Selasa, 18 Juni 2019

TEROWONGAN IJO: MASA LALU DAN MASA KINI



Setelah diberlakukannya Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) yang diberlakukan oleh Van den Bosch pada tahun 1830, untuk menyiasati krisis moneter pasca Perang Jawa, ide tentang perkeretaapian diajukan dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa tersebut. Salah satu alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya pada masa itu.

Pada 17 Juni 1864, Gubernur Jenderal Mr. L. A. J. W. Baron. Sloet van Beele membuka jalur kereta api pertama di Jawa, yang saat itu merupakan bagian dari Hindia Belanda. Jalur ini milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda), dan jalur pertama yang beroperasi adalah antara Semarang dan Tanggung, dibuka pada 10 Agustus 1867 yang berjarak 26 km dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur SS - Staatsspoorwegen adalah 1.067 mm atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang (History of Railways in Indonesia - http://keretapi.tripod.com/history.html).


Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara akhir pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim ke Batavia atau Soerabaja (GEDENKBOEK der Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch Indie (1875-1925), Buku Kenang-kenangan kereta api dan trem di Hindia Belanda untuk masa laporan tahun 1875-1925, oleh S.A. Reitsma (Redaktur), Dinas Informasi Topografi Hindia Belanda - Jatinegara 1925).


Selain pembangunan jalur kereta api juga dibangun sejumlah terowongan untuk mempermudah dan mempercepat jalur transportasi dengan menembus dinding bukit. Ada 19 terowongan yang telah di buat dari kurun waktu tahun 1800-1900. Dari 19 terowongan ada sekitar 8 terowongan yang masih aktif dan terpanjang. Beberapa di antaranya adalah Terowongan Lampegan, Terowongan Sasaksaat, Terowongan Ijo.

Terowongan Lampegan berada di Kabupaten Cianjur dan dibangun pada tahun 1879-1882 dengan panjang 687 meter. Terowongan Ijo di Desa Bumi Agung, Kecamatan Gombong dibangun pada tahun 1885-1886 dengan panjang 58o meter. Terowongan Sasaksaat di Kecamatan Cipatat dibangun tahun 1902-1903 dengan panjang 949 meter.


Nama Terowongan Ijo muncul dalam sejumlah jurnal berbahasa Belanda dan koran berbahasa Belanda. Dalam sebuah artikel berjudul, Spoorwegverbinding van Oost- en West-Java. (Jalur Kereta Api Jawa Timur dan Jawa Barat) yang dimuat De Ingenieur Nomor 10 Tahun 1895 disebutkan sbb:

“Eene belangrijke beschrijving van de voornaamste bouwen kunstwerken in de stamlijn voorkomende o. a. van de Haven van Tjilatjap, brug over de Solorivier, brug over de Serajoerivier, tunnel te Idjoe, stationsgebouw te Djocjakarta, brug over de Progrorivier, brug over de Bogoivontorivier, baanvak Tjipattas •—-Padalarang, viaduct over de Tjitaroen, viaduct over de Tjikerang, viaduct over de Tjisadt en viaduct over de Tjisokkan, vindt men in de vijfde aflevering van den jaargang 1893—-1894 van het Koninklijk Instituut van Ingenieurs medegedeeld dooiden heer BOUWENS” (p.195)



“Deskripsi penting tentang karya seni paling penting di jalur utama Pelabuhan Tjilatjap, jembatan di atas Sungai Solo, jembatan di atas Sungai Serajoe, terowongan di Idjoe, bangunan stasiun di Djocjakarta, jembatan di atas Sungai Progro, jembatan di atas Sungai Sungai Bogoivonto, bagian Tjipattas - Padalarang, jembatan di atas Tjitaroen, jembatan di atas Tjikerang, jembatan di atas Tjisadt dan jembatan di atas Tjisokkan, dapat ditemukan dalam volume kelima tahun 1893-1894 terbitan dari Koninklijk Instituut van Ingenieurs (Institut Insinyur Kerajaan), yang diumumkan oleh Tuan BOUWENS” (hal 195).


Dalam sebuah artikel berjudul, Gegevens Over Het Ontwerp En Den Bouw van De Spoorwegtunnel te Sasaksaat. Lijn Padalarang—Krawang (Informasi tentang desain dan konstruksi terowongan kereta api di Sasaksaat, Padalarang - Jalur Krawang) oleh A.W. Jacommeti dkk., seorang Insinyur dalam Pelayanan Kereta Api Negara di Hindia Belanda dan dimuat dalam jurnal berbahasa Belanda bernama De Ingenieur (Vol 29 No 51 Tahun 1914), dikaji perihal  analisis data pembiayaan pembangunan sejumlah terowongan yang saat itu belum ada yang mengulas secara detail sejak awal pembangunannya.


Isi artikel memfokuskan pada Stasiun Sasaksaat. Stasiun Sasaksaat (Cipatat, antara jalur Purwakarta dan Padalarang) sendiri dibangun pada tahun 1902-1903 namun terowongan paling tua yang dibangun di Jawa dan letaknya tidak jauh dari Stasiun Sasaksaat yaitu di Lampegan (antara Sukabumi-Cianjur) yang dibangun pada tahun 1879-1882.

Data pembangunan terowongan di Sasaksaat diperbandingkan dengan terowongan yang ada di wilayah Gombong. Tidak disebut dengan nama “Idjoe”, hanya “De tunnel nabij Gombong” (terowongan dekat Gombong, p. 989) dan “gelegen in lagen van mergelzandsteen en mergelkalk” (terletak di lapisan marlstone dan batu kapur, p.989). Istilah mergelzandsteen (marlstone) merujuk pada kandungan kalsium karbonat atau lumpur yang mengandung kapur dan lumpur.


Data yang diulas adalah desain konstruksi dan sejumlah pembiayaan material serta penggunaan bahan peledak (dinamit) untuk melubangi bukit yang akan dipergunakan untuk terowongan. Omong-omong soal bahan dinamit untuk meledakkan bukit yang akan dijadikan terowongan Idjoe, disebutkan sebb, “Voor de tunnel bij Gombong was gemiddeld per M3. ongeveer 0.46 K.G. dynamiet gebruikt” (Rata-rata untuk terowongan di Gombong adalah per M3. sekitar 0,46 K.G. dinamit digunakan -  p. 991). Kebutuhan dinamit per meter perseginya adalah 0,46 kg.


Artikel menyitir sejumlah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh J.M. Sweep dalam majalah/jurnal Koninklijk Instituut van Ingenieurs, Afdeeling Ned.-Indië, yang diterbitkan pada tahun 1888 —1889. Tulisan J.M. Sweep hanya terpaut dua tahun dari tarikh akhir pembangunan terowongan Idjoe yaitu 1886.

 

Demikian pula nama Terowongan Ijo (Idjoe) muncul dalam sebuah sebuah laporan kecil di majalah/jurnal Indische Mercuur (Vol. 38  No 7, 26 November 1915) dengan judul, Spoorwegtunnels op Java (Terowongan Kereta di Jawa - p. 984) dijelaskan sbb:

“Men schrijft aan het Soer. Hbl: Door den aanleg der lijnen Cheribon-Kroja en Bandjar-Parigi is het aantal spoorwegtunnels (Maleisch : ikan kakap) op Java verdubbeld, dus van 5 op 10 gebracht. De oudste is die van den Lampeganberg (halte Lampegan bij Soekaboemi), op welks hellingen gedeeltelijk de thee van de ondernemingen Goenoeng Kentjana en Lampegan groeit De meest bekende is die van Maswati (op het theeland Maswati).

De merkwaardigste is de tunnel van Idjoe bij Gombong, geboord dooreen lagen heuvel. Op een steenworp afstands er vandaan loopt een mooie straatweg, waarover de Gombongers zonder moeite kunnen fietsen. Men had, door het tracé te verleggen, dien tunnel niet behoeven te boren.

De kostbaarste in onderhoud is de Mrawan-tunnel nabij den Garahan-tunnel op de lijn Kalisat-Banjoewangi. De aardstorting in 1910, welke den Mrawan-tunnel verstopte, een gevolg vaneen technische fout, kostte den lande bijna een half millioen aan herstellingskosten. Nog niet voltooid zijnde tunnels Gambarsarie en Kaliradjoek dijn Cheribon-Kroja) alsmede de Wilhelmina-, Prins Hendriken Juliana-tunnel (lijn Bandjar-Parigi)”


Terjemahan bebas:

“Orang-orang menulis di Soerabaja Handelsblad: Karena pembangunan jalur Cheribon-Kroja dan Bandjar-Parigi, jumlah terowongan kereta api (Melayu: ikan kakap) di Jawa meningkat dua kali lipat, sehingga sebelumnya 5 menjadi 10. Yang tertua adalah stasiun Lampegan (di Soekaboemi), di lereng mana teh Goenoeng Kentjana dan perusahaan Lampegan tumbuh. Yang paling terkenal adalah Maswati (di tanah teh Maswati).

Yang paling luar biasa adalah terowongan Idjoe di dekat Gombong, dibor melalui bukit rendah. Sepelemparan batu adalah jalan jalanan yang indah tempat orang Gombong dapat bersepeda dengan mudah. Tidak perlu mengebor terowongan itu dengan menggeser rute.

Pemeliharaan yang paling mahal adalah terowongan Mrawan dekat terowongan Garahan di jalur Kalisat-Banjoewangi. Gempa bumi pada tahun 1910, yang memblokir terowongan Mrawan, sebagai akibat dari kesalahan teknis, menelan biaya hampir setengah juta negara untuk biaya perbaikan. Terowongan Gambarsarie dan Kaliradjoek dijn Cheribon-Kroja belum selesai) serta terowongan Wilhelmina, Pangeran Hendriks dan Juliana (jalur Bandjar-Parigi)”

https://finance.detik.com

Terowongan Ijo disebutkan sebagai "de merkwaardigste" (yang luar biasa) dan ada pendeskripsian etnografis yang menarik, "Op een steenworp afstands er vandaan loopt een mooie straatweg, waarover de Gombongers zonder moeite kunnen fietsen" (Sepelemparan batu adalah jalan jalanan yang indah tempat orang Gombong dapat bersepeda dengan mudah). 

Mengapa dinamai Terowongan Idjoe/Ijo? Sampai sejauh ini belum didapatkan data yang memadai dan masih segelap terowongan yang disampingnya saat ini sedang dibuat terowongan baru dengan lebar 22 meter, tinggi 6 meter, dan panjang 600 meter sebagai bagian dari Proyek Rel Ganda Lintas Selatan Jawa sepanjang 431 km yang dimulai dari Cirebon ke Purwokerto.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar