Senin, 07 Agustus 2023

PEMBUKAAN TUJUH JALUR JALAN DI KEBUMEN UTARA TAHUN 1938 DAN HARAPAN KEBANGKITAN EKONOMI

Pembangunan infrastruktur berkontribusi memacu pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat nasional maupun daerah, serta mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan tentunya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Terlepas pembangunan infrastruktur jalan kerap menuai dan melahirkan sejumlah permasalahan, namun tanpa pembangunan infrastruktur roda ekonomi akan berjalan tersendat.

Infrastruktur dan Komoditas

Sejak pemerintahan Hindia Belanda, pembangunan infrastuktur telah menjadi perhatian pemangku kepentingan baik di level pemerintahan maupun swasta. Sebelum tahun dibukanya moda transportasi Kereta Api Pemerintah (Staatspoorwege) tahun 1884 dari Batavia menuju Bandung melalui Buitenzorg, perjalanan darat harus menempuh waktu tiga hari dan menyebabkan sejumlah masalah bagi setiap komoditas yang hendak dikirim keluar karena mengalami pembusukan dsj. Setelah tahun 1884 Batavia - Bandung dapat dicapai dalam satu hari dan pengangkutan barang naik turun jalur dapat dilakukan dengan cepat dan aman (S.A.Reitsma, Bandoeng: The Mountain City of Netherlands India (1926:)

Kondisi infrastruktur di wilayah Kebumen dapat diketahui dengan membaca artikel berjudul, Fragmenten Eener Reis Over Java (Fragmen Perjalanan Melintasi Jawa) yang ditulis oleh Dr. P. Bleeker dalam Tijdschrift voor Nederland's Indie (1850). Dokumen ini  memberikan gambaran jalur infrastruktur pasca Perang Jawa berakhir (1830) di mana wilayah Karesidenan Bagelen (Wonosobo, Kutoarjo, Purworejo, Ambal, Kebumen, Karanganyar) dan Karesidenan Banyumas (Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Banjarnegara, Purbalingga) berpindah tangan menjadi wilayah kekuasaan Belanda berstatus karesidenan dan masing-masing wilayah telah terhubung melalui jalan yang dibuka di jalur utara (sekarang jalan nasional  mulai dari Purworejo sampai Banyumas) maupun jalur selatan (sepanjang Urut Sewu sampai Karangbolong) (Teguh Hindarto, Melacak Jejak Awal Pengaspalan di Kebumen - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/12/melacak-jejak-awal-pengaspalan-di.html)

Sejarawan Universitas Airlangga asal Purbalingga, Purnawan Basundoro dalam artikelnya berjudul Sisi Terang Kolonialisme dalam buku Membedah Sejarah dan Budaya Maritim  Merajut Keindonesiaan: Persembahan Untuk Prof. Dr. A.M. Djuliati Suroyo (2013) memberikan keterangan perihal awal pembangunan infrastruktur penghubung Karesidenan Bagelen dan Karesidenan Banyumas sbb:

“Pada 1843 sampai tahun 1845 dibangun jalan pos (post weg) dari Banyumas menuju ke Buntu. Jalan tersebut kemudian diteruskan ke arah timur (Gombong) dan ke arah barat (Rawalo)... Sejak tahun 1874, jalan dari Banyumas ke  Adireja pun dikembangkan lagi dengan memperlebar jalur tersebut. Jalan dari Buntu ke Bagelen yang mulai dibangun pada 1843 juga diperlebar” (2013:467,468)

Pembangunan infrastuktur khususnya di era Tanam Paksa dilakukan untuk membawa komoditas (kopi, teh, garam, dll) dari pedalaman menuju pelabuhan baik Cilacap maupun Semarang. Jalur darat dan sungai dipersiapkan untuk membawa komoditas tersebut. Ketika era Tanam Paksa berakhir digantikan era Ekonomi Liberal maka pihak swasta mulai terlibat dalam pembangunan infrastruktur (Purnawan Basundoro, Arkeologi Transportasi:Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Karesidenan Banyumas 1830-1942,2019:80,107)

Pembangunan Infrastruktur Kebumen Utara

Namun bagaimana dengan kawasan utara Kebumen yang berbukit dan berbatasan dengan Banjarnegara dan Purbalingga serta Wonosobo? Nampaknya kawasan perbukitan utara Kebumen mulai mendapat perhatian dibidang infrastruktur sekitar tahun 1930-an. Jika kita membaca buku karya Ch. E.A Harloff dengan judul, Geologische Kaart Van Java: Toelechting Bij Blad 67 (Bandjarnegara) (1933), kita dapat mengetahui keberadaan rute jalan penghubung di wilayah utara Kebumen.

Dalam  buku yang mengulas formasi geologis Kebumen dan Banjarnegara ini, Harloff melaporkan dari Kebumen seseorang dapat mencapai desa Banioro dengan mengendarai mobil di sepanjang lembah Luk Ulo, sementara jalan lain mengarah dari Kebumen ke Krakal, dekat Alian. Dari Gombong dua jalan mobil berjalan lancar ke Kedungbulus dan ke Sempor. Informasi ini menggambarkan situasi infrastruktur wilayah Kebumen utara di tahun 1933 sudah dapat ditempuh dengan lebih baik tinimbang di masa Verbeek dan Fennema melakukan riset di tahun 1880-an dan 1890-an (Teguh Hindarto, Karangsambung Dalam Riset Geologi R.D.M. Verbeek dan R. Fennema (1896) Serta Ch.E.A.Harloff 1933 - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/07/karangsambung-dalam-riset-geologi-rdm_5.html)

Pembangunan infrastuktur yang lebih serius nampaknya dimulai tahun 1938 di mana saat itu Kebumen telah berstatus vergroote regentschap (kabupaten yang diperluas) karena penghapusan status Kabupaten Karanganyar dan digabungkannya dengan Kabupaten Kebumen. Dalam sebuah berita berjudul, Belanggrijke Bijdrage Uit Welvaartfonds (Kontribusi Penting Dari Dana Kesejahteraan) yang dimuat Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie (6 April 1938) bahwa pemerintah dan instansi terkait telah menyusun perkiraan untuk pembangunan 7 kompleks jalan di Kabupaten Kebumen, dengan perkiraan anggaran sebesar f 117.000 yang diambil dari Dana Kesejahteraan.

Dalam rencana jalan yang disusun, telah diperhitungkan pentingnya jalan-jalan tersebut bagi Dinas Kehutanan dan bagi penduduk. Kompleks jalan terutama diproyeksikan di bagian utara kabupaten karena di bagian ini terletak kompleks hutan yang paling penting, di mana pencurian kayu sangat umum terjadi dan hanya sejumlah besar jalan hutan yang menawarkan jaminan pengawasan yang lebih baik untuk mengakhiri masalah ini.

Desa-desa yang berada di kawasan ini bisa dibilang lemah secara ekonomi, karena minimnya lapangan kerja dalam bentuk apapun. Pembangunan jalan-jalan ini tidak hanya akan menyediakan sumber pekerjaan yang penting bagi penduduk itu, tetapi juga akan menyediakan hubungan yang lebih baik dengan daerah-daerah selatan yang lebih makmur, sehingga kebangkitan ekonomi (een economische opleving) dapat dicapai di pusat-pusat penduduk yang sekarang miskin.

Pemangku kepentingan terkait dalam pembangunan jalan ini adalah Dinas Kehutanan, Pemerintahan Dalam Negeri, Direktur Tenaga Kerja Kabupaten, dewan Kabupaten serta penduduk desa. Jalan akan dibuat cocok untuk transportasi gerobak dan mobil (karren en autotransport). Mereka akan memiliki lebar 3 meter dan akan dilengkapi dengan area beraspal untuk jalur roda. Penduduk desa yang berkepentingan telah menyatakan kesediaannya untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan dan menyerahkan tanah yang diperlukan dengan kompensasi yang adil (een billijke vergoeding af te staan).

Tujuh jalur manakah yang dimaksudkan untuk dibuka jalan dan dilakukan pengaspalan? Jalan I. Jalan penghubung dari Gombong ke Sempor dan selanjutnya ke Selomerto dan kota Poerworejo. Jalan ini penting untuk pengangkutan produk-produk asli dan untuk pengangkutan kayu dari hutan sekitarnya. Jalan ini akan menghubungkan Gombong dengan Serajudal; jarak 24 km. Saat ini jalan memutar harus melewati Soempioeh-Banjoemas yang berjarak 70 km. Sebuah jembatan kemudian harus dibangun di atas Kali Sempor. Perkiraan anggaran pembuatan jalan dan jalan samping (alternatif) f 16.000.—, jembatan di Sempor f 2000.— Total f 18.000.—

Jalan II. Jalan utama dari Masaran ke pelana selatan Wagirglagah, di mana jalan desa membentang dari Kedungwringin ke Kenteng. Jalan ini akan melewati hutan jati tua yang luas, yang akan segera ditebang. Selain itu, ia menyediakan koneksi dengan pedalaman melalui jalan yang lebih datar daripada jalan desa yang sangat buruk yang ada saat ini. Banyak terjadi pencurian kayu di kawasan ini. Perkirakan anggaran f 6.250.—

Jalan III. Jalan ini akan meningkatkan jalan kabupaten yang ada dari Kedungboelus hingga Somagede. Jalan ini menghubungkan dari Gombong hingga perbatasan Banjarnegara. Perkirakan anggaran f 6000.—

Jalan IV. Jalan ini akan terbentang dari desa Kalidongdong di Jalan Kabupaten dari Kedungboelus hingga Prapatan dan akan berakhir di jalan desa Ginandong-Kenteng. Penting untuk pengangkutan kayu, pemberantasan pencurian kayu dan lalu lintas dari Gombong ke Banjarnegara melalui Lokidang. Perkirakan anggaran f 2.400.—

Jalan V. Perbaikan jalan kabupaten dari Karanganyar ke Karanggayam, agar memudahkan angkutan gerobak bagian jalan tersebut dari Karanganjar ke Pingit, sedangkan bagian penghubung jalan Pingit ke Ginandong juga akan dibuat cocok untuk angkutan gerobak. Dengan membangun jalan ini, lereng yang berat antara Karanganyar dan Karanggayam akan dihilangkan. Pengangkutan produk asli yang penting berlangsung di sepanjang jalan ini. Perkirakan anggaran f 19.100.—

Jalan VI. Jalan ini akan menjadi penghubung dari Karangsambung ke Banjarnegara, menyimpang dari jalan kabupaten yang ada dalam jarak yang sangat jauh, karena jalur yang ada saat ini kurang bagus. Di Karangtengah (di mana terdapat marmergroeve alias tambang marmer) jalan ini bisa dihubungkan dengan jalan truk yang akan menghubungkan tambang marmer dengan Banjaregara. Jalan ini akan menjadi penghubung yang dapat dilalui antara Kebumen dan Banjarnegara, dengan jalan alternatif menuju Sadang. Perkiraan anggaran f 51.300.—.

Jalan VII. Jalan yang sama sekali baru dari Alian ke Pujegan, terutama di sisi barat Kali. Di sini terdapat perusahaan karet dan kayu yang berkontribusi untuk kebutuhan kabupaten.

Dari laporan berita surat kabar ini kita mendapatkan gambaran kondisi masyarakat Kebumen tahun 1938 belum terkoneksi dengan baik dengan pusat keekonomian sehingga pembukaan jalan baru bukan hanya menghubungkan dengan kabupaten lain namun menghubungkan dengan sumber geliat ekonomi di kawasan selatan (kota) sehingga tercipta kebangkitan ekonomi (een economische opleving).

Di era teknologi informasi di mana semua orang dengan mudah telah terkoneksi secara virtual dengan perangkat digital (smaartphone) dari satu desa ke desa lain dan dari desa ke kota lain bahkan desa ke dunia yang jauh, maka seharusnya diimbangi dengan koneksivitas secara riil. Koneksivitas riil antar wilayah tersebut adalah melalui ketersediaan infrastruktur yang baik sehingga mendinamisir kehidupan ekonomi, sosial serta budaya. Kebumen utara yang berbatasan dengan kabupaten tetangga memiliki potensi ekonomi yang dapat dimaksimalkan dengan koneksifitas infrastruktur yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar