Rabu, 03 Juli 2019

MELAJAK JEJAK DAN KISAH DI SEMPOR: Dari Sempor Ajer Blanda, Pemandian Air Panas Hingga Waduk



Nama Sempor, lekat dengan keberadaan sebuah waduk yang mengalami kejayaan di era tahun 1980-an menjadi salah satu pusat kunjungan wisata di saat liburan. Diresmikan pembangunannya oleh Presiden Suharto pada tahun 1978 silam.

Sekalipun sejak akhir 1990-an pusat keramaian wisata bergeser ke banyak tempat lain dan Sempor ditinggalkan pengunjungnya, namun sampai saat ini sejumlah kecil wisatawan masih menjadikan Waduk Sempor sebagai pilihan kunjungan wisata. Sejumlah kegiatan pariwisata dan event yang digerakkan oleh desa mulai bergeliat dan menggairahkan kembali eksistensi Sempor di tengah menjamurnya sejumlah tempat wisata baru khususnya di wilayah Kebumen.


Waduk sempor merupakan bendungan pada daerah Sungai Jatinegara atau disebut juga Sungai Sempor dan Sungai Cicingguling yang mengalir dari utara ke selatan di Pegunungan Serayu Selatan dan bermuara di Samudra Hindia. Waduk Sempor terletak 8 km disebelah utara kota Gombong. Waduk sempor berada di ketinggian kurang lebih 30 meter di atas permukaan air laut.

Sempor, ternyata bukan hanya lekat dengan keberadaan waduknya. Di era kolonial, Sempor menjadi sebuah sentra kegiatan ekonomi tertentu khususnya yang dikelola oleh pihak swasta Belanda sebelum akhirnya pihak pemerintah Belanda merencanakan sebuah pembangunan waduk hingga kemudian diambil alih oleh pemerintahan Republik Indonesia, baik di era pemerintahan Sukarno maupun Suharto.


Kita akan melacak secara singkat berdasarkan laporan artikel dan iklan koran berbahasa Belanda dari periode kolonial terkait dengan keberadaan Sempor dan sejumlah aktivitas ekonominya.

Sumber Air Mineral

Dalam sebuah berita dalam koran, Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie bertanggal 29 April 1907 dengan judul, Mineraalwaterbron (Sumber Air Mineral) disebutkan perihal penemuan sumber air mineral.

Menurut laporan koran tersebut bahwasanya kualitas air mineral tersebut telah dianalisis oleh seorang ahli dari Batavia bernama Mr. Rathkamp dan dinilai, “is het een zeer gezond water dat met de beste Europeesche bronwateren kan wedfl veren” (air yang sangat sehat yang dapat bersaing dengan perairan mata air Eropa terbaik). Disebutkan bahwa keberadaan air mineral yang ini akan segera dipasarkan dan dikirim ke Semarang, Batavia, dan Surabaya.


Jika di tahun 1907 belum disebutkan siapa pemilik dan pengelola air mineral yang ditemukan di Desa Sempor  maka pelacakan koran Algemeen Handelsblad bertanggal 15 Mei 1912 telah menyebut satu nama yaitu Ch. Rapaport.

Dalam laporan koran ini disebutkan bahwa sebelum Ch. Rapaport menjadi pemilik dan pengelola perusahaan air mineral ini, sumber mata air ini menjadi pokok perselisihan kepemilikan dan pengelolaan hingga Rapaport kemudian mengambil alih. Koran tersebut mengatakan:

"Sumber mata air ini - yang sebelumnya merupakan sumber kontroversi dan masalah antara pemegang konsesi dan pemegang saham -  sekarang menjadi pemilik toko Ch. Rapaport di Gombong. Ia dapat mengelolanya sendiri tanpa modal perusahaan, tetapi cepat atau lambat ia akan mendirikan perusahaan. Karena orang-orang Tiongkok saat ini memperkenalkan toko-toko es krim kecil ke dalam perusahaan, Mr. Rapaport tidak dapat ditinggalkan".

Namun demikian usaha bisnis air mineral Rapaport banyak mengalami kendala di bidang transportasi sehingga harga jual yang ditawarkan tidak terjangkau oleh para pembeli. Belum lagi bisnis es krim oleh sejumlah orang Tionghoa mulai menarik konsumen. Rapaport kemudian mengusulkan ke pihak pengelola Staat Sporwagen untuk membangun jalur kereta api dari Gombong ke Sempor.

"Ini bukan bisnis seperti itu dari perusahaan Apollinaris di Neuenahr di wilayah Rhine, tetapi operator berusaha untuk memperoleh pasar yang lebih besar untuk Sempor ajerblanda. Bagaimanapun, sangat sulit di perusahaannya karena tidak adanya jalur kereta api antara Sempor dan Gombong. Tingginya biaya pengangkutan antar wilayah dan pecahnya botol menyebabkan Sompor-ajer blanda dijual dengan harga yang sama sekali tidak mendorong masyarakat untuk memilih air mineral ini daripada Apollinaris dan blanda anyelir buatan'

Ketika kita membaca penggalan berita di atas ada sebuah istilah yang mungkin membuat kita bingung yaitu “Sempor ajerblanda” atau “ajer-blanda”. Istilah “ajer-blanda” artinya “air Belanda” yaitu sebuah istilah untuk “air mineral”. Pradaningrum Mijarto dalam artikelnya, Air Belanda, Apa Itu? menjelaskan perihal “ajer Blanda” sbb, “Air mineral di Hindia Belanda hadir atas prakarsa seorang apoteker bernama Hendrik Freerk Tillema yang pada 1896 bekerja di Samarangsche-Apotheek milik R Klaasesz and Co. Ewald Vanvugt, dalam sebuah artikel berjudul De Donkere Kant van Tempo Doeloe (Sisi Tergelap Tempo Doeloe) menulis, HF Tillema mampu membeli perusahaan Klaasesz and Co pada 1899(http://www.kompas.com).

Tidak ada keterangan lain berupa artikel ataupupun iklan yang menunjukkan perkembangan dan ekspansi usaha air mineral Rapaport yang bersumber di Sempor ini, sampai nanti nama Rapaport muncul di iklan lain berkaitan dengan usaha barunya.

Hotel dan Sumber Air Panas

Koran De Preangerbode bertanggal 1 November 1915 melaporkan sebuah iklan keberadaan hotal bernama Hotel Rapaport dan diberikan keterangan, "In de onmiddellijke nabijheid van toko Rapaport (di sekitar Toko Rappaport)".

Namun demikian sebelum tahun 1915 sebagaimana laporan iklan koran  Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië  bertanggal 14 Oktober 1910, nama Rapaport muncul sebagai sebuah pengelola hotel dengan menyediakan sebuah keistimewaan yaitu pemandian air panas untuk proses kesembuhan penyakit.


Selengkapnya iklan tersebut berbunyi:

Koolzuurhoudende Warmwater-Baden te SEMPOR. Zijn zeer uitstekend voor zenuw-, jichten Bheumatieklijders en bevorderen den eetlust. Deze badinrichting, waar tevens EEN HOTEL aan verbonden is, is gelegen op een afstand van 4 1/2  paal van Gombong. Inlichtingen zijn te bekomen bij den Eigenaar Ch. RAPAPORT te Gombong.

Terjemahan bebas:

"Pemandian Air Panas Berkarbonasi di SEMPOR. Sangat luar biasa untuk penderita saraf dan asam urat, serta meningkatkan nafsu makan. Penginapan mandi ini, yang juga memiliki sebuah hotel, terletak pada jarak 4 1/2 paal (4 1/2 x 1.705= 6,781,5 (6,8 km) dari Gombong. Informasi dapat diperoleh dari Ch. RAPAPORT Pemilik di Gombong"

Untuk beberapa tahun lamanya iklan Koolzuurhoudende Warmwater-Baden di Sempor masih ditayangkan di sejumlah media surat kabar meskipun kemudian tidak dapat ditelusuri apa yang terjadi kemudian.

Sumber Pengairan Gombong

Sampai akhirnya sebuah koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië bertanggal 5 November 1919 menyebutkan sebuah rencana dari pihak militer (Belanda) untuk membuat semacam sumber penampungan air. Dalam sebuah berita pendek berjudul, Water voor Gombong dikatakan:




"Di Gombong, sebuah komisi militer bertugas menyelesaikan masalah pasokan air di garnisun di sana. Ada pilihan antara Boeajan, sumber ukuran besar ± 7 paal selatan Sempor ± 6 paal utara Gombong. Namun, yang pertama, airnya (Buayan) telah ditolak. Saat ini seseorang telah kembali dari Eropa dalam negosiasi dengan pemilik De Semporbron, yaitu Tuan Rapaport. Jika kesepakatan tercapai, Gombong akan kehilangan tempat yang menyenangkan dan nyaman untuk bersantai'.

Artikel di atas menerangkan bahwa Buayan dan Sempor menjadi dua lokasi yang dipilih sebagai tempat pasokan air untuk kepentingan publik dan pilihan jatuh pada Sempor.

Pemilihan lokasi Sempor sebagai tempat pemasokkan air nampaknya mengambil lahan yang cukup luas dan mengubah beberapa landskap sampai-sampai artikel tersebut memberikan gambaran, zal Gombong een lief gelegen en aangename uitspaningsplaats verliezen (Gombong akan kehilangan tempat yang menyenangkan dan nyaman untuk bersantai)"

Nampaknya proyek ini tidak begitu berhasil dan nanti paska kemerdekaan pada tahun 1957 - proyek yang sudah digagas sejak pemerintahan Belanda – akhirnya dilaksanakan oleh pemerintahan Sukarno dan disempurnakan di era pemerintahan Suharto.

Pembangunan Waduk

Pasca kemerdekaan dan Sempor telah menjadi bagian dari Republik Indonesia, koran Algemeen Indisch Dagblad: de Preangerbode bertanggal 7 Februari 1957 menurunkan sebuah artikel cukup panjang dengan judul, Irrigatiewerken in voorbereiding: Groots project bij Sempor in uitvoering Midden Java (Pekerjaan Irigasi Dalam Tahap Persiapan: Proyek Besar Sempor Jawa Tengah Dalam Pelaksanaan).

Artikel tersebut melaporkan bahwa sesuai desain akan dibangun penampungan air yang dapat menampung 76 juta m3 air dengan jumlah air bersih mencapai 59 juta kubik. Permukaan danau buatan ini memakan luasan 300 ha dengan ketinggian bendungan primer 57 m. Sebuah bendungan sekunder setinggi 14 m kemudian dibangun di punggung bukit terdekat.


Proyek ini direncanakan mengairi permukaan seluas 13.300 ha secara permanen, di mana 2 kali menanam padi dan 1 kali tanaman tambahan dapat dipanen per tahun. Jika keuangan memadai, proyek ini  diharapkan selesai pada tahun 1962.

Tujuan proyek bendungan bukan sekedar untuk keperluan irigasi melainkan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bandjir terus menerus di daerah sekitar Karanganjar. Adapun biaya keseluruhan untuk pembangunan Waduk Sempor di tahun 1957 adalah sekitar Rp. 70.000.000,-.

Sempor Masa Kini

Sekalipun pengunjungnya tidak seramai di era tahun 1980-an, namun panorama Sempor tetap menjadi primadona bagi mereka yang menyukai eksotika dan panorama bukit dan ketenangan air waduk serta perjalanan mengelilingi waduk dengan perahu mesin.

Sejumlah event kewisataan digiatkan kembali oleh kelompok Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) dan pemerintahan desa sebagaimana event bernama Festival Kaliputih yang menampilkan pertunjukan seni dan budaya berupa sendratari dan wayang dengan 5 dalang cilik yang diselenggarakan di kawasan Waduk Sempor, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, 25 Desember 2018 silam.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar