Kamis, 01 Juni 2023

MENEMUKAN KEMBALI “SEMPORBRON” ALIAS MATA AIR SEMPOR

Sore yang terik dan cerah, akhirnya penulis berkesempatan untuk menelusuri lokasi di mana mata air panas yang mengandung mineral dan ditemukan dan dimanfaatkan kegunaannya oleh seorang pengusaha bernama Chaskel Rapaport atau yang di surat-surat kabar Hindia Belanda dengan Ch. Rapaport (Teguh Hindarto, Mengenal Chaskel Rapaport: Dari Pensiunan Militer Belanda menjadi Pengusaha di Gombonghttps://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2023/07/ch-rapaport-dari-pensiunan-militer.html

Mata air panas ini sekarang dimanfaatkan oleh oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pasokan air warga sekitar dan perkantoran Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).

Ditemani dengan Mba Alona dan Mas Toni dan Pak Noor Adi serta kawan-kawan dari Pokdarwis Dukuh Kaliputih setempat (Mas Fajar dkk), kami mendaki perbukitan di Dukuh Karangjoho Desa Sempor Kecamatan Sempor di mulai dari titik tidak jauh dari tempat penjualan air minum yang dikelola oleh Bumdes Dukuh Karangjoho.

Cukup menantang dan melelahkan karena jalan setapak berada di lereng perbukitan yang banyak ditumbuhi pepohonan dan semak-semak. Di bawah pohon Bulu yang besar terdapat lokasi mata air yang sudah ditutup dengan sumur dan dipasangi pipa-pipa.

Dengan susah payah akhirnya kami mencapai lokasi di mana Rapaport pertama kali menginjakkan kakiknya pada sebuah tanah yang basah dan mengalirkan air hangat, saat mana di hari Minggu tahun 1907 dia biasanya berekreasi dan berburu.

Keberadaan sumber air panas Sempor ini semula hanya dimanfaatkan untuk pendirian pabrik minuman berkarbonasi pada tahun 1907. Dalam sebuah laporan berita berjudul, De Miniraalwater-Bron Nabij Sempor yang dimuat surat kabar Soerabaijasch Handelsblad (21 Mei 1907) memberikan deskripsi menarik mengenai rute dan lokasi serta keberadaan pabrik sbb:

Jika menyewa gerobak di Gombong, Kedoe, bisa sampai di desa Sempor yang terletak di kecamatan Kedoeng Wringin, setelah menempuh lima paal (7,5 km), ketika seseorang melintasi Kali Bodjong, seseorang datang lagi di jalan utama. Setelah mengikutinya sekitar sepuluh menit, belok kiri akan membawa Anda kembali ke kali de Sampang (karena jembatan disana sudah lama jebol dan tiang besi yang menumpuk di jalan masih menunggu Burgerlijke Openbare Werken - Pekerjaan Umum Sipil siap)

Anda harus menyeberanginya lagi dan Anda akan menemukan diri Anda berada di depan sebuah gunung, di sepanjang lerengnya ada jalan yang mengarah ke atas. Setelah menaiki seratus anak tangga, akhirnya sampai di sebuah dataran kecil, di mana beberapa kuli sibuk mendirikan kerangka kokoh, yang akan menjadi tulang punggung pabrik yang akan dibangun di sini. Di pabrik itu saluran batu (de steenen leiding) yang membawa air dari sumur akan berakhir. Air mineral tersebut kemudian dikarbonasi (koolzuur) di pabrik, setelah itu layak untuk dijual”.

Dalam perkembangannya di tahun 1910, Ch. Rapaport mulai memanfaatkan keberadaan air panas menjadi sebuah sarana pemandian bagi orang-orang Belanda. Selain itu sebuah hotel di dirikan tidak jauh dari lokasi pemandian air panas tersebut. Sebuah hotel? Sebuah pemandian air panas? Jika benar pernah ada, di manakah lokasinya?

Sebuah artikel berjudul, Het Sempor Hotel Nabij Gombong melaporkan testimoni orang Belanda yang tinggal di Cilacap ingin meninjau dan menikmati hotel dan pemandian air panas yang didirikan saat perayaan Paskah sebagaimana dilaporkan surat kabar De Locomotief, 7 April 1910 (Teguh Hindarto, Melacak jejak Mata Air Panas, Perusahaan Air Minum Berkarbonasi, Pemandian Air Panas serta Hotel Milik Ch. Rapaport di Sempor Gombong – Naskah ini tidak dipublikasikan). Para pengunjung dari Cilacap tersebut memberikan deskripsi lokasi jalan menuju lokasi yang tidak jauh berbeda dengan testimoni tahun 1907 sbb:

“...kami tiba di Gombong jam sepuluh. Dari sana berangkat dengan delman ke pegunungan melalui jalan yang agak buruk...Jalannya sempit dan kami selalu takut bahwa kami akan berakhir di selokan dengan gerobak dan sebagainya. Setelah sekitar 45 menit berkendara, kami tiba di kali, yang harus kami seberangi dengan gerobak dan sebagainya...Pemilik hotel, Tuan Rapaport, sudah lama meminta izin untuk menjembatani kali ini, tetapi masih belum mendapat izin...”

(foto milik Uri Rapaport, koleksi Teguh Hindarto)

Bagaimana dengan suasana hotel? Para pengunjung dari Cilacap tersebut memberikan gambaran yang membuat kita dapat berimajinasi sbb:

“Tadinya kami berharap akan melihat semacam pasanggrahan dan begitu terkejut melihat sebuah bangunan batu yang tertata rapi dan indah di depan kami. Bangunannya menjulang tinggi di atas tanah. Di tengah adalah ruang biliar dengan meja biliar yang dapat dimainkan dan piano (biljartzaal met een bespeelbaar biljart en een piano) dan kami disambut di sana oleh pengurusnya, Tuan Dirks, yang segera terbukti sebagai pria yang sangat membantu”. Wow, tahun 1910 sudah sedemikian lengkapnya fasilitas penginapan yang berlokasi di sebuah desa bernama Sempor.


(foto milik Uri Rapaport, koleksi Teguh Hindarto)

Menariknya, suasana pemandian air panas dijelaskan sbb:

“Beberapa meter dari hotel terdapat kolam renang tertutup yang indah, sepenuhnya dilapisi dan dilengkapi dengan dua ruang ganti, airnya suam-suam kuku dan jernih indah. Tangki berukuran sekitar 20 kali 10 meter dan Anda dapat mengatur sendiri kedalamannya. Di dekat bak ini terdapat 8 kamar mandi dengan shower, wastafel, dan bak batu, sehingga orang yang tidak suka berenang bisa menikmati guyuran sembari duduk atau di dalam bak mandi”

Bagaimana dengan pabrik air mineral berkarbonasi alias limun? Selanjutnya disebutkan, “Tepat di seberang kamar mandi, tetapi lebih tinggi, adalah pabrik limun di mana semuanya terlihat rapi dan 1000 botol sehari dapat diproduksi hanya dengan beberapa orang yang bekerja”

Di mana lokasi pabrik air mineral berkarbonasi dan di mana pula lokasi pemandian air panas serta hotel yang dikelola Rapaport? Tidak mudah menemukannya. Dari hasil testimoni warga, di lokasi sebuah warung yang berada di bawa jalan aspal yang sudah mendekati sungai Sampang di sana pernah berdiri sebuah pabrik limun. Jika benar testimoni dan ingatan warga maka di lokasi tersebut tentu saja lokasi pemandian air panas dan hotel berada.


Jika melihat dalam perspektif masa kini nampaknya tidak memungkinkan lokasi ketiga tempat tersebut berada di dekat sungai yang menjadi bagian dari Waduk Sempor. Namun di tahun 1907-1920 di mana Rapaport melaksanakan bisnisnya tersebut belum ada Waduk Sempor dan di antara genangan air waduk dahulunya adalah lokasi desa Sempor. Jalan aspal yang saat ini membelah Sempor menuju Sampang pun baru dibuka dan diaspal tahun 1938. Maka lokasi pabrik limun dan hotel serta pemandian air panas Rapaport berada di kawasan perbukitan yang tidak jauh dari sungai Sampang saat ini.

Sebagaimana semboyan yang kerap penulis sampaikan, “Masa lalu kunci memahami masa kini”. Demikianlah untuk memahami keberadaan mata air panas Sempor di wilayah Dukuh Karangjoho masa kini, tentu saja harus melacak jejak dokumen di masa lalu.

Akhirnya kami semua berhasil turun dari lokasi mata air, sekalipun diselingi drama kurang lebih 30 menit di mana istri penulis dan mas Tony sempat bersimpang jalan antara yang turun dan yang naik. Setelah dapat ditemukan, kembalilah kami pulang dengan kepuasan menemukan apa yang terlupakan namun telah dituliskan dalam surat kabar pada suatu zaman

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar