Setelah mengalami kekeliruan
menemukan lokasi bernama Gua Kidang (Si Kidang), akhirnya penulis dan beberapa
teman berhasil menjejakkan kaki dan memasuki mulut gua dan berjalan beberapa
ratus meter menuju lorong yang semakin menurun ke bawah dan....gelap gulita.
Kami memutuskan untuk tidak
memasuki lebih dalam lorong gelap yang tidak teridentifikasi kedalaman dan apa
yang menanti di dalam sana, karena kami hanya membawa handphone yang memiliki
lampu dengan daya penerang yang terbatas.
Yang kami lakukan hanya
memotret sejumlah grafiti yang telah tersemat di mulut gua dan lorong sebelah
kanan dan kiri melalui alat paku yang digoreskan. Semua grafiti yang disematkan
hanya menuliskan nama seseorang dan tanggal mereka menuliskan nama dan
mengunjungi lokasi tersebut. Bahkan ada yang menuliskan angka tahun 1969. Entah
tahun kelahiran si pemilik nama atau tahun dia menyematkan namanya. Yang jelas,
goresan paku memenuhi sepanjang lorong sampai pertengahan lorong yang tidak ada
cahaya sama sekali.
Nampaknya anak-anak muda telah kerap mengunjungi lokasi ini pada hari tertentu dan mengoreskan nama mereka di lorong gua. Selebihnya, entah apa yang dilakukan mereka. Di mulut gua, kami menemukan setangkup sesaji yang terdiri dari dedaunan dan menyan yang dibakar.
Ketika penulis menanyai seorang
ibu yang kebetulan lewat dan membersihkan sawah keringnya, gua tersebut telah
lama dikunjungi dan dipergunakan untuk berbagai kepentingan. Ibu ini kelahiran
tahun 1958 dan memberikan kesaksian bahwa sejak kecil gua ini sudah dipakai
untuk tempat bertapa dan menyepi demi kepentingan tertentu. Sesaji yang
disediakan di mulut gua nampaknya berakar dari tradisi lama yang telah lebih
dahulu ada dimana lokasi tersebut dijadikan menjadi tempat menyepi dan
melakukan sejumlah aktivitas spiritual.
Menariknya, saat dilakukan pemotretan baik oleh penulis dan beberapa teman, di layar kamera nampak beberapa bulatan putih (orbs) dan ada juga kabut putih nampak keluar dari kedalaman gua yang gelap. Apakah itu? Tulisan ini tidak hendak memperdalam fenomena yang ditemui tersebut.
Sangat disayangkan, belum ada satupun laporan
akademik dan ilmiah terkait keberadaan gua yang disebut dengan Gua Kidang yang
berlokasi di Desa Nagaraji, Kecamatan Buayan ini. Selayaknya para peneliti
kebumian (geolog) seperti LIPI Karangsambung dapat melakukan penelusuran dan
penelitian serta memetakan batuan gua dan kedalaman serta muara gua demi
kepentingan ilmiah.
Di zaman Hindia Belanda, Tahun
1940, sebuah gua baru ditemukan di wilayah yang sekarang ini berada di kawasan
Karst Gombong Selatan atau Timur Gua Jatijajar. Koran berbahasa Belanda
menyebutkan sebuah wilayah yang tidak jauh dari Karang Bolong dan dekat dengan
Banyumudal. Berikut laporannya:
NIEUWE BEZIENSWAARDIGHEID
Ongeveer 9 kilometer van
Gombong, nabij Keboemen, ls aan den weg naar Karangbolong dicht bij
Banjoemoedal een grot met fraaie druipsteenvormingen ontdekt. Na den ontdekker,
een Chineesche opzichter uit de buurt, zijn reeds velen uit Gombong en Keboemen
de grot komen bewonderen. De nieuwe bezienswaardigheid heeft reeds een naam
gekregen: Boewa Barat, de Grot in het Westen (Bataviasch Nieuwsblad Tanggal 18
September 1940)
PENCARIAN BARU
Sekitar 9 kilometer dari
Gombong, dekat Keboemen, sebuah gua dengan formasi dripstone yang indah telah
ditemukan di jalan menuju Karangbolong dekat dengan Banjoemoedal. Setelah
penemu, seorang pengawas Cina dari lingkungan itu, banyak dari Gombong dan
Keboemen telah datang untuk mengagumi gua. Pemandangan baru telah diberi nama:
Boewa Barat, Gua di Barat)
Pada tanggal yang sama namun
koran yang berbeda dimuat sebuah judul dan laporan sbb:
NIEUWE GROT ONTDEKT.
Fraaie Druipsteenvormingen.
Ongeveer 9 kilometer van
Gomfoong, nabij Keboemen, Is aan den weg naar Karangbolong dicht bij
Banjoemoedal een grot met fraaie druipsteenvormingen ontdekt. Na den ontdekker,
een Chineeschen opzichter uit de buurt, zijn reeds velen uit Gombong en
Keboemen de grot komen bewonderen. De nieuwe bezienswaardigheid heeft al een
naam gekregen: Goewa Barat, de Grot in het Westen. (Aneta.) (Indische Courant
Tanggal 18 September 1940)
GUA BARU DITEMUKAN.
Formasi Batu Tetes Yang Indah
Sekitar 9 kilometer dari
Gomfoong, dekat Keboemen, sebuah gua dengan formasi dripstone yang indah telah
ditemukan di jalan menuju Karangbolong dekat dengan Banjoemoedal. Setelah
penemu, seorang pengawas Cina dari lingkungan itu, banyak dari Gombong dan
Keboemen telah datang untuk mengagumi gua. Pemandangan baru telah diberi nama:
Goewa Barat, Gua di Barat. (Aneta.)
Goa Barat ditemukan Tahun 1940
oleh seorang pengawas Tionghoa dan dideskripsikan sebagai
"druipsteenvormingen" (formasi batu tetes) alias stalaktit. Saat ini,
Gua Barat telah dikembangkan menjadi obyek wisata minat khusus dengan melakukan
caving di sepanjang lorong gua yang dipenuhi dengan stalaktit dan stalakmit.
Bagaimana dengan Gua Kidang?
Gua yang tidak diketahui siapa penemunya namun sudah sejak tahun 1950-an
dipergunakan masih dipenuhi dengan kabut misteri, segelap lorong yang tidak
kami masuki.
Kiranya para peneliti kebumian
mengarahkan perhatian dan melakukan sejumlah riset serta penelusuran yang
bermanfaat bagi masa depan pengetahuan ilmiah dan sekaligus menjaga
keberlangsungan ekologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar