Selasa, 31 Mei 2022

IR SUKARNO DI KEBUMEN TAHUN 1933

Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua Yang Mulia ialah, dalam bahasa Belanda, "Philosofische Grondslag" dari pada Indonesia merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi....Saudara-saudara! "Dasar-dasar Negara"  telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini...Namanya bukan Panca Dharma, tetapi - saya namakan ini dengan petunjuk seorang  teman kita ahli bahasa namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi, demikianlah petikan pidato Ir.Soekarno di Sidang BPUPKI 1 Juni 1945 yang kelak rumusannya menjadikan dasar bagi Indonesia merdeka.

Hari ini, diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Nama Ir. Sukarno yang juga Presiden Indonesia pertama tentu akan dihubungkan dengan perumus dan pencetus istilah Pancasila. Omong-omong soal Ir. Soekarno, ada catatan menarik dari sebuah surat kabar De Locomotief bertanggal 27 Februari 1933 yang melaporkan perkunjungan Ir. Soekarno sebagai Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) ke Kebumen.

Dalam judul berita, Ir. Soekarno te Keboemen dilaporkan telah terjadi sebuah pertemuan besar – tidak disebutkan lokasi persisnya di mana – pada Rabu pagi pukul 08.00 dengan jumlah peserta - entah angka akurat atau taksiran atau salah menuliskan - sebanyak 2000 orang.

Setelah sambutan dari ketua PNI cabang Kebumen, tibalah saatnya Ir. Soekarno memberikan pidatonya. Ada tiga hal yang disampaikan oleh Ir Soekarno yaitu, Pertama membahas imperialisme di berbagai negara dan membahas politik pintu terbuka. Kedua, secara singkat Ir. Soekarno menceritakan kisah wayang Loetoeng Kasaroeng, di mana sekitar 1000 kera mengambil alih kekuasaan. Ketiga, Soekarno membandingkan orang Jawa kuno dengan harimau, sedangkan orang Jawa sekarang (tahun 1933) lebih seperti gambaran kambing, hal mana Soekarno mendorong para pendengar pidatonya agar menjadi seperti harimau.


De Locomotief, 27 Februari 1933

Ada sesuatu yang ganjil dalam berita pendek ini. Kisah Lutung Kasarung adalah cerita yang berkembang di masyarakat Sunda sementara penyerbuan kera sebanyak 1000-an lebih merujuk pada cerita yang berkembang dalam Ramayana. Biasanya dihubungkan dengan pasukan kera yang dilibatkan membangun sebuah jembatan di lautan. Dalam kitab Yudhakandha diceritakan Prabu Rama dan sang raja kera Sugriwa mengerahkan bala tentara kera menyiapkan penyerangan kerajaan Alengkapura di mana berdiam Rahwana yang mencuri Sinta istri Rama. Entahkah Soekarno yang melakukan anakronisme dalam pidatonya atau pencatat berita yang keliru menghubungkan kisah-kisah yang disitir Soekarno.


Pemberantasan Buta Huruf di Alun-Alun Utara, Yogyakarta (1948)

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

Setelah Ir. Soekarno berpidato disebutkan dalam laporan berita surat kabar tersebut bahwa wedono dinas politik Semarang tiba-tiba turun tangan dan memerintahkan ketua rapat untuk segera menutup rapat. Ketua rapat memenuhi permintaan tersebut dan mengucapkan sepatah kata serta ingin mengajak peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Namun keinginannya ini ditolak dan ruangan itu dengan tenang dibersihkan dengan bantuan polisi lapangan. Pertemuan itu hanya berlangsung selama setengah jam saja.

Demikianlah fragmen kehadiran dan kiprah Ir. Soekarno di Kebumen tahun 1933

Tidak ada komentar:

Posting Komentar