Nama Aboengamar sayup-sayup
terdengar di sebagian masyarakat Kebumen sebagai seorang pengusaha genting
pertama di Sokka sejak era kolonial Belanda. Namun sejauh apa sepak terjang
beliau pada zamannya, belum banyak kajian menuliskannya.
Tulisan ini mencoba melakukan
beberapa penelusuran dan riset mengenai Aboengamar dan kejayaan perusahaan
genting Sokka di era kolonial melalui beberapa metode yaitu melakukan analisis
iklan dan artikel koran berbahasa Belanda untuk mendapatkan konteks sosial
ekonomi dan seberapa pengaruh bisnis genting Aboengamar pada zamannya serta
munculnya sejumlah pengusaha genting swasta Belanda sebagai pesaing.
Selain melakukan riset
literatur, dilakukan peninjauan lokasi pabrik genting Aboengamar yang beberapa
masih difungsikan dan dengan melihat bentuk bangunan -sekalipun nampak tua dan
lusuh di makan zaman – serta luasnya areal pabrik genting, memperlihatkan jejak
kesuksesan bisnis pada masa silam.
Tulisan ini sebagai sebuah
introduksi dengan memberikan sebuah sketsa umum dinamika bisnis pergentingan di
periode tahun 1917 dan seterusnya di wilayah Kebumen yang kala itu masih
menjadi wilayah Karesidenan Kedu. Diperlukan sebuah riset mendalam untuk
melengkapi artikel ini sehingga mendapatkan deskripsi yang komprehensif.
Pengusaha
Genting Pribumi Pertama
Dari hasil pengkajian sejumlah
iklan surat kabar berbahasa Belanda perihal keberadaan industri pembuatan
genting di distrik Sokka, Kabupaten Kebumen, sudah terdeteksi sejak tahun 1915.
Dalam sebuah laporan pendek di surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad bertanggal 30 Oktober 1915 berbunyi, “Als maar Dakpannen. De dienst der pest
bestrijding te Solo sloot met de pannenfabriek te Sokka een contract voor de
levering van zestigduizend pannen wekelijks” (Mengenai Atap Genting.
Pelayanan Melawan Wabah Pes di Solo menandatangai kontrak dengan pabrik
pembakaran genting di Sokka untuk memenuhi pasokan kebutuhan enam puluh ribu
genting dalam seminggu).
Pertanyaannya, pengusaha
pribumi atau Belanda yang telah memulai pendirian industri pembakaran genting
di Sokka pada tahun 1915? Pertanyaan tersebut agak sulit dilacak, sekalipun
data yang tersedia memetakkan adanya pengusaha pribumi maupun Belanda. Dari
hasil wawancara dengan Bapak Walispo (54 th), salah seorang pegawai genting
Sokka yang bertugas sebagai “Pusing” (petugas pemutar roda besi untuk mencetak
genting), sebelum Aboengamar sudah ada perusahaan genting oleh orang Belanda
yang dahulu terletak di sekitar SMP 1 Kebulusan, Pejagoan, Kebumen.
Tarikh awal nama pribumi yang
muncul dalam iklan koran berbahasa Belanda adalah Aboengamar sebagaimana
termuat dalam koran Het Nieuws van den
dag voor Nederlandsche Indie tanggal 29 Agustus 1917 dengan judul iklan,
“De Klei Uit De Loopgraven van Sokka” (Tanah Liat dari Parit Sawah Sokka).
Dalam iklan tersebut disebutkan bahwa Aboengamar mampu menyediakan 500.000 dakpannen (genting) dan 1.000.000 baksteenen (batu bata).
Bahkan untuk
pembelian tertentu mendapat pelayanan franco
waggon Sokka (pengiriman gratis dengan gerobag Sokka). Iklan genting dan
batu bata yang diproduksi Aboengamar muncul sepanjang tahun 1917-1930 dst di
berbagai koran berbahasa Belanda. Adapun pengusaha pribumi lain tidak terlacak,
atau memang hanya Aboengamar satu-satunya pengusaha genting pribumi saat itu.
Sebuah iklan yang diterbitkan De Indische Courant bertanggal 31
Desember 1934, dengan judul, “Vervoer Van Aarden Dakpannen” (Pengangkutan
Genteng Tanah) nama Sokka muncul sebagai salah satu lokasi pengiriman. Ke sejumlah
tempat di Jawa. Iklan tersebut nampaknya dikeluarkan oleh Jawatan Kereta Api
Negara (Staatsspoorwegen) dengan mengusung brand, Vlug (cepat), Veilig (aman),
Goedkoop (murah). Iklan tersebut
memperlihatkan dinamika dan prosepek bisnis genting di Sokka sekalipun tidak
menyebutkan pemain utamanya apakah pribumi yaitu Aboengamar atau swasta
Belanda.
Bukan Sekedar Pengusaha Genting
Biasa
Analisis terhadap sejumlah
iklan bisnis genting Aboengamar tidak memberikan kita sebuah gambaran yang lengkap
mengenai bisnis genting yang dijalankan Aboengamar. Namun dengan melakukan
pembacaan dan analisis terhadap dua artikel di sebuah koran berbahasa Belanda,
kita mendapatkan gambaran yang lebih lengkap bahwa Aboengamar bukan sekedar
pebisnis genting lokal dari kalangan pribumi melainkan eksportir genting hingga
ke luar negeri.
Sebuah artikel berjudul, “Uit Zuid-West-Kedoe” (Berita Dari Barat Daya
Kedoe) yang diterbitkan Bataviaasch
Nieuwsblad bertanggal 17 Oktober 1919 melaporkan sebuah bisnis yang
berkembang luar biasa di wilayah Kedu Barat yaitu di Kabupaten Kebumen distrik
Sokka di mana nama Abengamar disebutkan. Bisnis Aboengamar berkembang di saat
di sejumlah wilayah lain sedang mengalami kelesuan ekonomi dan sejumlah keluhan
terhadap pembangunan oleh pemerintah kala itu. Dalam artikel tersebut
dijelaskan sbb:
“Slechts
In betrekkelijk engen kring Is het bekend, dat zich in den loop der jaren hier
in Zuid-West Kïdoe een Industrie heft
gevormd, die beslist van beteekenls Is geworden. Wij bedoelen de
pannenindustrie. Het centrum hiervan vormt het nabij Keboemen gelegen Sokka,
waar een zekere hadji Aboengamar eigenaar is van een flinke steen- en
pannenfabriek. Wij hebben hem deser dagen eens opgegocht en ontleenen aan zijn
mededelingen het volgende:
Ongeveer
dertig jaren geleden Is de vader van den tegenwoordigen eigenaar ter plaatse
begonnen op zeer bescheiden voet met het bakken van pannen en steenen, waarvoor
bij de benoodigde grondstoffen uit de onmiddellijke nabijheld betrok.
Zijn
zoon beeft er ruim veertien jaren geleden een enorme uitbreiding aan gegeven en thans vinden orageveer 1.900 personen
in dese industrie een middel van bestaan. In bet eerst vonden de artikelen
slechts altrek In de naaste omgeving, maar thans is geheel Indie afzetgebied
geworden, zoowel Deli als Ambon, ja, zelfs worden er zendingen naat Japan
gestuurd.
Per
maand worden er zoo tussehen de éé i en twee miliioen pannen verkocht. Dé
grootste afnemers zijn de suikerfabrieken (het zondig kapitaal dus alweer
—s.i.c) de S. S, de N,I,S. en vooral ook Deli. Het vervoer van de bakkeren naar
de halte Sokka geschiedt met ongeveer tweehonderd grobaks per dag worden tien a vijftien wagons
pannen, zoowel als baksteenen, de wereld Ingezonden.
De
pannen kosten momenieel f 1750 per mille, de baksteen, naargelang der rrootte
12 tot 14 gld per mille en de tegels 10 cent per stuk. De zoogenaamde
wadaspotten, die In Kedoe zooveel worden aangetroffen, kunnen daar ook besteld
worden”.
De
Industrie neemt nog sleedt een grooter uitgebreidheid aan en is van teer groots
neteekenls voor de bewoners van het district Sokka.
Terjemahan bebas:
“Hanya
dalam lingkungan yang terbatas. Diketahui bahwa selama bertahun-tahun di sini
di Kïdoe Barat Daya sebuah Industri telah terbentuk yang pastinya menjadi
signifikan. Yang kami maksud adalah industri pembakaran genting. Pusat dari
industri ini adalah Sokka, yang terletak di dekat Keboemen, di mana seorang
haji bernama Aboengamar memiliki pabrik batu bata dan genting yang besar. Kami
pernah mengunjunginya di masa lalu dan mendapatkan keterangan berikut dari
pernyataannya:
Kira-kira
tiga puluh tahun yang lalu, ayah dari pemilik yang sekarang ini memulai di
tempat ini dengan membuat genting dan batu, yang membutuhkan bahan baku dari wilayah
terdekat yang terjangkau.
Putranya
membuat ekspansi besar-besaran lebih dari empat belas tahun yang lalu, dan hari ini sekitar 1.900 orang menemukan
penghasilan di industri ini. Pada
awalnya, usaha ini hanya menjangkau lingkungan mereka yang terdekat, tetapi
sekarang semua Hindia telah menjadi pasar - baik Deli dan Ambon - ya, bahkan pesanan
dikirim ke Jepang.
Setiap
bulan antara satu dan dua juta genting dijual. Pembeli terbesar adalah pabrik
gula .... yaitu ‘S.S’ dan ‘N, I, S’. dan terutama dari Deli. Transportasi dari tempat
pembakaran ke halte Sokka berlangsung sekitar dua ratus grobak per hari, sepuluh
hingga lima belas gerbong pengangkut genting, serta batu bata, dikirim ke
dunia.
Genting
saat ini harganya 1750 f per mille, batu bata -tergantung pada ukuran- 12
hingga 14 gld per mille dan ubin masing-masing 10 sen. Pot terbuat dari wadas,
yang banyak ditemukan di Kedoe, juga dapat dipesan di sana.
Industri
masih mengambil tingkat yang lebih besar dan sangat penting bagi penduduk
distrik Sokka”.
Dari keterangan artikel
tersebut kita melihat bahwa bisnia genting Aboengamar hanya melanjutkan bisnis
genting ayahnya namun yang membedakan adalah, Aboengamar berhasil “een enorme uitbreiding aan gegeven” (melakukan
ekspansi besar-besaran). Ekspansi besar-besaran tersebut bukan hanya di kawasan
Jawa melainkan luar Jawa hingga Deli, Ambon bahkan Jepang! Frasa, “zelfs worden er zendingen naat Japan
gestuurd” (bahkan pesanan dikirim ke Jepang) dan “de wereld Ingezonden” (dikirim ke dunia) menjelaskan ekspansi
bisnis Aboengamar yang bukan sekedar pebisnis lokal melainkan eksportir pribumi
Kebumen pertama yang bisnisnya merambah dan menguasai pasar nasional dan
internasional di era kolonial.
Rumah Pribadi Aboengamar
Berita yang sama muncul kembali pada tahun 1920 melalui sebuah artikel berjudul, “Een groote Inlandsche Industrie” (Industri Besar Dalam Negeri) yang diterbitkan, Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië bertanggal 17 Februari 1920. Berikut petikan artikelnya:
“Daar
bezit een zekere hadji Aboengamar een flinke bakkerij, welke een dertigtal
jaren geleden door zijn vader op bescheiden voet is begonnen...Steeds werd de zaak
meer uitgebreid en thans vinden er ruim 1.600 menschen een flink middel van
bestaan in. Kwamen de bestellingen eerst alleen uit de aangrenzende
residenties, al spoedig werd het afzetgebied grooter en thans omvat dit niet
alleen geheel Indië, ook Japan is er toe gaan behooren...Alleen dakpannen
worden er per maand bij de twee millioen de wereld ingezonden”
Terjemahan bebas:
“Di
sana ada Hadji Aboengamar yang memiliki tempat pembakaran besar, yang dimulai
dengan sederhana oleh ayahnya sekitar tiga puluh tahun yang lalu...Sekitar empat
belas tahun yang lalu, ketika dia mewarisi bisnis dari ayahnya, Hadji
Aboengamar menunjukkan ekspansi penting, karena jumlah pesanan terus meningkat
dan masih ada cukup pasokan bahan baku dari lingkungan sekitar...Bisnis menjadi
semakin luas dan sekarang lebih dari 1.600 orang menemukannya sebagai sarana
penghidupan. Awalnya, pesanan hanya datang dari tempat tinggal sekitar, namun segera
area penjualan menjadi lebih besar dan sekarang ini tidak hanya mencakup
seluruh Hindia, melainkan Jepang juga menjadi bagian dari bisnis tersebut....Hanya
genteng yang dikirim ke dunia setiap bulan sebanyak dua juta”
Munculnya Pengusaha Swasta
Belanda
Sekalipun menurut wawancara,
pengusaha genting pertama adalah orang Belanda, namun yang terlacak dalam iklan
koran berbahasa Belanda adalah tahun 1918 dan dimuat dalam koran Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië bertanggal 5 September 1918.
Dalam koran tersebut didapatkan
keterangan seorang agen perusahaan genting Sokka yang berada di Batavia dan
sekitarnya (Agent voor Batavia en omstreken) dengan nama L. Th. Haasman. Iklan
tersebut menuliskan, Verenigde Steenfabrieken
Keboemen Sokka S S W L: Onder leiding Directeur Ambachtsschool Keboemen (Perusahaan
Pabrik Genting Kebumen Sokka S.S.W.L: Di Bawah Pengawasan Direktur Ammbachshool
Kebumen). Dalam iklan tersebut disebutkan pula, Werkt niet langer met dure en slechte bouwmaterialen (Tidak lagi
menggunakan bahan yang mahal dan buruk).
Dua tahun kemudian, sebuah
artikel koran General Handelsblad bertanggal
4 Septembr 1920 nama pengusaha Belanda bernama Tuan Schoon mulai muncul dan
menjadi pengusaha besar yang memasok kebutuhan genting dengan 2 juta genteng
dan 1 juta bata setiap bulan. Pemesanan produksinya hingga Australia dan India.
Dalam artikel koran tersebut dijelaskan perihal pengaruh perusahaan ini, “Bij dat- bedrijf zijn ookvele Inlanders,
als deelende in de winst, betrokken” (Banyak penduduk asli juga terlibat
dalam perusahaan itu sebagai bagian dari keuntungan).
Nama perusahaannya Vereenigde Indische Tichelwerken (Perusahaan
Hindia Pembuatan Ubin) dan dideskripsikan, “welke
onderneming thans het grootste deel der pannen en steenenbakkerijen tusschen
Keboemen en Sokka en eene fabriek aan de Moeara Ogan in Palembang in handen
heeft” (yang perusahaan sekarang mengendalikan sebagian genting dan batu
bata antara Keboemen dan Sokka serta sebuah pabrik di Moeara Ogan di Palembang).
Bisnis Genting Sokka Masa Kini
Bisnis genting Sokka masih
tetap bertahan dari masa ke masa melewati pergantian zaman, dari pemerintahan
kolonial Belanda, kemudian Jepang serta Republik. Sampai hari ini, bisnis
genting di Sokka telah melahirkan sejumlah pengusaha di bidang ini, baik dari
keluarga Aboengamar maupun masyarakat lainnya.
Setiap bisnis di suatu zaman
memiliki kejayaan dan persoalannya masing-masing. Di era perkembangan teknologi informasi dan
kemunculan mesin-mesin modern yang menghasilkan genting dengan jumlah yang
lebih banyak dalam waktu yang sangat efisien, tentu bisnis genting Sokka
mengalami persaingan yang menguatirkan (Nasib
Genteng Sokka yang Genting -https://regional.kompas.com/read/2017/09/13/18570041/nasib-genteng-sokka-yang-genting).
Kiranya bisnis genting yang
memiliki akar historis sejak era kolonial ini bisa tetap hadir mewarnai
persaingan bisnis genting modern dengan dukungan semua pihak khususnya pemangku
kepentingan dalam memperbarui teknologi dan sumber daya manusia yang bekerja di
dalamnya.
Cat:
Foto pabrik, rumah pribadi, diambil pada Tanggal 29 Juni 2019 (Teguh Hindarto, Budi Lestari, Ario Sano, Sigit Asmodiwongso, Rahmat Edy Akbar Nugroho, Rezava Zevaria (Rizky)
Mbah Buyut saya
BalasHapusSri lestari
HapusBeliau Mbah H Aboengamar adalah kakek saya, orang tua angkat ibu saya, semoga mbah Ngamar dilapangkan kuburnya dan kuburnya menjadi taman surga.... Aamiin YRA
BalasHapusAamiin Allahumma Aamiin.
HapusYa saya sebagai cucu dari beliau mbah Abungamar orangtua dr alm bapak saya Prof.Soenardjo sangat bangga .Semoga kami semua dapat tetap menjaga apa yg sdh dirintis beliau Aamiin YRA....
BalasHapusila syaikh Muhammad Anom 1 wa ahlihi, summa ila syaikh Muhammad Anom 2 wa ahlihi, wa ila bani Ahmad wa Ahlihi, wabil khusus ila Abungamar sekalian, ghofarollohu lahumul faatihah....
BalasHapuswa ila Prof. H. Soenardjoa almarhumin, ghofarollohu lahul faatihah
BalasHapusAamiin ya Allah..
BalasHapusBangga menjadi keturunan Bani Ahmad
BalasHapusMaturnuwun artikelnya. Saya cucu abu sallam keturunan beliau
BalasHapusSemua ngaku cucunya
HapusYa itu cerita dari kakek saya Abu Salam ketika beliau masih sugeng. Ingkang jumeneng wonten Wadaslintang
Hapushttps://g.page/masruri-genteng/review?gm
BalasHapusBp.Suhadi dan ibu Pudjiastuti menikah pada tanggal 5-2-1967
BalasHapusSuhadi : Bp.Prawirodiharjo PNS
Ibu : Saudah
( Mantri apyun )
Pudjiastuti:
Bp. M.syahirman bin. Asmawitanah ( Cilacap,Jawa tengah )
Ibu: Ramisem Binti Alimedja ( Purwokerto,Jawa tengah )