masyarakat dan komunitas dengan mengubahnya menjadi museum atau kafe dsj. Bukankah banyak lokasi-lokasi masa kini (entah rumah makam, SPBU, hotel dsj) yang mengalihfungsikan gedung dan bangunan pabrik menjadi lokasi yang bersifat publik?

Berhasilkah kita melakukannya untuk kota kita sendiri? mari kita temukan jawabannya bersama-sama.

 

1 komentar:

  1. adakah pemodal yang bersedia kerjasama menyiapkan dana cukup untuk merealisasikan kawasan pabrik genting AB Sokka dan sekitar stasiun Soka yang non aktif sesudah jalur rel ganda untuk komunikasi dengan ahli waris sah cucu Profesor Soenardjo Aboengamar pemilik pabrik genting AB- Aboengamar?

    BalasHapus