Sabtu, 30 Mei 2020

GERAKAN SANTANA (SANTANA BEWEGING) DI GOMBONG


Sebuah bangunan megah berbentuk candi berdiri di Kelurahan Wonokriyo, Kecamatan Gombong. Tidak jauh dari lokasi tersebut berdiri patung seorang lelaki berpakaian tradisional Jawa dengan mengenakan blangkon.


Tanggal 26 November 2013 silam, penulis berkesempatan untuk menyambangi bangunan tersebut dan berbincang dengan tuan rumah bernama Bapak Adji Tjaroko dan mendapatkan sejumlah keterangan menarik perihal fungsi, makna dan latar belakang bangunan peribadatan komunitas kepercayaan tersebut.

Dari perbincangan tersebut Bapak Adji Tjaroko memberikan penjelasan perihal nama mendiang kakeknya yang bernama Ki Bagus Hadi Kusumo yang melatarbelakangi keberadaan rumah peribadatan dan sekaligus patung seorang lelaki berpakaian Jawa menggunakan blangkon tersebut.

Sejak tahun 1917 beliau telah menyebarluaskan ajaran dan kawruh Jawa yang dinamakan Kawruh Naluri. Ki Bagus Hadi Kusumo tidak hanya menyebarluaskan kepercayaannya sehingga memiliki ribuan pengikut, namun beliau juga terlibat dalam menentang arogansi pemerintahan Belanda di wilayah Gombong pada zamannya. Menurut pemaparan Bpk Adji Tjaroko, pada tahun 1920-an Belanda menuntut pajak per kepala penduduk pribumi. Namun Ki Bagus Hadi Kusumo menentang dan melawan dengan menolak pembayaran pajak bahkan dengan berani mengatakan, “Ini bumi kami. Mestinya kamilah yang menarik pajak pada kalian yang pendatang!”. Dalam usahanya menentang kebijakkan pemerintahan kolonial, beliau tidak pernah membawa pengikut atau mengerahkan kekuatan fisik namun melakukannya secara individual. Dikarenakan Ki Bagus Hadi Kusumo kerap melakukan berbagai tindakan yang menimbulkan kemarahan Belanda, maka beliau sering berurusan dengan polisi Belanda dan di penjara berulang kali (Teguh Hindarto, “Bukan Candi tapi Sanggar Meditasi” – historyandlegacy-kebumen.blogspot.com, 2013)

Jika tahun 2013 lalu penulis menyajikan sudut pandang keluarga mengenai sosok bernama Ki Bagus Hadi Kusumo maka kali ini penulis ingin menyajikan sejumlah pemberitaan media massa pada zamannya yaitu di tahun 1920-an dan 1930-an mengenai sosok Ki Bagus Hadi Kusumo. Dengan penyajian melalui media massa pada zamannya kita akan melihat sebuah perspektif (sudut pandang) berbeda mengenai sosok bernama Ki Bagus Hadi Kusumo. Cara melihat yang berbeda ini akan membantu kita melihat tokoh dan peristiwa dengan sedikit lebih netral dan obyektif serta mendekati keutuhan.

Dalam laporan koran dan laporan surat dari lembaga resmi yang menangai beberapa kasus kriminal atau pengerahan massa yang dicurigai mengancam stabilitas keamanan pada waktu itu, nama Ki Bagus Hadi Kusumo muncul namun dengan sebutan yang lebih pendek “Mashadi” atau “Mas Hadi” dan dihubungkan dengan sorang Kiai bernama Mohammad Sirad. Dalam laporan tersebut “Raden Mashadi” disebut sebagai “schoonzoon” (anak menantu).

Laporan Pemerintahan Kolonial

Dalam laporan yang ditulis Residen Banyumas (M. van Zanveld) kepada Gubernur Jendral (J.P. Graaf van Limburg Stirumm) bertanggal 28 Januari 1920 perihal gerakan keagamaan di Gombong dituliskan sbb:

“Ik heb de eer Uwe Excellentie beleef mede te deelen dat door verspreiding voornamelijk in het Zuidelijk deel van dit gewest van een nieuwe godsdienstige ler enige onrust onder de bevolking valt waar te nemen

De voornamste verspreiders van die leer zijn mohamad Sirad en zijn schoonzoon Raden Mashadi beiden uit het gehuct Goemeng, desa Brangkal, district Gombong, residentie Kedoe en Santara uit de Desa Tlagasari district Gombong, residentie Kedoe...Raden Mashadi zou Ratoe Adil worden onder den naam van hadikoesoemo alias Pangeran Heroe Cokro...” (Laporan-Laporan Tentang Gerakan Protes di Jawa Pada Abad XX, 1981:165)

Terjemahan bebas:

“Saya mendapat kehormatan untuk memberi tahu Anda, Yang Mulia, bahwa penyebaran di Wilayah Bagian Selatan, oleh seorang guru agama baru-baru ini dapat menyebabkan keresahan di antara penduduk.

Penyebar utama doktrin itu adalah Mohamad Sirad dan menantunya Raden Mashadi keduanya berasal  dari Dusun Goemeng, Desa Brangkal, Distrik Gombong, Karesidenan Kedoe dan Santara dari Distrik  Gombong Desa Tlagasari, Karesidenan Kedoe ... Raden Mashadi akan menjadi Ratoe Adil dengan nama Hadikoesoemo alias Pangeran Heroe Cokro”.

Tidak ada keterangan lanjutan perihal nama “Raden Mashadi” yang dihubungkan dengan tuduhan sebagai “Ratu Adil” tersebut. Jika laporan kepolisian menyebutkan nama “Raden Mashadi” dengan “Ratu Adil” berbeda dengan beberapa laporan koran yang beredar di tahun 1920-an dan 1930-an tidak menyebutkan dan menghubungkan “Raden Mashadi” dengan pergerakan “Ratu Adil” melainkan semacam tuduhan melakukan sejumlah tindakan yang dianggap “de demoralisatie der maatschappij” (menimbulkan demoralisasi masyarakat) Rotterdamsch Nieuwsblad (07-04-1922) dan tindakan “oplichting” (penipuan) De Locomotief (25-01-1933). Kita tinjau alasan laporan koran tersebut menggatakan demikian.

Berita Koran 1922

Dalam laporan berita berjudulEen belangrijke vangst” (Sebuah Tangkapan Penting) yang dilaporkan koran Rotterdamsch Nieuwsblad (07-04-1922) dikatakan bahwa Wedana Adiredja dari afdeling Tjilatjap, dibantu oleh polisi lapangan Maos, berhasil menangkap seorang bernama Mas Hadi pada Sabtu malam di Kroja. Berikut ringkasan beritanya:

Mas Hadi dikenal sebagai orang yang tidak bisa dilacak (Mas Hadi staat bekend als de onvindbare) dan telah melarikan diri dari penjara Banjoemas pada waktu sebelumnya karena tuduhan menjual berbagai jimat dan telah dicari oleh polisi selama lebih dari setahun. Namun, ia selalu berhasil membuat dirinya tidak dikenali dengan terus berganti pakaian. Dia lebih suka memakai topi dalam kostum Bawean.


Setelah melarikan diri, Mas Hadi mendirikan perkumpulan yang dinamai "Santana" dan kemudian dikenal dengan “Suriasentana” Perkumplan ini pertama kali didirikan di Bagelen dan segera menyebar ke Japara dan tempat-tempat sekitarnya. Anggotanya dilarang untuk memedulikan kehidupan (Het wordt den leden verboden zich zooveel zorgen voor het leven op den hals te halen).

Karena itu mereka harus menjalani kehidupan yang bebas. Moto mereka adalah: "Di mana ada kehidupan, di situ ada makanan” (Waar leven is, daar is eten). Akibatnya, para pengikut Santana berhenti bekerja dan menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan. Mereka menghabiskan hari-hari dengan berjalan-jalan, minum dan menghisap opium, dll, singkatnya, semua pelajaran, yang menurut mereka dapat membuat hidup lebih menyenangkan.

Ketika diperiksa oleh Wedana, Mas Hadi menyatakan bahwa dalam waktu dua puluh satu hari para pengikutnya yang bersemangat dapat melihat Gusti Allah muncul di dadanya sebagai cahaya yang menyilaukan. Karena itu dirinya dipanggil Goesti Mas Hadi oleh ribuan anggotanya.

Demikianlah menurut laporan koran Rotterdamsch Nieuwsblad (07-04-1922) hingga sampai pada kesimpulan perihal penangkapan dirinya dihubungkan dengan gerakan Santana yang berhasil merekrut banyak orang namun memiliki prinsip dan gaya hidup yang berlawanan  dengan tata tertib yang diterapkan oleh pemerintahan kolonial sehingga dituding melakukan dan menjadi “groote misleider” (penipu besar) dan “de demoralisatie der maatschappij” (demoralisasi masyarakat).


Nampaknya Ki Bagus Hadi Kusumo atau “Mashadi”/”Mas Hadi”sering berurusan dengan pemerintahan kolonial dan pemerintahan lokal terkait ajaran yang disebarluaskan dan banyaknya orang yang mengikutinya. Tercatat dalam koran Het Vaderland (03-08-1921) sebuah laporan berjudul “Loos Alarm?” (Peringatan Keliru?) , “Om 1 uur in den middag trapte de politie weer af, en Santana zelf, die momenteel in de buurt van Sidaredja moet uithangen, wordt thans gezocht(Pada jam 1 siang, polisi memulai lagi, dan Santana sendiri, yang saat ini berada di sekitar Sidaredja, saat ini sedang dicari).

Berita Koran 1933

Kali ini kita mengikuti laporan koran dengan judul berita De Santana-Beweging: "Raden” Mashadi en zijn volgelingen” (Gerakan Santana: “Raden” Mashadi dan Para Pengikutnya) yang dimuat De Locomotief (25-01-1933). 

Sebagaimana laporan koran tahun 1921, 1922 demikian pula laporan koran 1933 menisbatkan tuduhan negatif terhadap “Mas Hadi”. Koran tersebut dibuka dengan laporan sbb:

“Sedert eenigen tijd houdt in Gombong verblijf een zekere Mashadi, die zich ten onrechte Raden Mashadi of Raden Mas Hadikoesoema noemt. Mashadi beweert een afstammeling te zijn van een of anderen pangeran en hij heeft op allerlei handige wijzen een talrijke schare goedgeloovige volgelingen weten te imponeeren. Zelfs uit Klampok, Bandjarnegara en Soempioeh komen de menschen tot hem. Zijn grootste liefhebberij is het schrijven van allerlei gewichtige stukken, die gericht zijn aan den G. G. en andere hooge autoriteiten. Het doel dat bij het schrijven van deze epistels voorzit is blijkbaar indruk maken op hen die zijn raad inwinnen. Een onbekende in deze streken is Mashadi niet. Reeds in 1919 liet hij van zich spreken als leider van de zoogenaamde Santana-beweging, die heel wat slachtoffers onder de eenvoudige desa lieden heeft gemaakt en waardoor de bevolking plaatselijk sterk verarmd is”

Terjemahan bebas:

“Untuk beberapa waktu (pernah ada seorang bernama) Mashadi yang tinggal di Gombong, yang secara salah menyebut dirinya Raden Mashadi atau Raden Mas Hadikoesoema. Mashadi mengklaim sebagai keturunan beberapa Pangeran, dan ia telah mengesankan banyak pengikut yang mudah tertipu dengan banyak cara yang bermanfaat. Orang-orang datang kepadanya bahkan dari Klampok, Bandjarnegara dan Soempioeh. Kegemaran terbesarnya adalah menulis semua jenis karya penting yang ditujukan kepada Gouvernour General dan otoritas tinggi lainnya. Nampaknya, tujuan penulisan surat-surat ini adalah untuk mengesankan orang-orang yang mencari nasihatnya. Mashadi bukan tidak dikenal di wilayah ini. Pada awal 1919, menyebut dirinya sebagai pemimpin yang disebut gerakan Santana, yang telah menyebabkan banyak korban di kalangan penduduk desa sederhana dan yang telah sangat memiskinkan penduduk setempat.”.


Dari laporan berita tahun 1933 nampak perkembangan dan pertumbuhan pengikut ajaran “Mashadi” / “Mas Hadi” semakin banyak karena diikuti dari sejumlah wilayah seperti “Klampok, Bandjarnegara dan Soempioeh”. Baik laporan koran 1921 dan 1922 serta 1933 ini tidak menyebutkan aktivitas “Mashadi” / “Mas Hadi” sebagai pemimpin dari “Ratoe Adil Beweging” melainkan “Santana Beweging”. Abad 19 memang banyak bermunculan gerakan Ratu Adil di sejumlah tempat di Jawa termasuk di Prembun pada tahun 1939 (Teguh Hindarto, “Gerakan Ratu Adil di Prembun 1939-1940” – historyandlegacy-kebumen.blogspot.com, 2019).

Masih menurut laporan koran 1933 tersebut “Mas Hadi” mulai mendirikan nama organisasi yang dinamai PKN (Perkoempoelan Kawoelo Ngajogjakarta) namun yang menurut laporan koran tersebut ditafsirkan secara berbeda (anders uitgelegd) oleh Mas Hadi menjadi “Perkoempoelan Kawoela Naloeri” untuk menyebarluaskan keyakinannya.

Apakah ketiga laporan berita di surat kabar berbahasa Belanda di tahun 1921, 1922, 1933 memberikan keadaan yang sebenarnya ataukah hanya didasarkan informasi yang belum jelas diketahui oleh penulis berita, sulit dipastikan. Saya sendiri selaku penulis artikel ini hanya menjadikan laporan surat kabar itu sebagai pembanding saja tanpa memberikan penilaian benar salahnya isi berita tersebut.

Bahkan dalam surat kabar 1933, sekalipun "Mas Hadi" mendapatkan tuduhan sedemikian namun sejumlah bukti yang mengarah pada tuduhan belum dapat dibuktikan sekalipun ada indikasi demikian sebagaimana dilaporkan demikian:

"Dat de gelden aan de leiders werden afgedragen, is indertijd nimmer bewezen kunnen worden, wel waren er aanwijzingen doch de betrokkenen zelf bewaarden het stilzwijgen, zoodat het niet mogelijk was om iets te bewijzen"

Terjemahan bebas:

"Tidak pernah mungkin untuk membuktikan bahwa uang itu dibayarkan kepada para pemimpin pada saat itu, walaupun ada indikasi, tetapi orang-orang yang terlibat tetap diam, sehingga tidak mungkin untuk membuktikan apa pun"

Benarkah Gerakan Santana Adalah Gerakan Ratu Adil?

Terlepas dari sejumlah penilaian dan laporan negatif sejumlah media massa di era kolonial terhadap “Mas Hadi” atau “Mashadi” atau “Ki Bagus Hadi Kusumo”, pertanyaan akhirnya adalah apakah yang Gerakan Santana (Santana Beweging) atau aktivitas “Mas Hadi” termasuk Gerakan Ratu Adil (Ratoe Adil Beweging)? Sartono Kartodirjo dalam bukunya berjudu,l Ratu Adil yaitu sebuah gerakan perlawanan di Jawa pada Abad 18 dan 19 memberikani beberapa karekteristik penanda yaitu “ciri messianistic, millenaristic, nativiastic serta segi ramalan, ide tentang perang suci, kebencian terhadap apa saja yang bersifat asing, magico-mysticism dan pujaan kepada nenek moyang” (1984:27).

Sekalipun beberapa ciri itu ada dalam “Gerakan Santana” namun dari tiga laporan koran (1921, 1922, 1933) tidak menunjukkan kecenderungan adanya mobilisasi massa untuk melakukan pemberontakan atau perlawanan langsung yang bersifat fisik. Sebaliknya kalaupun ada perlawanan bersifat non fisik yaitu menolak mematuhi tatanan hidup yang dibentuk pemerintahan kolonial.

Sebagaimana telah dilaporkan dalam koran Rotterdamsch Nieuwsblad (07-04-1922) bahwa, “Anggotanya dilarang untuk memedulikan kehidupan (Het wordt den leden verboden zich zooveel zorgen voor het leven op den hals te halen). Karena itu mereka harus menjalani kehidupan yang bebas. Moto mereka adalah: "Di mana ada kehidupan, di situ ada makanan” (Waar leven is, daar is eten)”. Karakteristik ini justru sangat dekat dengan karakteristik masyarakat Sedulur Sikep atau Orang Samin di Blora.

Gerakan Samin berpusat pada nama Samin Surosentiko atau disebut dengan Raden Kohar (1859)  yang menyebarkan pandangan hidup dengan menolak represi Kolonial pada pergantian abad ke-19-20. Samin kemudian menjadi ideologi dan identitas gerakan bagi petani pada zaman Kolonial. Pengikutnya berada di wilayah Blora, Pati, Kudus, Bojonegoro, Madiun dan beberapa kawasan terdekat.

Sampai di sini tulisan ini diakhiri. Dengan melacak jejak dinamika kehidupan sosial di era kolonial di kota kita (termasuk wilayah Gombong di saat masih menjadi salah satu distrik (kecamatan) Karanganyar sebelum dihapuskan statusnya sebagai Kabuipaten pada 1 Januari 1936) kiranya dapat semakin melengkapi keutuhan gambaran sejarah sosial kota di masa silam dan bermanfaat untuk membaca persoalan di masa kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar