Kamis, 14 Mei 2020

LOMBA PACUAN KUDA DI KARANGANYAR LAMA

Ilustrasi: Lapangan Kuda Tegalega, Bandung 1920
https://www.nederlandsfotomuseum.nl

Jika dalam tulisan sebelumnya penulis menjelaskan mengenai keberadaan jenis ternak sapi unggulan di Kebumen yaitu sapi Bengala yang sekarang dikenal dengan sebutan Ongole dan keterkaitan upacara Baritan di Mirit yang pernah berjaya di tahun 1915-an (Teguh Hindarto, Baritan dan Jejak Tradisi Yang Hilang – Qureta.com), maka kali ini kita akan melihat jenis ternak lain yang menjadi simbol dan ketangguhan yaitu kuda. Namun bukan di Mirit melainkan di Kabupaten Karanganyar.


Kabupaten Karanganyar (sebelum dihapus statusnya sebagai Kabupaten dan digabungkan menjadi bagian dari Kebumen tahun 1936) bukan hanya menjadi lokasi bagi keberadaan kuda-kuda tangguh melainkan menjadi kawasan perlombaan balapan kuda tahunan. Dan yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah salah satu kawasan di Kabupaten Karanganyar terpilih menjadi tempat pasokan makanan sehat bagi ternak-ternak terbaik yaitu sapi Ongole. Kita akan melihat satu persatu tiga hal penting yang terjadi di Karanganyar pada zamannya tersebut.

Dalam sebuah laporan berita berjudul, “Feesten te Karanganjar” (Pesta di Karanganyar) yang dimuat oleh harian Bataviaasch Nieuwsblad (14-09-1915) kita mendapatkan sejumlah data dan informasi penting yang menempatkan posisi Kabupaten Karanganyar di era kolonial.

Berita ini sebenarnya melaporkan sebuah perayaan ulang tahun ke-10 (tienjarig) sebuah bank perkreditan di Karanganyar yang didirikan sejak tahun 1905. Sebuah kemeriahan yang luar biasa terjadi di Karanganyar dimana sejumlah tamu penting hadir pada saat itu, terutama Bupati Ario Tirtokusumo (Teguh Hindarto, “Mengenang Tirtoekoesoemo” – Qureta.com) yang sudah pensiun dan digantikan putranya yaitu Iskandar Tirtokusumo.


Di antara para hadirin adalah Tuan Schmulling, Asisten Residen Keboemen dan sekaligus ketua bank, berbagai pejabat administrasi Eropa, Bupati Keboemen, guru pertanian Eropa, dokter hewan pemerintah, serta banyak golongan Eropa serta pribumi.

Jika hari pertama diisi dengan beberapa sambutan baik dari Asisten Residen, Bupati Kebumen serta Bupati Karanganyar maka pada hari kedua yaitu tanggal 11 September pukul 8.30 hadir Tuan Cochius, seorang Administrator Suikerfabriek Remboen sekaligus Ketua Asosiasi untuk Promosi Ternak di Bagelen Selatan Kuno (Karesidenan Bagelen sejak 1901 berubah menjadi Karesidenan Kedu).

Kehadiran beliau di Karanganyar adalah untuk memberikan sambutan bagi pembukaan lahan seluas 10 bahoe untuk menjadi tempat penyedia rumput sebagai pakan ternak sapi di Mirit sebagaimana pembukaan sambutannya, “Ini bukan hanya kesenangan bagi saya, tetapi juga suatu kehormatan sebagai Ketua Promosi Peternakan di Bagelen Selatan Kuno pada hari ini, untuk menyambut Anda, di mana peresmian meriah lokasi 10 bahoe yang didedikasikan untuk ternak membutuhkan tempat dari daerah-daerah ini, terutama di Karanganjar”.

Adapun alasan Tuan Cochius untuk membuka lahan seluas 10 bahoe di Karanganyar adalah untuk menjamin ketersediaan pasokan makanan ternak dan mengantisipasi musim kering yang mengakibatkan kekurangan pasokan pakan sebagaimana dikatakan, “Salah satu persyaratan pertama untuk penciptaan kawanan ternak yang baik (goeden veestapel) adalah pakan ternak dirawat dengan baik (dat de voeding der dieren behoorlijk verzorgd wordt). Oleh karena itu disebabkan oleh kenyataan bahwa - juga karena kekeringan dalam beberapa tahun terakhir - kebutuhan dirasakan untuk menyediakan tanah tersendiri untuk penanaman rumput”. Penyediaan rumput sebagai pakan ternak sapi Ongole ini bukan hanya dilakukan di Karanganyar tetapi di Afdeling Kutoarjo dan Kebumen.

Menariknya adalah, di kawasan 10 bahoe ini yang ditanami rumput sebagai pakan ternak sapi juga disediakan sebuah tempat untuk melakukan balapan kuda (racebaan) sebagaimana dikatakan, “Jalur balapan kuda telah dibangun di sekitar area rumput, di mana kuda-kuda itu, baru-baru ini dibeli oleh bupati Karanganjar di Soembawa, akan mengukur kekuatan mereka”. Lomba balapan kuda dimeriahkan oleh sejumlah pejabat pribumi sebagaimana dilaporkan sbb:

Dalam babak pertama, 5 kuda Sumbawa berlari, lebih tinggi dari 1,20 m. Pemenang, Gotri, milik Bekel Djatisawit, pemenang kedua: Kantjil. Dalam babak kedua berlari lagi 5 kuda. Pemenang: Simbook, milik Bekel dari Pandjatan, pemenang kedua: Patri. Pada babak kelima akan bertanding Tuan J. Doornik Tuan A. de Jong yang dimenangkan oleh Tuan J. Doornik yang digambarkan, “wint in mooien stijl” (menang dengan gaya yang indah)

Sekalipun kuda-kuda tersebut bukan kuda asli Karanganyar melainkan didatangkan dari Sumbawa namun di tahun-tahun berikutnya keberadaan kuda dan tempat balapan kuda di Karanganyar akan semakin terkenal.

Dalam sebuah berita dengan judul, “Hippische Sport in Karanganjar” (Lomba Pacuan Kuda di Karanganyar) yang dimuat oleh harian De Preanger Bode (20-07-1918) dibuka dengan kalimat, “Di antara balapan tahunan di kota-kota kecil kami, yang ada di Kabupaten Karanganjar, Afdeling, menempati urutan pertama (een eerste plaats in)”. Kita bisa membayangkan kemeriahan lomba pacuan kuda yang teah berlangsung sejak tahun 1915 tersebut dapat bertahan dan menjadi pertunjukan paling diminati oleh masyarakat hingga tahun 1918.


Perlombaan pacuan kuda ini bukan hanya melibatkan kuda-kuda dalam negeri melainkan kuda Australia yang turut mengikuti perlombaan. Dalam artikel tersebut dikatakan, “Bupati Karanganjar yang terkenal (de bekende regent), Raden Tomenggoeng Iskandar Tirtokoesoemo, seorang pecinta kuda sejati, telah berusaha selama bertahun-tahun untuk meningkat jenis kuda di kabupatennya, dan mengalami kesuksesan”. Animo peserta lomba ini begitu besar dan menurut artikel koran 1918 tersebut pesertanya adalah para perwira tentara Belanda dari berbagai tempat mulai al., Salatiga dan Magelang.

Bupati Iskandar Tirtoekoesoemo bukan hanya mahir bermain kuda namun juga berjasa membangun sebuah rumah sakit pribumi bernama “Panti Raga Nirmala” atau “Ziekenhuis Nirmala” pada tahun 1919. Bangunan rumah sakit ini sekarang difungsikan menjadi Puskesmas Karanganyar (Teguh Hindarto, “Ziekenhuis Nirmala (RS Nirmala): Monumen Historis Kemandirian Perawatan Kesehatan Masyarakat di Karanganyar” – inikebumen.net).

Demikianlah gambaran geliat kehidupan sosial ekonomi di Karanganyar di masa pemerintahan Hindia Belanda. Monumen kuda, nampaknya patut diletakkan di sudut strategis kota masa kini sebagai penanda kejayaan sebagai tempat kontestasi pacuan kuda ternama.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar