Kamis, 12 September 2019

SONGSONG KUNING DI RUMAH PUSAKA KABUPATEN KEBUMEN, MILIK SIAPA?


Beberapa hari lalu (21 Agustus 2019), sebuah kegiatan bernama Jamasan dan Kirab Pusaka dilaksanakan dalam rangka Hari Jadi Kabupaten Kebumen ke-390. Kegiatan jamasan pusaka ini untuk pertama kalinya diadakan di pendopo Kabupaten dan diarak serta diperlihatkan publik dengan mengitari alun-alun.

Adapun pusaka yang dilakukan prosesi penjamasan adalah dua tombak dan satu songsong. Songsong artinya payung kebesaran yang dimiliki oleh seseorang yang berjabatan tinggi, khususnya dalam lingkungan kerajaan maupun pemerintahan. Keberadaan songsong telah ada di era Majapahit yang biasa disebut dengan pajeng (asal usul kata ‘payung’) sebagaimana tergambar dalam sejumlah prasasti dan tertulis dalam kakawin. Di era Mataram Islam dan seterusnya, payung kebesaran disebut dengan songsong.

Yang menarik untuk ditelaah dan ditelusuri adalah, milik bupati ke berapa keberadaan songsong yang selama ini disimpan di rumah pusaka Kabupaten Kebumen? Mengingat ada beberapa nama Aroeng Binang yang menjabat selaku Bupati Kebumen di era kolonial. Tidak ada kepastian untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Namun demikian dalam sebuah artikel berbahasa Belanda yang diterbitkan De Sumatra Post  bertanggal 24 Oktober 1922 dengan judul, “De Uitreiking van den Gelen Songsong aan den Regent van Keboemen” (Upacara Penghargaan Songsong Kuning Emas Untuk Bupati Keboemen), ditemukan sebuah laporan yang menarik perihal penyerahan penghargaan songsong kuning emas kepada Bupati Aroeng Binang oleh Mr. Van Der Jagt selaku Asisten Residen.

Apakah keberadaan songsong yang sekarang berada di Kabupaten Kebumen adalah milik Bupati Kebumen yaitu K.R.T. Aroengbinang yang telah menerima penghargaan songsong pada tahun 1922? Saya sendiri belum sampai pada posisi memastikannya. Namun kemungkinan  itu cukup mendekati kebenaran.

Setidaknya, artikel tersebut memberikan gambaran mengenai situasi sosial politik pada tahun 1922. Saya akan meringkaskan isi artikel tersebut kepada para pembaca. Saya bukan seorang yang expert (ahli) di bidang bahasa ini. Namun dengan sejumlah bantuan perangkat teknologi dan dictionary (kamus) dan encyclopedie (ensiklopedia), sejumlah kendala bahasa dapat diatas seminimal mungkin.



Artikel tersebut dimulai dengan tiga paragraf  pembuka sbb:

“Vrijdag 13 dezer had de plechtige uitreiking plaats van den gelen songsong aan den regent van Keboemen, hetgeen gepaard ging met tredende Javaansche traditie.

De Javaansche gala-costumes, de gamelans, de geheele kaboepaten was één droom van Javaansche mystiek, indrukwekkend, grootsch!

Om elf uur klonken hooger, luider op de gamelan-slagen, daar de resident van Kedoe, de heer v. d. Jagt, binnenreed. Even eenvoudig als zijne verschijning waren ook de woorden, tot den regent gesproken, woorden, getuigend van warme sympathie, diep gevoel”

Terjemahan bebas:

“Pada hari Jumat tanggal 13 ini, upacara penghargaan songsong kuning (emas) kepada Bupati Keboemen berlangsung dengan khusyuk, dengan iringan tradisi Jawa.

Kostum pesta Jawa, gamelan, seluruh kaboepaten berada dalam satu mimpi mistisisme Jawa, (sungguh) mengesankan, (begitu) agung!

Pukul sebelas, ketukan gamelan semakin tinggi dan keras, karena Residen Kedoe, yaitu Tuan Van Der  Jagt, memasuki (ruangan). Sesederhana penampilannya demikianlah kata-kata (sambutan) yang diucapkan kepada bupati, kata-kata yang menunjukkan simpati hangat, perasaan yang mendalam”

Tiga paragraf di atas membawa kita pada suasana zaman kolonial dan menghantar memasuki keramaian yang luar biasa di dalam gedung kabupaten. Selebihnya, artikel ini berbicara secara panjang lebar mengenai isi pidato Residen Kedu bernama Van Der Jagt.


Saya tidak akan menuliskan semua isi pidato tersebut agar tidak membosankan para pembaca melainkan pada beberapa penggalan kalimat yang dirasa penting untuk diketahui agar kita dapat memetakan situasi zaman itu melalui isi pidato tersebut.

Pidato dimulai dengan pernyataan sbb:

“Mijnheer de regent van Keboemen! Raden Adipati Aroeng Binang.

Bij Gouvernements Besluit dd. 22 Augustus jl. No. 62, waarvan zoo juist door den Gewestelijken Secretaris voorlezing is gedaan, heeft de regeering goedgevonden u te begiftigen met den gelen songsong. Op mij rust de aangename plicht, heden tot de uitreiking van dien songsong over te gaan. Gelijk ten besluite vermeld is deze hooge en zeldzame onderscheiding u te beurt gevallen als blijk van waardeering voor de door u bewezen diensten.

Als regent van het ontvoogde regentschap Keboemen werd de gele songsong u toegekend, voorafgegaan door 35 jaren—2s April 1887 zijt ge in dienst getreden—onafgebroken dienst als bestuursambtenaar, vanaf den laagstee tot den hoogsten rang, van af schrijver tot regent.”

Terjemahan bebas:

“Tuan Bupati Keboemen! Raden Adipati Aroeng Binang.

Dengan Keputusan Pemerintah tanggal. 22 Agustus No 62,  yang baru saja dibaca oleh Sekretaris Daerah (Gewestelijken Secretaris), telah menyetujui untuk memberi Anda songsong kuning (emas). Tugas yang membanggakan terletak pada diri saya untuk (memberikan) penghargaan songsong itu hari ini. Sebagaimana dinyatakan, penghargaan tinggi dan langka ini telah diberikan kepada Anda sebagai tanda penghargaan atas layanan yang telah Anda berikan.

Sebagai seorang bupati dari kabupaten Keboemen yang telah didewasakan, songsong kuning (emas) diberikan kepada Anda, didahului oleh 35 tahun - (sejak 2 April 1887) saat Anda dipekerjakan – melanjutkan pengabdian sebagai pegawai negeri (bestuursambtenaar), dari yang terendah ke yang tertinggi, dari juru tulis (schrijver) hingga bupati (regent)”.

Dalam sambutan tersebut ada frasa, “het ontvoogde regentschap Keboemen” (kabupaten Keboemen yang telah didewasakan). Kebumen telah menjadi sebuah kabupaten yang didewasakan. Apa artinya? Saya melakukan pelacakkan mengenai istilah ontvoogding dan diperoleh keterangan sbb:

“Na 1918 zouden op Java de Controleurs uit het binnenland worden teruggetrokken en vervangen worden door inheemse ambtenaren. Ook de assistent-resident had geen eigen bevoegdheden meer. In 1931 werd deze ontwikkeling deels weer teruggedraaid: met de ‘Taakverdeling’ kreeg de assistent-resident de rol van adviseur van de regent” (https://www.encyclo.nl/begrip/ontvoogding)

Terjemahan bebas:

“Setelah tahun 1918, seorang Controleur akan ditarik dari pedalaman Jawa dan digantikan oleh seorang pejabat dalam negeri. Asisten residen juga tidak lagi memiliki kekuasaan yang penuh. Pada tahun 1931 perkembangan ini sebagian terbalik yaitu dengan "pembagian tugas" di mana asisten residen diberi peran penasihat terhadap bupati”.

Jika songsong yang ada di rumah pusaka Kabupaten Kebumen saat ini adalah kemungkinan besar milik K.R.T. Aroengbinang yang menerima penghargaan dari pemerintahan Belanda pada tahun 1922. Pertanyaan berikutnya adalah, Aroengbinang ke berapa penerima penghargaan tersebut?

Jika mengikuti sumber website kabupaten maupun yang tertulis di Wikipedia, akan diperoleh data sbb:

  1. KRT. Arungbinang IV (awal menjabat tahun 1833 dan akhir menjabat tahun 1861 bertempat di Panjer)
  2. KRT. Arungbinang V            (awal menjabat tahun 1861  dan akhir menjabat tahun 1890 bertempat di Kebumen)
  3. KRT. Arungbinang VI (awal menjabat tahun 1890 dan akhir menjabat tahun 1908 bertempat di Kebumen)
  4. KRT. Arungbinang VII (awal menjabat tahun 1908 dan akhir menjabat tahun 1934 bertempat di Kebumen)
  5. KRT. Arungbinang VIII (awal menjabat tahun 1934 dan akhir menjabat tahun 1942 bertempat di Kebumen)


Jika peristiwa pemberian penghargaan songsong kuning emas terjadi pada tahun 1922 dan pentarikhan jabatan di atas dapat dipercaya, maka besar kemungkinan Aroengbinang ke-7 pemilik songsong emas yang saat ini tersimpan di gedung pusaka Kabupaten dan beberapa hari lalu dijamas untuk pertama kalinya.

Keyakinan saya ini diperkuat dengan penggalan kalimat pidato berikutnya:

“Reeds voor honderd jaar, een eeuw gesleden, bewees uw geslacht t.w. de vierde der Aroeng Binangs zijne diensten als regent van Pandjer, sedert Keboemen geheeten, aan het gouvernement van Nederlandsch-Indiè”

Terjemahan bebas:

“Sudah seratus tahun, seabad lalu, Anda terbukti  sebagai garis keturunan yang keempat dari Aroeng Binangs yang berjasa sebagai bupati Pandjer, -yang kemudian dikenal sebagai Keboemen - kepada pemerintah Hindia Belanda”

Jika dihitung tiga bupati sebelumnya dengan sebutan Arung Binang dan menetap di Panjer, maka Arung Binang IV sebagai generasi pertama wangsa Arung Binang yang memerintah di Kebumen.

Jika keseluruhan argumen dan analisis saya benar, maka dapat disimpulkan untuk sementara ini bahwa songsong kuning yang saat ini berdiam di rumah pusaka kabupaten adalah milik Arung Binang VII yang menerimanya dengan perayaan megah pada tahun 1922 sebagaimana dilaporkan koran De Sumatra Post.


Sebelum saya menutup tulisan ini, paragraf akhir artikel berbahasa Belanda memberikan sebuah deskripsi menarik perihal sebuah lokasi yang disebut societeit sbb:

“De feestmorgen verliep aangenaam en vroolijk, waarbij de dansmuziek ook het hare bijdroeg. 's Avonds werd het feest in de soos doorgezet. Als geschenk ontving de regent van De Europeesch ingezetenen van Keboemen een keurig zilveren schrijfetui en dito vaas”

Terjemahan bebas:

“Pagi itu pesta begitu menyenangkan dan menggembirakan, dengan alunan musik dansa (tarian) turut memeriahkan. Di malam hari pesta berlanjut di soos. Sebagai hadiah, bupati Keboemen yang mewakili pemerintahan Eropa, menerima wadah dan vas tulisan perak yang rapi”.

Istilah “soos” menurut sebuah ensiklopedi adalah, “1) Besloten club 2) Besloten gezelschap 3) Besloten vereniging 4) Beslotengezelschap 5) Bond 6) Café 7) Club 8) Club van kunstenaars 9) Clubgebouw 10) Gezelligheidscentraal” - https://www.woorden.org/woord/soos). Artinya, “ 1) Klub pribadi 2) Perusahaan swasta 3) Asosiasi swasta 4) Perusahaan swasta 5) Perkumpulan 6) Kafe 7) Klub 8) Klub seniman 9) Bangunan klub 10) Pusat sosial”. Sederhananya, societeit adalah gedung tempat orang Belanda menghabiskan waktu untuk bersantai, entah main bilyar yang pada waktu itu diistilahkan “oemah bola” dll.

Di manakah letak societeit di Kabupaten Kebumen kala itu? Saya tidak memiliki kepastian di mana lokasi gedung tersebut namun nampaknya masih di kawasan gedung Kabupaten di mana pesta tersebut dirayakan. Ini bisa menjadi kajian tersendiri yang akan dikembangkan dalam tulisan lainnya.

Kiranya tulisan awal ini dapat menjadi sebuah introduksi atau pengantar bagi para pembaca dan peminat kajian sejarah kewilayahan khususnya di era kolonial, sehingga kita memiliki sejumlah gambaran kehidupan sosial politik dan sosial budaya serta sosial ekonomi yang bermanfaat untuk mengkonstruksi masa depan sebuah kota.



** Artikel ini telah dimuat di tautan berikut:
http://www.inikebumen.net/2019/08/songsong-kuning-di-rumah-pusaka.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar