Hotel der Nederlanden Batavia Dutch East Indies Indonesia 1910c postcard
https://www.hippostcard.com
Dalam dunia kepariwisataan
dikenal istilah main tourism superstructures
(sarana pokok pariwisata) yang meliputi: agensi travel dan pemandu tour, perusahaan-perusahaan
angkutan wisata, hotel dan resort serta home stay, bar dan cafe serta restoran,
obyek wisata dan atraksi wisata. Tanpa sinergi sejumlah elemen di atas,
kegiatan kepariwisataan mengalami ketimpangan.
Salah satu elemen main
tourism superstructures adalah
hotel. Keberadaan hotel telah mengalami dinamika selama berabad-abad dari mulai
sekedar tempat menginap untuk menampung sejumlah orang yang melakukan
perjalanan jauh hingga menjadi tempat menginap orang yang melaksanakan kegiatan
wisata dan bisnis.
Berbicara mengenai hotel, di
wilayah Kebumen dan Gombong era kolonial terlacak keberadaan dari periode tahun
1800-an dan 1900-an. Keberadaan hotel ini menimbulkan pertanyaan, apa fungsi
keberadaan hotel di era kolonial baik di Kebumen maupun Gombong? Apakah
keberadaan hotel berkaitan dengan keberadaan tempat wisata atau hanya sekedar
penginapan bagi sejumlah orang yang mengadakan transaksi bisnis antar kota?
Jika keberadaan hotel berkaitan dengan kegiatan pariwisata di era kolonial,
dimanakah pusat pariwisata tersebut?
Sebelum menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas, ada baiknya kita memahami secara singkat perihal
kegiatan kepariwisataan yang telah berkembang di di era kolonial saat Indonesia
masih bernama Hindia Belanda (East Indische). Hotel, menjadi salah satu bagian
yang melengkapi kegiatan pariwisata di Hindia Belanda.
Konteks Sosio Historis: Pariwisata
dan Keberadaan Hotel di Hindia Belanda
Pada
tahun 1934, Royal Dutch Mail mencoba
memikat wisatawan ke Hindia Belanda dengan memasang iklan di majalah Tourism in Netherland India. Majalah itu
didistribusikan ke seluruh dunia oleh Vereeniging
Toeristenverkeer.
Iklan
tersebut menjanjikan layanan yang baik, pantai pohon palem dan budaya eksotis.
Dengan melakukan hal itu, majalah tersebut hendak memaparkan dua fitur era
modern: pariwisata dan imperialisme. Awal abad ke-20 menyaksikan kebangkitan
global pariwisata modern terus berlanjut, karena waktu luang semakin menentukan
kehidupan di metropol (negara induk sebuah koloni), inovasi transportasi
membuat dunia lebih kecil, dan infrastruktur wisata muncul di mana-mana. Selain
itu, Royal Dutch Mail adalah
perusahaan penting dalam proyek kekaisaran Belanda. Ketika kerajaan-kerajaan
Eropa meluas ke seluruh dunia, begitu pula dengan kapal uap dan kereta api yang
menghubungkan metropol ke koloni-koloninya. Vereeniging
Toeristenverkeer didirikan di era imperialisme dan pariwisata ini.
Kisah
Vereeniging Toeristenverkeer adalah kisah tentang bagaimana kekuatan
kekaisaran Belanda, pemerintah kolonial dan pengusaha, memobilisasi pariwisata
untuk proyek kekaisaran Belanda. Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan, Hans Meulendijks,
dalam bukunya Tourism and imperialism in the Dutch East Indies: Guidebooks of the
Vereeniging Toeristenverkeer in the late colonial era (1908-1939), “Therefore,
the history of the Vereeniging is approached as ‘tourism in an imperial
context’, rather than ‘imperial tourism.’ This prevents that the understanding
of the Vereeniging is overdetermined by imperialism” (sejarah Vereeniging didekati sebagai 'pariwisata
dalam konteks kekaisaran', bukan 'pariwisata kekaisaran' . Ini mencegah bahwa
pemahaman Vereeniging terlalu ditentukan oleh imperialisme, 2017:20).
Industri
pariwisata di Hindia Belanda tidak berkembang dalam konteks yang terisolasi,
tetapi memanfaatkan konfigurasi modern pariwisata dan dikodekan dengan
pandangan dunia dunia kekaisaran tempat ia berasal.
Jauh sebelum Vereeniging didirikan pada tahun 1908, pariwisata telah menjadi salah satu kegiatan rekreasi paling populer dari populasi metropol. Bersama Couperus, banyak orang Eropa dan Amerika lainnya terlibat dalam pariwisata nasional dan internasional di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Beberapa kegiatan perjalanan liburan yang menyerupai pariwisata dapat dilihat dalam sejarah dari zaman kuno Yunani hingga kini, yaitu di era modern dan kondisi modernitas Barat, darimana konfigurasi pariwisata muncul. Sebagaiman dikatakan oleh Meulendijks, “Tourism became a prism for people to engage with the modern world around them. This prism was shaped by cultural sensibilities, consumption habits and technological advancements of the modern era” (Pariwisata menjadi prisma bagi orang-orang untuk terlibat dengan dunia modern di sekitar mereka. Prisma ini dibentuk oleh kepekaan budaya, kebiasaan konsumsi, dan kemajuan teknologi era modern, 2017:21). Saat menyebar ke seluruh dunia, ia mengubah politik, budaya, ekonomi, dan lingkungan dalam prosesnya.
Revolusi Industri (1750-an) dan urbanisasi yang cepat di Eropa telah mengubah kota menjadi ruang yang tidak sehat. Spa murni, resor pantai mewah dan tempat peristirahatan pegunungan yang indah menawarkan kepada para wisatawan perlindungan yang sehat dari kota-kota, dan memperkuat gagasan bahwa perjalanan tidak hanya perbaikan mental, tetapi juga bermanfaat bagi keadaan fisik seseorang.
Beberapa kegiatan perjalanan liburan yang menyerupai pariwisata dapat dilihat dalam sejarah dari zaman kuno Yunani hingga kini, yaitu di era modern dan kondisi modernitas Barat, darimana konfigurasi pariwisata muncul. Sebagaiman dikatakan oleh Meulendijks, “Tourism became a prism for people to engage with the modern world around them. This prism was shaped by cultural sensibilities, consumption habits and technological advancements of the modern era” (Pariwisata menjadi prisma bagi orang-orang untuk terlibat dengan dunia modern di sekitar mereka. Prisma ini dibentuk oleh kepekaan budaya, kebiasaan konsumsi, dan kemajuan teknologi era modern, 2017:21). Saat menyebar ke seluruh dunia, ia mengubah politik, budaya, ekonomi, dan lingkungan dalam prosesnya.
Revolusi Industri (1750-an) dan urbanisasi yang cepat di Eropa telah mengubah kota menjadi ruang yang tidak sehat. Spa murni, resor pantai mewah dan tempat peristirahatan pegunungan yang indah menawarkan kepada para wisatawan perlindungan yang sehat dari kota-kota, dan memperkuat gagasan bahwa perjalanan tidak hanya perbaikan mental, tetapi juga bermanfaat bagi keadaan fisik seseorang.
Berbeda dengan Inggris dan Prancis, Belanda
awalnya enggan membuka koloni mereka untuk turis. Sampai tahun 1902, mereka
membatasi akses bagi orang asing ke Hindia Belanda. Kondisi ini berubah dengan
munculnya era kolonial akhir, ketika pemerintah kolonial terlibat dalam
industri pariwisata dengan mendukung pembentukan Vereeniging Toeristenverkeer. Belanda bangga dengan harta kolonial
mereka di kepulauan Indonesia, dan siap untuk menunjukkan ini kepada dunia.
Mereka melihat kebijakan mereka sebagai “etis”
(sebagai konsekwensi dari kemunculan Politik Etis tahun 1901) dan efisien, dan
berputar di sekitar keuntungan dan konsolidasi daripada ekspansi. Namun,
seperti kerajaan Eropa lainnya, imperialisme Belanda memiliki karakter
ekspansionis dan kadang-kadang agak keras mengeksploitasi penduduk pribumi.
Dalam konteks ini Vereeniging muncul.
Sekitar tahun 1900, keadaan ideal untuk
dikembangkan pariwisata di Kepulauan Indonesia. Hindia Belanda terhubung ke
pelabuhan-pelabuhan utama di Asia, Australia dan Eropa oleh kapal uap, dan
agen-agen wisata seperti Thomas Cook and
Son yang telah menjadi aktif di Asia Tenggara sebelumnya.
Di Kepulauan Indonesia, perjalanan menjadi lebih
mudah, karena jalur kereta api dan jalan terhubung tempat-tempat penting di
pulau-pulau tersebut. Pemerintah kolonial mengakui potensi ini dan terlibat
dengan membantu mendirikan biro wisata internasional pertama di Jawa, Vereeniging Toeristenverkeer.
Pada tahun 1907 J.M. Gantvoort, pemilik Hotel des Indes di Batavia, telah
membahas kemungkinan mendirikan organisasi untuk mempromosikan perjalanan ke
luar negeri bersama J.G. Pott, Direktur Pendidikan, Agama dan Industri Lokal
pemerintah. Dalam brosur dan buku panduan, Vereeniging
dengan hati-hati membangun citra tujuan Jawa yang berpusat pada keindahan
alamnya.
Dalam pengantar brosur berjudul Come to Beautifull Java yang diterbitkan oleh Vereeniging Toeristenverkeer, di Batavia tahun 1930 (Hand Meulendijk, 2017:31) disebutkan:
JAWA: KEPULAUAN TROPIS YANG INDAH.
Reruntuhan Hindu yang Terkenal. - Banyak Gunung Berapi Aktif.
Pemandangan yang Memesona. - Pemandangan Luas.
Kebun Raya yang Terkenal.
Layanan Steamer- dan Kereta Api yang Sangat Baik.
Hotel Modern yang Baik.
JAWA: KEPULAUAN TROPIS YANG INDAH.
Reruntuhan Hindu yang Terkenal. - Banyak Gunung Berapi Aktif.
Pemandangan yang Memesona. - Pemandangan Luas.
Kebun Raya yang Terkenal.
Layanan Steamer- dan Kereta Api yang Sangat Baik.
Hotel Modern yang Baik.
Brosur Come to Beautifull Java juga menyebutkan “Hotel Modern yang Baik” di pulau itu, karena Vereeniging mengandalkan infrastruktur pariwisata Eropa dari organisasi anggotanya.
Di hotel-hotel ini, pelayan pribumi melayani kebutuhan para wisatawan. Mereka juga bisa disewa sebagai sopir, anak laki-laki bagasi, pemandu atau pembawa kursi sedan. Meskipun demikian, infrastruktur wisata Kepulauan tidak selalu diterima dengan baik. Vereeniging menerima keluhan tentang layanan yang buruk di hotel, berjuang dengan fakta bahwa tidak ada cukup akomodasi wisata di Jawa, dan harus berurusan dengan infrastruktur yang masih berkembang di luar Jawa.
Kegiatan Vereeniging untuk mempromosikan Jawa sebagai tujuan wisata tampaknya telah berhasil. Jumlah pengunjung internasional (belum tentu turis) tumbuh dengan cepat, dari 208 pada 1908 menjadi 5.579 pada 1913. Pada tahun 1914, para pengunjung asing ini terutama orang Inggris (yang juga termasuk kolonial Inggris), Amerika dan Australia, diikuti oleh Prancis, Jerman, dan Belanda (Hands Meulendijk, 2017:32)
Di hotel-hotel ini, pelayan pribumi melayani kebutuhan para wisatawan. Mereka juga bisa disewa sebagai sopir, anak laki-laki bagasi, pemandu atau pembawa kursi sedan. Meskipun demikian, infrastruktur wisata Kepulauan tidak selalu diterima dengan baik. Vereeniging menerima keluhan tentang layanan yang buruk di hotel, berjuang dengan fakta bahwa tidak ada cukup akomodasi wisata di Jawa, dan harus berurusan dengan infrastruktur yang masih berkembang di luar Jawa.
Kegiatan Vereeniging untuk mempromosikan Jawa sebagai tujuan wisata tampaknya telah berhasil. Jumlah pengunjung internasional (belum tentu turis) tumbuh dengan cepat, dari 208 pada 1908 menjadi 5.579 pada 1913. Pada tahun 1914, para pengunjung asing ini terutama orang Inggris (yang juga termasuk kolonial Inggris), Amerika dan Australia, diikuti oleh Prancis, Jerman, dan Belanda (Hands Meulendijk, 2017:32)
Pada akhir era kolonial
akhir, Hindia Belanda menerima lebih banyak pengunjung daripada sebelumnya.
Pada tahun 1937, total 16.918 pengunjung asing datang ke Hindia Belanda, banyak
dari mereka adalah turis.186 Selain kolonial dan wisatawan internasional,
sejumlah kecil elit Jawa berpartisipasi dalam kegiatan wisata 'Eropa' pada
tahun 1920-an (Hands Meulendijk, 2017:34).
Mereka melakukannya ini untuk
bersenang-senang, tetapi perjalanan juga merupakan cara untuk menunjukkan
pengaruh dan status politik. Invasi Jepang terhadap Hindia Belanda pada tahun
1942 menandai berakhirnya Vereeniging Toeristenververerer. Pada bulan Maret
1942, Jepang membubarkan semua organisasi di Hindia Belanda, termasuk Vereeniging.
Hotel di Kebumen dan Gombong
Abad 19 dan Abad 20
Jacques Levy-Bonvin dalam
artikelnya berjudul, Hotels mengatakan bahwa, “The history of hotels is intimately
connected to that of civilisations. Or rather, it is a part of that history”
(Sejarah hotel terkait erat dengan peradaban. Atau lebih tepatnya, itu adalah
bagian dari sejarah itu - https://www.hospitalitynet.org/opinion/4017990.html). Artinya, keberadaan hotel telah
ada setua peradaban manusia. Bahkan di era sebelum Masehi pun sudah berkembang
sejumlah penginapan sekalipun belum dihubungkan dengan kegiatan kepariwisataan.
Dalam artikel, Jacques
Levy-Bonvin memberikan karakteristik perkembangan hotel di Abad 19 (1800-an)
sebagai “hotels take over the town” (hotel-hotel mengambil alih kota) maka Abad
20 (1900-an) disebutnya “age of prosperity” (zaman kemakmuran). Tulisan
tersebut hendak memberikan deskripsi historis perkembangan hotel di Eropa pada
umumnya.
Bagaimana dengan sejumlah
koloni Eropa, khususnya Belanda di Jawa? Dari sejumlah penelitian surat kabar
berbahasa Belanda, ditemukan sejumlah data perihal keberadaan hotel di Kebumen
dan Gombong.
Hotel di Krakal, Alian - Kebumen
Sejumlah iklan telah beredar
pada tahun 1890-1891 al., De Locomotief: Samarangsch handels en
advertentie blad bertanggal 1 Desember 1890 dengan menuliskan nama
"Krakal" dan "Hotel Geopend" (Telah Dibuka Sebuah Hotel)
dan dilberi keterangan, "Een der
gezondste badplatsen op vor Java voor zeiken en herstelenden" (Salah
satu area paling sehat di Jawa untuk orang sakit dan mengalami kesembuhan)
Dalam koran yang sama, De
Locomotief: Samaranggsch handels en advertentie blad bertanggal 22 Juni
1901 disebutkan sebuah advertentie (iklan)
dengan istilah "Bad Hotel Krakal" yang artinya "Hotel Pemandian
Krakal".
Krakal, memang tempat pemandian
favorit dan sudah dikenal sejak era kolonial (Teguh Hindarto, Pemandian Air Panas Krakal di Era Kolonial: Weisbaden di Hindia - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2017/06/pemandian-air-panas-krakal-di-era.html). Ada ratusan iklan koran Hindia
Belanda yang dapat dilacak dari periode 1800-an hingga 1900-an tentang Krakal.
Lokasinya yang eksotik dan jauh dari keramaian kota menjadikan Krakal sebagai
tempat pariwisata pertama di Alian – Kebumen era kolonial dengan menyediakan
kolam pemandian untuk kepentingan penyembuhan penyakit kulit khususnya.
Hotel di Gombong
Iklan paling awal yang tercatat
dalam koran De Locomotief bertanggal
5 Mei 1880 menyebutkan nama Hotel Gombong
dengan deskripsi sbb:
Aanbevolen:
Hotel
Gombong (Midden Bagelen)
benevens
Do- a Dos verhuurderij van en tot Boentoe- Poerworedjo v.v. indien de reizigers
een nacht overblijven
Frasa, indien de reizigers een nacht overblijven (jika pelancong menginap)
sudah mengindikasikan kegiatan perjalanan, entahkah dengan tujuan wisata
ataupun bisnis. Istilah Dos a Dos berasal dari bahasa Prancis yang artinya “punggung pada punggung”
yang kemudian oleh orang Batavia dieja Sado.
Nama lain untuk Dos a Dos adalah Delman. Penamaan Delman berasal dari penemunya yakni Ir Charles Theodore Deeleman,
seorang insinyur, pandai irigasi yang memiliki bengkel besi di pesisir Batavia
(Jakarta sekarang).
Dos a Dos Tahun 1877 (https://id.wikipedia.org) dan 1903 (https://steamautomobile.com)
Iklan berikutnya dari De
Preanger-bode bertanggal 07
November 1898 berbunyi:
Het
naast bij zijnde v/h. Spoor-station.
NIEUW
GEOPEND.
Ruime,
luchtige kamers.
Bij
maandelijksch verblijf worden billijke voorwaarden getroffen.
Keuken
onder Europeesch toezicht.
Voor
zindelijkheid en nette bediening wordt ingestaan.
Eten
ook buitenshuis verkrijgbaar.
Wagens
aan alle treinen. Brieven en telegrammen: Hotel RICHTER, Gombong.
Beleefd
aanbevolen:
A.
A. RICHTER
Frasa, Bij maandelijksch verblijf worden billijke voorwaarden getroffen (Kondisi
yang layak untuk masa inap bulanan) dan Keuken
onder Europeesch toezicht (Dapur di bawah pengawasan orang Eropa)
mengindikasikan sebuah kegiatan bisnis dan pengunjung orang-orang Eropa.
Sebuah iklan yang dikeluarkan
oleh Bataviasch
Nieuwsblad, 21 Oktober 1904 menyebut Hotel Pellen di Gombong bersama sebuah peta perjalanan (wisata?)
dengan keterangan Aan te
Bevelen Hotels (hotel-hotel yang direkomendasikan).
Kemungkinan Hotel Pellen yang disebutkan pada tahun 1904 adalah Hotel Gombong
yang disebutkan pada tahun 1880 karena menyebut nama pemilik yang sama.
Sebuah iklan yang dikeluarkan
oleh Bataviasch
Nieuwsblad, 17 Desember 1910 menyebutkan nama Hotel Gombong dan nama
pemiliknya Mevrouw (Nyonya) Pellen. Nampaknya keluarga Pellen di kebumikan di
Kerkhof Desa Semanding, Gombong karena
terdapat nisan megah bertuliskan namanya (Teguh Hindarto, Nama dan Kisah di Kerkof Gombong
- http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/05/nama-dan-kisah-di-kerkof-gombong.html).
Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië
bertanggal 13 Desember 1910 melaporkan sebuah iklan sbb:
Koolzuurhoudende
Warmwater-Baden te SEMPOR
Zijn
zeer uitstekend voor zenuw-, jichten Bheumatieklijders en bevorderen den
eetlust. Deze badinrichting, waar tevens EEN HOTEL aan verbonden is, is gelegea
op een afstand van 41/ a paal van Gombong. Inlichtingen zijn te bekomen bij den
Eigenaar
Ch.
RAPAPORT te Gombong
Nama sebuah hotel yaitu Een Hotel dihubungkan dengan sebuah
lokasi Koolzuurhoudende Warmwater-Baden
te SEMPOR (Pemandian Air Panas Berkarbonasi di SEMPOR). Kegunaan pemandian
air panas ini bertujuan untuk, Zijn zeer
uitstekend voor zenuw-, jichten Bheumatieklijders en bevorderen den eetlust (Sangat
luar biasa untuk penderita saraf dan asam urat, serta meningkatkan nafsu makan).
Namun demikian, keberadaan
pemandian air panas di Gombong ini begitu berpengaruh dan terkenal sebagaimana
pemandian air panas Krakal di Alian, Kebumen. Jika pemandian air panas Krakal
banyak diberitakan dalam bentuk artikel, berita serta iklan, maka pemandian air
panas di Sempor hanya muncul tahun 1910-1911 berupa iklan kecil.
Jika pemandian air panas Krakal
bertahan hingga kini dan tetap menjadi tempat wisata yang diminati, maka
pemandian air panas di Sempor sudah tidak diketahui letak persisnya. Namun
demikian sejumlah masyarakat di Dusun Karangjoho, Desa Sempor sampai hari ini
ada yang memanfaatkan air panas untuk kebutuhan sehari-hari. Apakah keberadaan Een Hotel dan tempat pemandian air panas
di Sempor tahun 1910 berada di kawasan ini? Sejauh ini belum dapat dipastikan
oleh penulis.
Koran De Preangerbode
bertanggal 1 November 1915 masih melaporkan keberadaan sebuah hotal bernama Hotel Rapaport dan diberikan keterangan,
In de onmiddellijke nabijheid van toko
Rapaport (di sekitar Toko Rappaport).
Di Mana Hotel-Hotel itu Sekarang?
Jika Kebumen memiliki tempat wisata di pemandian air hangat Krakal, kemungkinan Gua Karangbolong menjadi lokasi wisata di Gombong karena darui hasil pembacaan grafiti di atap gua terdapat tarikh 1885-an hingga 1940-an (Teguh Hindarto, Membaca Grafiti di Goa Jatijajar - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2018/12/membaca-grafiti-di-gua-jatijajar.html).
Jika Kebumen memiliki tempat wisata di pemandian air hangat Krakal, kemungkinan Gua Karangbolong menjadi lokasi wisata di Gombong karena darui hasil pembacaan grafiti di atap gua terdapat tarikh 1885-an hingga 1940-an (Teguh Hindarto, Membaca Grafiti di Goa Jatijajar - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2018/12/membaca-grafiti-di-gua-jatijajar.html).
Apakah keberadaan hotel-hotel di tahun 1800-an dan 1900-an di Krakal, Alian-Kebumen dan Gombong masih berfungsi atau telah berubah fungsi menjadi bangunan lain (pemerintah atau rumah pribadi)? Untuk hotel di Krakal tentu sudah mengalami perombakkan karena sejumlah foto yang ada memperlihatkan bentuk bangunan yang berbeda dengan bangunan masa kini.
Sementara untuk hotel di era kolonial di Gombong, sampai sejauh ini belum dilakukan riset mendalam mengenai keberadaan gedung dan lokasinya di masa kini. Entahkah sudah dihancurkan dan berganti dengan gedung baru atau masih tetap ada namun telah mengalami alih fungsi menjadi gedung pemerintahan.
Waktu yang akan terus menerus menyingkapkan data dan fakta sejarah dibalik penampakkan rumah-rumah tua yang dinaungi pepohonan rimbun atau berdiam tenang dan angker di tengah perkampungan warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar