Kamis, 24 Februari 2022

MENGENANG KARANGANYAR KETIKA BERSTATUS REGENTSCHAP (KABUPATEN)


Karanganyar (bedakan dengan Karanganyar Solo) sebelum dihapuskan statusnya sebagai sebuah kabupaten pada tahun 31 Desember 1935 dan digabungkan dengan Kebumen pada 1 Januari 1936 memiliki bupati-bupati yang memimpin dan melakukan banyak perubahan dan perbaikan di daerah yang dipimpinnya.

Sebagai sebuah kota Kabupaten yang dibangun pasca Perang Jawa, Karanganyar yang dahulunya bernama Remo Jatinegoro masuk bagian dari Karesidenan Bagelen bersama kabupaten baru lainnya yaitu, Purworejo, Kutoarjo, Ambal, Kebumen, Karanganyar, Ledok (Wonosobo). Semua kabupaten baru ini menggantikan administrasi lama sekitar 1831/1832 pasca Perang Jawa berakhir (1825-1830). Semawung berganti menjadi Kutoarjo, Brengkelan berganti menjadi Purworejo, Panjer berganti menjadi Kebumen, Remo Jatinegara berganti menjadi Karanganyar.

Karanganyar, bersama Purworejo, Kutoarjo, Ambal, Kebumen, Karanganyar, Ledok (Wonosobo) menjadi sebuah kabupaten di bawah karesidenan Bagelen dariu tahun 1831-1900. Kemudian karesidenan Bagelen dihapus dan digantikan menjadi karesidenan Kedu dari tahun 1901-1945. Karanganyar, selain pernah berada di bawah karesidenan Bagelen dan Kedu juga pernah menjadi bagian dari karesidenan Banyumas Selatan dari tahun 1928-1933.

Siapakah saja para bupati yang pernah menjabat di kabupaten Karanganyar? Bupati Karanganyar pertama adalah Raden Tumenggung Djadjadiningrat (dilantik tahun 1832) menggantikan Raden Tumenggung Sindu Pati bupati Remo Jatinegara dan Raden Tumenggung Joedo Negoro bupati Sidayu. Nama aslinya adalah R.M. Djojoprono dan dahulunya merupakan pengikut Pangeran Diponegoro. Bersama R.M. Mangoenprawiro mereka berdua mengabdi dan masuk dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda. RM. Mangoenprawiro jadi pembantu kolektur (hulpcollecteur, pengumpul pajak) di Muntilan, dan R.M. Djojoprono jadi anggota Landraad (Pengadilan Negeri) Purworejo. Kelak R.M. Mangoenprawiro menjadi Bupati Ambal bergelar Poerbonegoro sementara R.M. Djojoprono menjadi Bupati Karanganyar

Bupati Karanganyar kedua adalah Raden Tumenggung Karto Negoro (dilantik tanggal 11 Februari 1864). Karanganyar saat itu memiliki 3 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka. Tahun 1873 Karanganyar masih dipimpin Tumenggung Karto Negoro memiliki 6 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka, Petanahan, Puring, Karangbolong. Penambahan ini berkaitan dengan penghapusan Kabupaten Ambal tahun 1872 (bupatinya bernama R.A.T. Poerbonegoro) dan beberapa wilayahnya dimasukkan ke Kutoarjo, Kebumen dan Karanganyar.

Bupati Karanganyar ketiga adalah Raden Tumenggung Soekadis Kerto Negoro (dilantik tanggal 18 September 1885). Karanganyar memiliki 6 distrik: Karanganyar, Gombong, Soka, Petanahan, Puring, Karangbolong. Menurut surat kabar Bataviaasch Handelsblad (21 September 1885), kita mendapatkan sedikit gambaran mengenai Raden Soekadi bahwasanya sebelum menjadi Bupati Karanganyar (1885) beliau pernah menjabat sebagai sekretaris di district (kawedanan) Loano regentschap (kabupaten) Purworejo. Saat menjabat bupati menerima gelar Tumenggung sehingga nama lengkapnya menjadi Raden Tumenggung Soekadis. Dua tahun kemudian Raden Tumenggung Soekadis mengganti namanya menjadi Karta Negara dan mendapatkan ijin dari pemerintahan Belanda sehingga namanya menjadi Raden Tumenggung Karta Negara atau Raden Tumenggung Sukedis Kerta Negara

Bupati Karanganyar keempat adalah Raden Tumenggung Ario Tirtoekoesoemo (dilantik tanggal 28 Maret 1903). Karanganyar memiliki 6 distrik: Karanganyar, Gombong, Banyumudal Petanahan, Pejagoan, Puring. Yang tidak banyak diketahui orang adalah R.A.A. Tirtoekoesoemo selain menjabat sebagai bupati di Karanganyar juga merangkap jabatan sebagai Ketua Budi Utomo pertama hasil Kongres Yogyakarta. Sejumlah kiprah R.A.A. Tirtoekoesoemo lainnya adalah mendirikan “Javaansche meisjesschool te Karang-Anjar” (sekolah perempuan Jawa di Karanganyar) di mana putrinya yang bernama Raden Adjeng Soewito menjadi kepala sekolahnya. Di bidang perekonomian pribumi, R.A.A. Tirtoekoesoemo mendirikan koperasi “Sedija Madjoe” yang memusatkan pada pengumpulan hasil penjualan kelapa warga agar dibeli dengan harga yang pantas dan menghindari tengkulak. Kelak koperasi ini berubah menjadi sebuah perusahaan perminyakan.

Bupati Karanganyar kelima dan terakhir adalah  Raden Adipati Ario Iskandar Tirtokusumo (dilantik tanggal 12 April 1912). Karanganyar memiliki 4 distrik: Karanganyar, Gombong, Rowokele, Pejagoan. Pernah bekerja sebagai koresponden pada harian “Perniaga'an” di Batavia kemudian menjadi pengawas di “Algemeene Rekenkamer” (Kamar Audit Umum). Selanjutnya pernah menjadi Juru tulis patih juru di afdeling “Stad en Voorsteden” (Kota dan Pinggiran Kota) Batavia dan Mesteer  Cornelis. Kedudukan lainnya adalah sebagai pejabat“Inlandsch Officier van Justitie” (Jaksa Pengadilan Umum Pribumi) dengan jabatan adjunct-hoofdjaksa (wakil ketua jaksa) di Batavia, Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya, ia pertama kali dianugerahi gelar “Ario” pada tahun 1924 dan kemudian menyandang gelar “Adipati” pada tahun 1927 dan menerima songsong emas pada tahun 1931. R.A.A. Tirtokoesoemo, putra R.A.A. Tirtokoesoemo juga mahir bermain kuda dan kerap mengadakan perlombaan pacuan kuda. Prestasi gemilang lainnya adalah mendirikan Rumah Sakit Nirmala (Panti Raga Nirmala) pada tahun 1919. Di masa kini, rumah sakit ini berubah status menjadi puskesmas Karanganyar.

Seluruh kisah dan kiprah Tirtokoesoemo dan Iskandar Tirtokoesoemo serta geliat kehidupan sosial ekonomi di Karanganyar semasa masih menjadi kabupaten telah dituliskan dalam sebuah buku karya Teguh Hindarto yaitu, “Wetan Kali Kulon Kali: Mengenang Kabupaten Karanganyar Hingga Penggabungan Dengan Kabupaten Kebumen 1936” (Yogyakarta: Deepublish, 2021).

Krisis ekonomi dunia (great depression) yang pernah melanda Amerika pada 29 Oktober 1929 – yang dikenal dengan Black Tuesday – merembet ke seluruh dunia baik Eropa dan Asia bahkan Hindia Belanda. Bukan hanya menyebabkan pelemahan mata uang melainkan terjadinya kebangkrutan besar-besaran di sejumlah pabrik sehingga tidak lagi mampu memproduksi untuk kebutuhan konsumen. Pengangguran besar-besaran terjadi di mana-mana. Bangsa kita mengenangnya dengan  sebutan Zaman Meleset atau Malaise.

Ternyata, bukan hanya pabrik dan perkebunan yang mengalami gulung tikar. Bahkan nasib sebuah kota kabupaten di Hindia Belanda khususnya Jawa harus mengalami dampak krisis/resesi ekonomi. Dampak dari sebuah resesi ekonomi harus dibayar dengan melakukan pemangkasan anggaran dan penghapusan status kabupaten.

Demikianlah yang terjadi pada kota dua wilayah di Jawa Timur dan satu wilayah di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Kraksaan dan Kabupaten Pamekasan serta Kabupaten Kutoarjo, harus menelan pil pahit di mana pada akhir Desember 1933 kehilangan statusnya sebagai kota kabupaten. Kutoarjo dihapuskan dan digabungkan menjadi bagian dari Purworejo. Kraksaan dihapuskan dan digabungkan mejadi wilayah Probolinggo sementara Sampang dihapuskan dan digabungkan menjadi wilayah Pamekasan

Penghapusan kabupaten kembali lagi terjadi pada tahun 1935. Kali ini di wilayah Jawa Tengah yaitu Karanganyar, Batang, Purwokerto. Kabupaten Karanganyar dimasukkan menjadi wilayah Kabupaten Kebumen. Kabupaten Batang dihapuskan dan dijadikan wilayah Kabupaten Pekalongan sementara Kabupaten Purwokerto dimasukkan menjadi wilayah Kabupaten Banyumas.

Melalui Staatblad No 629 Tahun 1935 yang ditandatangani oleh De Jonge selaku Gubernur Jendral Hindia Belanda (1931-1936) pada tanggal 31 Desember 1935 status kabupaten Karanganyar dihapuskan. Sementara status baru Karanganyar sebagai bagian dari wilayah yang digabungkan dengan Kebumen ditetapkan melalui Staatblad No 32 Tahun 1936 yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal J.M. Kiveron pada tanggal 1 Januari 1936.

Demikianlah kabupaten Karanganyar saat ini menjadi sebuah kecamatan yang berada di bawah kabupaten Kebumen. Kiranya kenangan kebesaran Karanganyar di masa silam tidaklah dilupakan melainkan menjadi sebuah kebanggaan. Makam Tirtokoesoemo dan Iskandar Tirtokoesoemo di Karangkemiri sudah selayaknya mendapatkan perhatian dan status Cagar Budaya. Buah kelapa atau hewan kuda dapat menjadi ikon kecamatan untuk mengenang peran Karanganyar di bidang pemberdayaan ekonomi dan olah raga.

 

2 komentar:

  1. Matur nuwun Mas Teguh atas informasinya yang sangat berharga. Sebelum ada tulisan ini, saya hanya mengenal Karanganyar sebagai bekas kawedanan, bukan kabupaten.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kunjungannya ke lapak kami. Kiranya bermanfaat

      Hapus