Senin, 18 November 2019

HANDBOEK VOOR TOURISME IN NEDERLANDSCHE INDIE: MEMBACA GELIAT TURISME DAN PARIWISATA HINDIA BELANDA



Kegiatan turisme dan pariwisata ternyata bukan produk negara modern pasca kolonialisme. Sejak era kolonialisme, kegiatan turisme telah berlangsung secara sistematik sejak tahun 1908 (sebelum tahun ini kegiatan wisata belum terstruktur dan tersistematisasi).

Sebagaimana telah saya ulas dalam artikel sebelumnya, “Hotel Untuk Para Mener dan Mevrouw di Kebumen dan Gombong Era Kolonial” (Teguh Hindarto, historyandlegacy-kebumen.blogspot.com) bahwa pada tahun 1934, Royal Dutch Mail mencoba memikat wisatawan ke Hindia Belanda dengan memasang iklan di majalah Tourism in Netherland Indie. Majalah itu didistribusikan ke seluruh dunia oleh Vereeniging Toeristenverkeer.

Iklan tersebut menjanjikan layanan yang baik, pantai pohon palem dan budaya eksotis. Dengan melakukan hal itu, majalah tersebut hendak memaparkan dua fitur era modern: pariwisata dan imperialisme. Awal abad ke-20 menyaksikan kebangkitan global pariwisata modern terus berlanjut, karena waktu luang semakin menentukan kehidupan di metropol (negara induk sebuah koloni), inovasi transportasi membuat dunia lebih kecil, dan infrastruktur wisata muncul di mana-mana. Selain itu, Royal Dutch Mail adalah perusahaan penting dalam proyek kekaisaran Belanda. Ketika kerajaan-kerajaan Eropa meluas ke seluruh dunia, begitu pula dengan kapal uap dan kereta api yang menghubungkan metropol ke koloni-koloninya. Vereeniging Toeristenverkeer didirikan di era imperialisme dan pariwisata ini.

Kisah Vereeniging Toeristenverkeer  adalah kisah tentang bagaimana kekuatan kekaisaran Belanda, pemerintah kolonial dan pengusaha, memobilisasi pariwisata untuk proyek kekaisaran Belanda. Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan, Hans Meulendijks, dalam bukunya Tourism and imperialism in the Dutch East Indies: Guidebooks of the Vereeniging Toeristenverkeer in the late colonial era (1908-1939), “Therefore, the history of the Vereeniging is approached as ‘tourism in an imperial context’, rather than ‘imperial tourism.’ This prevents that the understanding of the Vereeniging is overdetermined by imperialism” (sejarah Vereeniging didekati sebagai 'pariwisata dalam konteks kekaisaran', bukan 'pariwisata kekaisaran' . Ini mencegah bahwa pemahaman Vereeniging terlalu ditentukan oleh imperialisme, 2017:20).



Menarik membaca sebuah buku dengan judul, Handboek Voor Tourisme In Nederlandsch Indie yang dikeluarkan oleh De Koninklijke Vereeniging  Java Motor Club . Buku ini tanpa keterangan terbit namun jika memeriksa di data yang tersedia secara on line oleh ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), tertera tanggal penerbitan buku panduan turisme yaitu1929.

Buku ini berisikan daftar berbagai hotel dan tempat wisata di seluruh Hindia Belanda yang terhubung dengan organisasi Java Motor Club termasuk di wilayah Kebumen dan Karanganyar (sebelum tahun 1937, Kebumen dan Gombong merupakan wilayah tersendiri. Gombong merupakan salah satu distrik dari Kabupaten Karanganyar)

Daftar nama-nama sejumlah hotel yang terhubung dengan Java Motor Club di seluruh Hindia Belanda termasuk di Kebumen (Bad Krakal Hotel) dan Gombong (Hotel Gombong) menunjukkan sebuah alasan bagi kita bahwa keberadaan hotel yang telah berkembang bukan sekedar tempat peristirahahatan bagi mereka yang bepergian jauh melainkan berkaitan dengan kegiatan wisata di era kolonial.



Bad Krakal (pemandian Krakal) dan Karangbolong (pesanggrahan dan pantai serta gua sarang walet) terlacak sebagai lokasi kewisataan yang telah dikenal sejak lama. Dengan demikian menjadi jelas, mengapa kita kerap mendapati sejumlah grafiti berwarna hitam dari tahun 1800-an dan 1900-an di kawasan gua Karangbolong. Itu dikarenakan kawasan tersebut telah menjadi pusat tujuan wisata di Jawa Tengah (Teguh Hindarto, Membaca Grafiti di Gua Jatijajar – historyandlegacy-kebumen.blogspot.com)

Selain Gua Karangbolong (saat itu masuk wilayah Kabupaten Karanganyar), di Gombong tersedia sebuah kolam renang terkenal yang dikelola militer Belanda yang berada di sekitar Pupilen School di kawasan Fort Cochius (sekarang Benteng Van Der Wijk) dengan keterangan sbb: Militaire zwemgelegenheid; voor het zwemmen van vreemdelingen is toestemming vereischt van den Plaatselijk Militairen Commandant (Fasilitas renang militer; untuk berenang, orang asing harus mendapat izin dari Komandan Militer Lokal). Kawasan kolam renang tersebut sampai hari ini masih ada dan menjadi bagian dari wisata benteng Van der Wijk (aslinya bernama Fort Cochius)


Mengenai Gua Karangbolong, lokasi ini bukan hanya telah dikenal sejak tahun 1800-an sebagai tempat pengunduhan sarang burung walet dan para pengunduh yang bekerja dengan peralatan sederhana serta kepercayaan terhadap kekuatan penguasa Pantai Selatan. Tempat ini juga menjadi kawasan wisata yang terkenal dan banyak diminati orang.

Dalam buku ini diberikan sebuah keterangan yang cukup panjang lebar mengenai keadaan pengunduhan sarang walet di gua Karang Bolong dan pesangrahan yang didirikan di sekitar gua sbb:

Karangbolong is van uit Gombong per auto te bereiken. De weg (± 18 km) is tot aan Djeladrie Kidoei goed berijdbaar, op enkele stukken na, welke in den Westmoesson veel onder water komen. Het laatste stuk van Djeladrie KidoeI naar Karangbolong (± 3 K. M.) was oorspronkelijk niet berijdbaar.

Karangbolong dapat dicapai dengan “auto” (kendaraan bermotor beroda empat) dari Gombong. Jalan ini (± 18 km.) dapat dengan mudah dicapai sejauh Djeladrie Kidoel dengan pengecualian beberapa bagian, yang sering terendam saat terjadi Monsun Barat. Bagian akhir dari Djeladrie KidoeI ke Karangbolong (± 3 km.) pada awalnya tidak dapat diakses



Thans kunnen auto's in den drogen tijd wel tot Karangbolong komen. In den Westmoesson zijn tochten naar Karangbolong niet aan te raden, aangezien de vrij geaccidenteerde weg glibberig is, en vele bochten heeft. Te Karangbolong is een passanggrahan, welke in pacht is gegeven aan den Heer Oei Tjing Hwat, handelaar te Gombong, die mede de grotten in pacht heeft. Bij voorafgaande waarschuwing kan voor rijsttafel en ander voedsel worden gezorgd. Van den passanggrahan moet men, om de grotten te naderen, nog ± 3 km bergopwaarts gaan. Ofschoon voor gewone toeristen het afdalen in die grotten niet doenlijk is, blijft het toch heel interessant, te zien, hoe de Javaan met zijn primitieve middelen in die donkere bolten binnendringt, om de eetbare vogelnestjes te bemachtigen

Sekarang, “auto” dapat datang ke Karangbolong saat jatuh musim kemarau. Saat terjadi Monsun Barat, perjalanan ke Karangbolong tidak disarankan, karena jalan yang tidak rata, licin dan memiliki banyak lengkungan (bochten). Ada sebuah pesanggrahan di Karangbolong, yang disewakan (pacht) kepada Tn. Oei Tjing Hwat, pedagang di Gombong, yang juga menyewa gua. Dengan terlebih dahulu melakukan pemesanan, meja nasi dan makanan lainnya dapat disediakan. Dari passanggrahan, seseorang harus menempuh ± 3 km menanjak untuk mendekati gua. Meskipun tidak layak bagi wisatawan biasa untuk turun ke gua-gua itu, masih sangat menarik untuk melihat bagaimana orang Jawa, dengan sarana primitifnya, menembus ke dalam tonggak gelap itu untuk mendapatkan sarang burung walet yang bisa dimakan (de eetbare vogelnestjes)

De zoogenaamde pluk heeft vier maals jaars plaats en wel in de maanden Januari, April of Mei, Augustus of September en November. Onnoodig te zeggen dat ieder jaar de pluk begint met een groote slametan om de Godin Njai Loro Kidoel gunstig voor de plukkers te stemmen.

Yang disebut pengunduhan (pluk) berlangsung sebanyak empat kali dalam setahun yaitu pada bulan Januari, April atau Mei, Agustus atau September dan November. Jangan ditanya lagi, pengunduhan dimulai setiap tahun dengan slametan besar membuat Dewi Njai Loro Kidoel memberi keuntungan bagi para pengunduh

De grot Goewo Djoembleng is vanaf een zeker punt zichtbaar. Voor de afdaling maakt de Javaan gebruik van rottan ladders die voor deze grot een lengte hebben van ruim 150 M. Verder kan de grot worden betreden door klimmers en springers. hetgeen groote behendigheid vereischt in verband met de steeds onstuimige zee.

Gua “Goewo Djoembleng” terlihat dari titik tertentu. Untuk menuruninya, orang Jawa menggunakan tangga rotan yang memiliki panjang lebih dari 150 m. Untuk gua ini, pendaki dan pelompat juga bisa memasuki gua yang membutuhkan kelincahan besar sehubungan dengan laut yang selalu bergolak

Voor de grot Goewo Gedeh geschiedt de afdaling langs de rotsen ook middels een rottanladder die ongeveer 100 m lang is.

Untuk menuju gua “Goewo Gedeh”, tindakan menuruni sepanjang bebatuan juga terjadi dengan menggunakan tangga rotan sepanjang sekitar 100 m

Deze grot gaat in horizontale richting ongeveer 800 M. diep en heeft inwendig nog een tiental zijgangen. In deze grot komen de Javanen binnen op loopplanken beter gezegd, op loopbamboes. Deze worden middels touwen aan de rotsen vastgemaakt.

Gua ini berjalan sekitar 800 m dalam arah horizontal dan masih memiliki selusin koridor di bagian dalamnya. Orang Jawa memasuki gua ini melalui lorong -lebih baik dikatakan- di atas simpul bambu. Bambu ini melekat pada batu oleh tali

Feitelijk zijn er niets dan twee rijen bamboes onder elkaar, de onderste bamboe wordt betreden en aan de bovenste houden zij zich vast. Deze bamboes worden in van te voren gemaakte gaten in de rots middels lussen opgehangen; dus een min of meer schommelende weg en niets voor menschen met ruimtevrees of zwakke zenuwen.

Faktanya, tidak ada yang lain kecuali dua baris bambu di bawah satu sama lain, di mana bambu bagian bawah dimasukkan dan mereka menempel di bagian atas yang tersangkut. Bambu-bambu ini digantung dengan  lilitan dalam lubang yang sudah dibuat pada batu; sehingga kurang lebihnya membuat jalan bergoyang dan tidak menimbulkan masalah bagi orang-orang yang takut akan ruang atau lemah syaraf.

Pembacaan buku usang dan berbahasa Belanda di tahun 1929 (yang kerap diabaikan dan disepelekan) perihal geliat turisme dan pariwisata, menolong kita memahami sejumlah kawasan wisata di Kebumen yang memiliki akar historis, seperti Karangbolong dan pemandian air panas Krakal. Akar historis ini bisa menjadi nilai jual tersendiri yang dikemas menjadi bahan edukasi sejarah dan kewisataan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar