Senin, 24 Oktober 2022

BAMBU DI MASA LALU DAN MASA KINI

Sebuah foto yang memperlihatkan kehidupan masyarakat Kebumen yang membawa gerobak berisikan pring (bambu) di sekitar tahun 1920-1930-an dengan mengambil lokasi di sekitaran alun-alun.Tidak begitu jelas apakah di alun-alun utara di mana pendopo dan rumah regent (bupati) berada atau dari arah alun-alun selatan di mana terletak Hotel Juliana (Teguh Hindarto, Melacak Jejak Kisah Hotel Juliana di Kebumen - https://www.qureta.com/post/melacak-jejak-kisah-hotel-juliana-di-kebumen).

Nampak roda gerobaknyapun masih begitu sederhana berupa bulatan kayu. Tidak jauh dari orang tua dan seorang anak membawa gerobak berisikan bambu tersebut terdapat sebuah gardu listrik A.N.I.E.M (Teguh Hindarto, Kapan Jaringan Listrik Masuk Kebumen? http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2020/12/de-electrische-straatverlichting-lampu.html)

Omong-omong soal bambu, di masa lalu keberadaan bambu masih menjadi bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat mulai dari membangun rumah, pagar rumah, gardu, jembatan, topi dan perkakas sehar-hari lainnya. Bahkan keberadaan topi anyaman bambu di Grujugan sudah dikenal sejak era kolonial (Teguh Hindarto, Gereja Berlonceng Kuning di Kampung Tudung - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/06/gereja-berlonceng-kuning-di-kampung.html). Selain itu, bambu dimanfaatkan juga untuk membuat gethek (rakit) yang biasa dipakai untuk menyebrangkan masyarakat Kebumen yang hendak menuju Pejagoan demikian sebaliknya. Pada waktu itu belum dibangun jembatan besi seperti sekarang ini (Teguh Hindarto, Gethek (Jembatan) dan Brug di Pejagoan - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/02/gethek-dan-brug-jembatan-di-pejagoan.html).


Sebuah rumah terbuat dari anyaman bambu dan atap terbuat dari daun di Kebumen (1920-1930)

Ketika zaman semakin mengalami perkembangan dan kemajuan dengan dipasarkannya sejumlah logam, besi untuk kebutuhan perkakas rumah maka perlahan masyarakat mulai beralih dari media bambu ke media yang lebih kokoh.

Sebuah berita menarik berjudul, Ijzeren Wahcthuisjes (Gardu Besi/Pos Jaga Besi) yang dimuat surat kabar Deli Courant 931 Januari 1929) melaporkan sebuah perubahan penggunaan perkakas dari besi untuk membuat sebuah gardu jaga. Disebutkan dalam berita tersebut bahwa Lurah Kebumen dan sekaligus sebagai ketua Bekel di Kebumen melakukan sebuah proses uji coba membuat gardu jaga terbuat dari besi di luar kebiasaan yang sudah-sudah di mana digunakan bahan dari kayu, bata serta bambu.

Rangka bangunan pos jaga ini terbuat dari besi sementara dinding serta atapnya terbuat dari pelat seng serta dibuat agak lebih lebar dibandingkan gardu pengawas militer. Bahkan bangkunya pun didesain terbuat dari besi dan hanya dibuat dua untuk mencegah penjaga mudah tertidur pulas jikalau berbentuk kursi kayu memanjang

Disebutkan pula dalam berita tersebut, hasil inovasi lurah Kebumen tersebut dipajang dalam sebuah pertemuan di depan kantor Patih Kebumen sehingga banyak banyak lurah yang hadir dapat melihat prototipe tersebut. Perusahaan Tionghoa bernama Sie Tjai Bing dilaporkan menerima puluhan pesanan dari berbagai desa untuk membuat gardu jaga tersebut. Ternyata di tahun 1929 sudah ada inovasi dari seorang lurah ya? Jika di masa kini mungkin setara dengan penggunaan rangka baja dan galvalum yang menghiasai sejumlah rumah barangkali ya?

Apakah kebutuhan dan pasar bambu semakin kehilangan relevanasinya di masa kini? Tentu tidak. Sampai hari ini bambu masih tetap dipergunakan untuk kebutuhan partisi sebuah bangunan atau membuat sejumlah resto bernuansa etnik serta tudung-tudung terbuat dari bambu.

Foto di atas memperlihatkan bagaimana pesanan bambu masih menjadi bagian dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kebumen. Menariknya, tidak jauh berbeda cara membawanya ya? Masih di bawa dengan gerobak dan ada orang yang berlari di depan. Hanya bedanya dikawal dengan sepeda motor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar