Kamis, 09 September 2021

SUASANA GOMBONG MENURUT TESTIMONI 1898: DARI FORT COCHIUS DAN PUPILLEN SCHOOL HINGGA MILITAIRE HOSPITAL

Benteng segi delapan yang kita kenal saat ini dengan nama Benteng Van Der Wijck yang berlokasi di Gombong adalah penamaan baru di tahun 2000 ketika benteng tua tidak terawat ini dialihfungsikan sebagai wahana wisata. Nama asli benteng ini sejak era kolonial adalah Fort CochiusKeberadaan Fort Cochius sendiri telah disebutkan dalam artikel berjudul, Het Defensiewezen op Java (De Locomotief 24 dan 27 Desember 1880) yang merupakan sebuah benteng yang dibangun di Gombong pada tahun 1839 sebagai sebuah perubahan dari benteng stelsel menjadi benteng permanen pasca Perang Jawa (Teguh Hindarto, Dari Fort Cochius Hingga Bukit Kedoya, Materi Presentasi Historical Study Trips, 27 Juni 2021).

Fort Cochius dan wilayah sekitarnya pernah menjadi sekolah militer untuk anak-anak remaja hasil perkawinan campur orang Belanda dan pribumi Jawa khususnya. nama sekolah ini adalah Pupillenschool yaitu sekolah kadet militer yang diikuti oleh anak-anak berusia 8-15 tahun dan dibagi-bagi dalam kesatuan dan kemahiran berdasarkan kelompok usia. 

Keberadaan Pupillenschool diinisiasi oleh Letnan Kolonel von Lutzow pada tahun 1846 semasa masih berada di garnisun di Kedungkebo (Purworejo), walau secara resmi dibuka tahun 1848. Dengan sumber daya yang dimilikinya dia memberikan pendidikan, makanan dan makanan bagi anak-anak keturunan orang Eropa (yang menikah dengan orang pribumi) tanpa orang tua di mana mereka kerap dijumpai sering berjalan-jalan di kampung. Pemerintah Hindia, menyadari hal ini, merawat anak-anak ini pada tahun 1848 dan menyediakan kebutuhan makanan, mendidik mereka (Het Pupillen KorpsJava Bode, 24 Februari 1869). Sekolah ini bertahan sampai tanggal 1 Juli 1912 dibubarkan (Het Nieuws, 12 Februari 1912).

Dalam sebuah artikel berjudul, De Viering Van Het Vijftig Jarig Bestaan Van Het Korps Pupillen te Gombong (Perayaan HUT Ke-50 Korps Kadet Di Gombong) yang dimuat Soerabaiasch Handelsblad (28 Juli 1898) didapat sejumlah keterangan menarik mengenai suasana Gombong dan penggunaan benteng bagi berbagai keperluan sekolah kadet. Beberapa kita kutipkan sbb:

Bagian tercantik di Gombong bisa dibilang adalah perkemahan para perwira dengan bangunan dan fasilitas militer di sekitarnya. Rumah-rumah yang rapi dikelilingi oleh taman dan pekarangan yang indah, jalan yang sangat teduh, lebar, terawat dengan baik, institusi kadet yang dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi, bersama-sama membentuk satu kesatuan yang indah



Setelah cerutu disajikan, kami melanjutkan untuk melihat institusi yang dipimpin oleh petugas. Asrama yang rapi, lapang, luas dan fungsional berjumlah delapan, masing-masing dilengkapi untuk 75 tempat tidur, didekorasi dengan rapi, di pintu masuk dengan lengkungan kulit kecil, di dalam dengan karangan bunga tanaman hijau dan bendera, dengan lambang dan hiasan lainnya.

Menara batu dua lantai  sebuah bangunan segi delapan tahan bom, awalnya dimaksudkan untuk reduit benteng "Jenderal Cochius," sekarang berfungsi sebagai penginapan bagi petugas dan pengawas, dihiasi empat bendera oranye besar yang dikibarkan pada tiang tinggi di atap.

Di tengah halaman adalah kamar mandi, sebuah bangunan berbentuk salib, diatur sedemikian rupa sehingga delapan puluh murid dapat mandi secara bersamaan dan di bawah pengawasan yang tepat

Artikel tersebut tidak hanya mengulas mengenai suasana dan aktifitas militer dan sosial di dalam dan sekitar benteng. Ada sejumlah kesaksian menarik lainnya mengenai societeit alias tempat hiburan orang Eropa, gedung sekolah pupillen school, sebuah rumah sakit militer bahkan barisan pohon kenari dan pohon asem menghiasi perkampungan dan jalan utama. Berikut kesaksiannya:

Di sudut timur dataran subur dan padat penduduk yang membentang di seluruh bagian selatan karesidenan Bagelen, terletak di jalur kereta api yang menghubungkan dua kota perdagangan terbesar di Jawa, di tengah beberapa kampung yang dinaungi tumbuhan tropis (tropische plantengroei), kota kecil tapi indah gombong (het kleine doch raaie plaatsje Gombong).

Berbelok ke utara dari stasiun di jalan berkerikil, seseorang tiba di bagian jalan pos besar yang berkelok-kelok melalui bagian Jawa Selatan yang indah ini seperti jalan lebar, dinaungi oleh pohon asam dan kenari yang tinggi (hooge tamarinde en kanarieboomen).

Mengikuti jalan ini ke arah timur, pertama-tama Anda melewati pasar dan kampung Cina dan kemudian mengambil jalan sempit yang ditumbuhi pohon djoar (djoearboomen), yang akan membawa Anda ke pintu masuk gemeente (kotamadya) dan ke hotel Peelen yang nyaman (het confortabele hotel Peelen voert)

Selain dua gedung sekolah (twee schoolgebouwen), lembaga kadet (de pupilleninrichting), rumah sakit (het hospitaal) dan tempat hiburan (societeit) ada juga rumah sakit untuk wanita (ziekeninrichting voor vrouwen), dibaptis dengan nama “Thalita Kumi" oleh salah satu direktur medis sebelumnya.

Penyebutan “rumah sakit” dan “rumah sakit untuk wanita” dalam testimoni 1898 ini agak sulit dipastikan apakah ini yang dimaksudkan militaire hospitaal atau garnizoen hospitaal di Gombong yang kelak menjadi Djawatan Kesehatan Tentara (DKT) atau rumah sakit non militer.

Menurut sejumlah laporan berita surat kabar, pelayanan medis yang dilakukan militer sudah terlacak sejak tahun 1867 (atau mungkin sebelumnya). Koran Jawa Bode (3 Juli 1867) setidaknya telah menyebutkan nama K.G. Baker dari het groot militair-hospitaal (rumah sakit militer besar) di Willem I (Ambarawa) dipindahtugaskan ke geneeskundige dienst (dinas kesehatan) di Gombong, sementara G. J. Wienecke dari dinas kesehatan Gombong dipindahkan ke dinas kesehatan Malang. Demikian juga menurut laporan De Locomotief (19 Mei 1874) terlacak kegiatan di garnisun dan rumah sakit Gombong pada tanggal 20-22 Juli 1874 mulai dari penyiapan makanan sampai jadwal pembersihan ruangan.

Selain rumah sakit militer, nampaknya ada juga rumah sakit non militer. Menurut keterangan laman https://historicalhospitals.com/public-hospitals-3/gbz-gombong-2/ diperoleh keterangan bahwa pernah berdiri sebuah Gouvernements Burgerlijke Ziekeninrichting (GBZ - Rumah Sakit Pemerintah) yang mengurusi pasien sifilis yang telah berdiri sejak 1876 namun ditutup pada tanggal 1 Oktober 1924  berdasarkan Gouvernements Besluit 13 Mei 1927 No. 32 sebagai konsekwensi kebijakan desentralisasi di Hindia Belanda. Dibanyak tempat, sejak tahun 1911 jenis rumah sakit ini banyak mengalami penutupan dan berubah menjadi rumah sakit pribumi.

Nah, apakah keberadaan “rumah sakit” dan “rumah sakit untuk wanita” bernama Talita Kumi (Kutipan Injil Matous 5:41 dalam bahasa Ibrani artinya “Hai anak perempuan bangunlah!”) dalam testimoni 1898 ini merujuk pada rumah sakit militer atau rumah sakit non militer, belum dapat dipastikan. 

Namun anehnya, dalam sebuah buku panduan bagi para pejabat yang bertugas di daerah dengan judul Gids Voor Ambtenaren in Nederlandsch Oost Indie (Batavia: G.Kolff & Co, 1910) diberikan sejumlah deskripsi apa saja yang ada di Gombong sebanyak 27 point dan pada point ke-3 menyebutkan sebuah keterangan, “Ada Rumah Sakit Militer (Militaire Hospitaal) dari Sekolah Kadet Militer (Millitaire Pupillen School) dengan dokter dan apotek” tanpa menyebut keberadaan rumah sakit non militer.

Jika memang ada rumah sakit non militer di Gombong, mengapa dalam buku panduan pejabat terbitan tahun 1910 tidak dilaporkan? Apakah hanya ada satu rumah sakit militer yang kemudian berganti-ganti nama dan keberfungsiannya? Masih perlu pendalaman sejumlah data. Apapun itu, keberadaan Djawatan Kesehatan Tentara (DKT) di Gombong tentu memiliki akar historis sejak era kolonial dan telah difungsikan sebagai rumah sakit militer Belanda.

Demikianlah sekilas gambaran Gombong di era kolonial melalui sejumlah testimoni berita-berita surat kabar dan sejumlah buku panduan pemerintah. Melalui penelusuran catatan-catatan kolonial kita bisa membayangkan situasi-situasi yang pernah ada dan kemudian mengalami sejumlah perubahan di kemudian hari. Mempertemukan lokasi bangunan lama di Gombong (baik yang masih dipergunakan untuk kepentingan militer dan non militer) dengan dokumen-dokumen masa silam, bermanfaat meletakkan fungsi sebuah bangunan dalam konteks sejarah silam.P

Pelacakan dokumen memberi kita konteks dan genesis terhadap eksistensi sebuah bangunan kuno peninggalan kolonial. Sebuah dokumen, ibarat kapsul waktu yang akan menghantar kita memahami masa lalu

Jika di era kolonial jalanan di Gombong terlihat rapih (sebagaimana testimoni 1898) dengan barisan pohon meneduhkan, bukankah di masa kini keadaanya harus semakin rapih dan bersih bukan? Itulah tanda bahwa kita telah merdeka dan mengalami kemajuan dari masa sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar