Senin, 27 Juli 2020

WABAH MALARIA DI KEBUMEN 1926 DAN 1941


Sebuah berita bertajuk, Malaria Epidemie te Keboemen yang dimuat harian De Locomotief (14 Mei 1926) melaporkan wabah malaria yang memakan korban banyak penduduk Kebumen khususnya di kawasan selatan.

Kita dapat memperkirakan keganasan epidemi ini saat dituliskan, de inwoners daarvan gedeeimeerd door deze ziekten (penduduknya berkurang karena penyakit ini) dan neemt het aantal zieken in den laatsen tijd weer onrusbarend  (jumlah orang yang sakit belakangan ini menguatirkan).

Beruntung ada rumah sakit Misi yang sudah berdiri sejak tahun 1915 itupun penuh sesak keadaannya. Industri genting Tichelwerken pun terkena dampak karena banyaknya karyawan yang berkurang karena sakit. Demikian pula dengan pabrik minyak mengalami kemandegan akibat karyawannya banyak yang jatuh sakit.


Penyakit malaria kelak melanda Kebumen kembali (termasuk Cilacap) sebagaimana laporan De Indische Courant (29 Januari 1941). Tientallen dooden zijn eer aan ten offer gevallen (puluhan orang mati menjadi korban), demikian tulis harian tersebut.

Penyebabnya karena curah hujan yang tinggi. Angka kematian akibat malaria di Cilacap sangat tinggi yaitu mencapai 6673 sejak triwulan terakhir tahun 1940 padahal angka kelahirannya 5047.

Harian ini memperingatkan perihal, een lichte 'opleving' de malaria op Java geconstateerd worden (sedikit kebangkitan malaria di Jawa perlu diperhatikan). Dari perulangan wabah ini kita bisa sedikit memberikan keterangan bahwa sebuah siklus wabah bisa terjadi puluhan tahun kemudian, entah sebuah penyakit yang sama atau bisa jadi wabah jenis baru. 

Sebagaimana siklus gempa bumi pernah terjadi di Kebumen tahun 1898 dan 1937 (https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com) dan siklus bencana banjir terjadi di Kebumen tahun 1895, 1904, 1928, 1937 (https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.coml). Demikianlah siklus wabah pernah terjadi dan mungkin saja terjadi di kemudian hari.

Di masa kini, jumlah kematian yang besar dan mengejutkan memudahkan berkembangnya berbagai dugaan beraroma konspirasi sebagaimana disebarluaskan penganut teori konspirasi saat terjadinya pandemi Covid-19 saat ini.

Daripada menuduh perulangan wabah ini sebagai sebuah konspirasi oleh kelompok-kelompok tertentu dengan tujuan tertentu, lebih baik kita berkaca dan belajar dari sejarah perihal siklus wabah dan siklus bencana agar kita selalu menjadi masyarakat yang antisipatif tinimbang reaktif.

Pilihan ada pada kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar