Selasa, 29 Agustus 2023

KISAH AWAL KEMERDEKAAN DI KEBUMEN DALAM SEBUAH BUKU CERITA

“Rumah Galih dan rumah kakek memang berdekatan. Kakek sering bertandang ke rumah Galih, terutama untuk menengok cucu yang amat disayanginya itu. Konon, pada masa perang kemerdekaan kakek juga turut maju ke medan pertempuran. Jadi, kakek termasuk Pejuang Angkatan 45.

Bagaimana keadaan di Kebumen pada tanggal 17 Agustus 1945? Apakah rakyat menyambut pernyataan Proklamasi itu dengan sukacita?” tanya Galih.

Kakek tidak menjawab. Beliau duduk di tepi tempat tidur, lalu menarik nafas dalam-dalam. ‘Begini’, kata kakek. ‘Pada waktu itu perkembangan alat komunikasi belum semaju sekarang. Dahulu belum ada pesawat televisi. Pesawat radiopun masih sangat terbatas jumlahnya. Jadi hanya beberapa orang saja yang mendengarkan secara langsung Proklamasi Kemerdekaan itu. Oleh karena itu keadaan di Kebumen pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak berbeda dengan hari-hari sebelumnya’, jawab kakek. ‘Yang kemudian terlihat sibuk adalah para pemuda yang tergabung dalam Angkatan Muda’, sambung kakek...”

Demikianlah kutipan percakapan antara kakek dan cucunya dalam sebuah buku kecil dan tipis berjudul, Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesi Tahun 1945-1949 yang ditulis oleh DHC Angkatan 45 Kabupaten Kebumen (Grafika Gombong, Kebumen 2001). Dalam buku diceritakan situasi dan kondisi Kebumen pada masa-masa awal kemerdekaan.

Namun ada yang menarik dengan buku kecil dan tipis ini yaitu penyampaian kisah di awal kemerdekaan hingga peristiwa Agresi Militer I dan Militer II bukan disampaikan layaknya sebuah buku teks sejarah namun dalam gaya bercerita antara cucu dan kakeknya. Sebagaimana maksud dan tujuan buku ini oleh para tim penyusunnya memang dimaksudkan untuk para pembaca pelajar SD dan SLTP maka, “methoda yang dipakai untuk menyusun buku sengaja berupa suatu percakapan antara seorang cucu dan kakeknya yang berkebetulan juga seorang pejuang 45. Hal ini dimaksudkan sebagai perangsang bagi pembacanya yang usianya masih setingkat anak didik SD/SLTP”, demikian tulis H. Saridjan H.S. selaku Ketua Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Kebumen dalam prakata buku tersebut.

Sekalipun tipis (75 halaman) namun disusun oleh sejumlah nama al., Segeng Riyadi, guru SD dan juara nasional mengarang cerita anak-anak. H.R. Soenarto, Ketua LVRI Cabang Kebumen, serta sejumlah pelaku pejuang Angkatan 45 dll. Ada sebelas nama yang menjadi narasumber penulis buku cerita perjuangan ini.

Metode percakapan dan bercerita yang dipilih buku ini untuk menyampaikan berbagai peristiwa sosial dan politik serta ekonomi di awal kemerdekaan di Kebumen membedakan diri dengan sejumlah buku lain yang hendak memberikan deskripsi historis. Sebut saja buku, Gelegar Bagelen: Perjuangan Resimen XX Kedu Selatan 1945-1949 dan Pengabdian Lanjutannya yang diterbitkan Ikatan Keluarga Resimen XX Kedu Selatan, Purworejo, 2003). Buku tebal ini menceritakan situasi Kebumen di awal kemerdekaan hingga Angresi Militer Belanda I dan 2 dengan pendekatan laporan deskriptif mirip laporan intelejen yang dipecah-pecah menjadi point-point kecil. Demikian juga buku berjudul, Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950 yang ditulis oleh Drs. Darto Harnoko Poliman, B.A. (Depdikbud Dirjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 1986/1987). Buku ini lebih banyak menggunakan narasumber pelaku sejarah yang masih bisa diwawancarai dan mengisahkan pemberontakan yang dilakukan oleh Angkatab Umat Islam di tahun 1950-an serta tanggapan pemerintahan pusat.

Namun dari ketiga buku ini (tentu masih ada beberapa buku lain yang menuliskan peristiwa awal kemerdekaan di Kebumen yang tidak disebutkan dalam tulisan ini) nampaknya memiliki aspek subyektifnya masing-masing. Yang dimaksudkan “aspek subyektif” adalah sudut pandang tiap-tiap penulis nampak berbeda. Satu contoh saja mengenai Angkatan Muda yang disinggung di awal kutipan buku cerita di atas.

Jika dalam buku Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950 nama pemimpin Angkatan Muda yaitu Sri Darmaji disebutkan beberapa kali berikut perannya, demikian pula dalam buku Gelegar Bagelen: Perjuangan Resimen XX Kedu Selatan 1945-1949 dan Pengabdian Lanjutannya nama Sri Darmaji masih disebut walau hanya satu paragraf singkat namun menariknya dalam buku Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945-1949 nama Sri Darmaji tidak disebutkan sama sekali. Apakah tidak tertulisnya nama Sri Darmaji oleh para penyusun buku Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950  di atas dikarenakan untuk memberikan gambaran umum tanpa menyebutkan sejumlah nama yang berperan atau mereka tidak mengenal nama Sri Darmaji, sejauh ini penulis belum mendapatkan informasi apapun.

Terlepas dari problem “aspek subyektif” para penutur sejarah kemerdekaan di Kebumen, buku dengan judul Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950 bisa menjadi sebuah rujukan untuk mengembangkan kisah naratif peristiwa era kemerdekaan di Kebumen dalam bentuk-bentuk yang lebih kreatif baik cerita bergambar, novel, manga dsj. Dengan demikian penanaman nilai-nilai kejuangan dapat dikemas dan disampaikan kepada publik dengan cara yang lebih menarik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar