Nelly Rose Marchand (istri Oscar Charles Woldringh, karyawan Mexolie 1933-1942) sedang membaca buku di rumah karyawan Mexolie pada tahun 1933
Pada
suatu pagi, penulis menyempatkan diri untuk menengok situasi terkini gedung eks
Makodim 0709/Kebumen pasca pemindahan dan peresmian gedung Makodim 0709 di
Lingkar Selatan Februari 2022 lalu.
Bangunan
tua yang ditempati militer ini nampak kosong dan hanya dijaga oleh beberapa
anggota Makodim sementara bangunan lainnya telah kosong dan beberapa bagian
rusak layaknya sebuah bangunan yang ditinggalkan penghuninya.
Eks Makodim 0709 setelah ditinggalkan dan berpindah lokasi
Dibalik
bangunan kosong yang telah ditinggalkan ini tersimpan jejak-jejak kisah dibalik
artefak bangunan yang masih memperlihatkan arsitektur kolonial berupa bangunan
Indisch. Bangunan eks Makodim dahulunya adalah kantor karyawan pabrik minyak
kelapa Insulinde dan Mexolie sementara bangunan di sebelah
timur yang saat ini berdiri sebuah hotel bernama Mexolie, dahulunya adalah lokasi pabrik pengelolaan minyak kelapa.
Eks Makodim 0709 setelah ditinggalkan dan berpindah lokasi
Dari Insulinde ke Mexolie
N.V. Oliefabrieken Insulinde,
Amsterdam - Den Haag - Kediri - Blitar - Keboemen, Produsen Minyak Besar di
Nusantara, Demikianlah bunyi
sebuah iklan yang dimuat surat kabar Het
Nieuws (5 Juni 1915) mengenai pabrik minyak kelapa besar di Kebumen bernama
N.V. Insulinde sebelum nanti mengalami gulung tikar di tahun 1920-an untuk
kemudian digantikan oleh N.V. Mexolie.
Iklan N.V. Oliefabrieken Insulinde di surat kabar tahun 1915
Dari
penelusuran sejumlah media surat kabar di Hindia Belanda, keberadaan N.V. Oliefabrieken Insulinde di Kebumen
nampaknya dimulai di tahun 1915. Tidak ada iklan dan berita di tahun 1913-1914
perihal keberadaan N.V. Oliefabrieken
Insulinde di Kebumen. Sebaliknya, dalam sejumlah iklan dapat ditemui
perihal berdirinya perusahaan ini di Kebumen adalah tahun 1915.
Aktivitas di N.V. Oliefabrieken Insulinde sekitar tahun 1920-an
Sebuah
berita mengejutkan di tahun 1926 memastikan nasib N.V. Oliefabriekken Insulinde
secara keseluruhan. Dalam sebuah pemberitahuan yang diiklankan di beberapa
surat kabar al., Bataviaasch Nieuwsblad
(22-11-1926), dan De Telegraaf (06-11-1926) dengan judul “Oliefabriekken
Insulinde Openbare Verkooping” (Penjualan ke Publik Pabrik Minyak Insulinde)
dengan pengacara perusahaan bernama Mr. J. van der Does de Willebois sebagai penanggungjawab.
Logo OFI singkatan dari Oliefabrieken Insulinde, tahun 1920-an
Tidak
diketahui dengan jelas tarikh perubahan perusahaan yang mengalami kebangkruttan
pada tahun 1926 kemudian beralih menjadi Pabrik Minyak Mexolie. Namun dalam
sebuah iklan pendek yang dimuat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië
(02-01-1930), perihal nama keluarga K. Sanderse, tertulis nama Mexolie sebagai
alamat. Dari sini dapat diperkirakan bahwa sekitar tahun 1929 atau 1930,
perusahaan pengganti ini berdiri di Kebumen (Teguh Hindarto, Oliefabrieken Insulinde Kebumen: Mengurai
Lapisan Kisah Sejarah Perusahaan Minyak Kelapa Era Kolonial di Kebumen-
http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/05/oliefabriekken-insulinde-kebumen.html
Aktifitas kerja di Mexolie Fabrieken 1930-an
Aktivitas
produksi N.V. Mexolie di Kebumen
berlangsung sampai tahun 1942 saat Jepang mengontrol Jawa termasuk Kebumen. Belum
ada informasi apa yang terjadi dengan Mexolie
pasca Jepang berkuasa di Kebumen. Ketika terjadi Agresi Militer I (1947) pabrik
Mexolie menjadi markas Batalyon III/64 Resimen XX, Kedu Selatan.
Testimoni Nelly Rose Marchand, Istri
Pegawai Mexolie di Tahun 1933-1934
Adalah
Nelly Rose Marchand (lahir di Bienne, Switzerland, 10 Agustus 1906) seorang
wanita dan istri dari Oscar Charles Woldringh (keturunan Belanda, lahir di
Semarang,15 December 1904). Mereka pernah tinggal di Kebumen tahun 1933 sampai
1942 sebagai karyawan pabrik minyak Mexolie. Ada banyak foto aktifitas mereka
selama di Kebumen dan beberapa kota di mana mereka bepergian.
Nelly Rose Marchand dan suaminya Oscar Charles Woldringh
Surat-surat Nelly dalam bahasa Prancis telah ditranskripsikan dalam sebuah blog
pribadi keluarga dan sebagian dari isi surat tersebut salah satu referensi
untuk merekonstruksi kembali situasi sosial ekonomi Kebumen di tahun 1930-an
dan dituangkan dalam buku yang ditulis oleh penulis sendiri (Teguh Hindarto)
dengan judul, Bukan Kota Tanpa Masa
Lalu: Dinamika Sosial Ekonomi Kebumen Era Arung Binang VII (Yogyakarta,
Deepublish 2020).
Nelly Rose Marchand sedang bersantai di depan teras rumah dinas
Berikut
beberapa petikan isi surat dan ungkapan hati Nelly kepada keluarganya yaitu:
“Kami
memiliki 3 kamar tidur besar 1 beranda di depan dan satu di belakang yang akan
menjadi ruang makan. Paviliun juga terdiri dari kamar tidur besar dan beranda.
Rumah dibangun dengan baik, diangkat oleh 4 langkah. Kami tepat di depan
stasiun dan saya akan melihat semua kereta lewat. Kami tinggal di Insulindenweg,
jadi ini adalah jalan menuju pabrik” (Kebumen 15 Oktober 1933)
Lapangan tenis di depan kantor karyawan Mexolie Fabrieken
"Keboemen
adalah tempat yang cantik, Anda tahu, semua jalannya, jalannya dibatasi oleh
pohon-pohon besar, (Keboemen est un joli endroit, tu sais, toutes ses routes,
ses chemins sont bordés de grands arbres) seolah-olah di Biel semua jalan
tampak seperti Pasquart. Kami tinggal sedikit di luar, semua rumah pabrik
terletak di sekitar taman kecil yang cantik di mana ada juga lapangan tenis (le
tennis court)" (Kebumen 25 Mei 1934)
Oscar Charles Woldringh (duduk dan menunduk paling kanan) di sampingnya duduk pria Jawa menggunakan blangkon bernama Idris, tahun 1933
Beruntung
dengan adanya surat-surat dan beberapa foto yang sempat diabadikan Nelly
mengenai situasi sosial ekonomi Kebumen kisaran tahun 1933-1936 menolong kita
melihat kembali masa lalu dengan lebih mendekati utuh.
Dari Mexolie Menjadi Nabati Yasa
Hingga Sarinabati
Akibat
hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) maka pabrik Mexolie yang semula dikuasai
Indonesia kembali dikuasai Belanda. Pada tahun 1951 pabrik Mexolie kembali
berjalan dengan direksi orang-orang Belanda namun kepala bagian produksi
dijabat orang Indonesia (Heru Subagyo).
Namun
akibat pembatalan perjanjian KMB (melalui UU No 13 tahun 1956) maka aset
perusahaan Belanda di Indonesia termasuk di Kebumen diambil alih pemerintahan
republik dan dinasionalisasi dan berada di bawah kendali Badan Penguasaan
Industri dan Tambang (BAPIT cikal bakal BUMN). Direktur utama Mayor Soedjono
dan Kepala Bagian Produksi Heru Subagyo.
Pada
tahun 1961 pabrik Mexolie berganti menjadi Nabati Yasa. Sekitar tahun 1980-an
berganti nama menjadi Sari Nabati dan tahun 1985-an mengalami kebangkrutan dan
menjadi gedung mangkrak (Sumaryo Soemardjo, Anak Panjer Kebumen: Novel Memoar dari Seorang Anak Yang Dilahirkan dan
Dibesarkan di Desa Panjer Kebumen, Malang: AE Press 2019:114-122).
Sampai kemudian tahun 2016 di kawasan eks pabrik Mexolie/Nabati Yasa/Sarinabati kemudian dibangun hotel berbintang tiga bernama "Mexolie" (Untuk foto-foto bangunan eks Mexolie sebelum pembangunan hotel dapat membaca artikel berikut,Teguh Hindarto, Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabatiasa: Perjalanan Sejarah dan Ancaman Kepunahan Eksistensi - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2013/06/pabrik-minyak-kelapa-sari-nabatiasa.html).
Study Trip Sesi ke-1 bersama Historical Study Trips, 2 Agustus 2020
Sementara kantor karyawan pabrik Mexolie sejak tahun 1954 dipergunakan menjadi
Markas Kodim 0709/Kebumen di atas lahan milik Perusahaan Daerah Citra Mandiri
Jawa Tengah Pada tanggal 21 Februari 2022 Makodim 0709 Kebumen resmi berpindah
ke Lingkar Selatan. Berdiri di atas tanah seluas 14.954 meter persegi bangunan
ini diresmikan oleh Kepala Staf Angkatan
Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman.
Apa
yang akan terjadi dengan nasib bangunan eks Makodim 0709 yang juga dahulu
adalah kantor karyawan pabrik minyak Mexolie
dan sebelumnya lagi adalah pabrik minyak Insulinde? Masa depan yang akan menjawabnya. Penulis sebagai pegiat
sejarah kota dan pemandu wisata sejarah hanya berharap bahwa pihak-pihak yang
berkepentingan dengan tanah dan bangunan ini dapat mempertahankan nilai sejarah
dan cagar budaya yang merentang dibalik artefak sehingga tidak mengganti dengan
bangunan baru dengan meratakan yang lama.
Keberadaan
bangunan-bangunan bersejarah era kolonial dapat dimanfaatkan baik untuk
kepentingan edukasi (museum), ekonomi (cafe, restoran, hotel), wisata sejarah
(study trip) dengan tetap mempertahankan eksistensi bangunan lama. Ambil contoh
yang belum lama ini penulis ulas mengenai pemanfaatan eks rumah direktur
Stasiun Kalasan untuk menjadi sebuah kafe bernama Kostaka (Kopi Stasiun Kereta) dengan menyajikan pengalaman melihat
dan mendengar kereta lewat sembari makan dan minum kopi (Teguh Hindarto, Stasiun Kalasan dan Kopi Stasiun Kalasan
- https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2023/01/stasiun-kalasan-dan-kopi-stasiun-kalasan.html).
Pelestarian
bangunan kolonial bersejarah merupakan kegiatan pelestarian cagar budaya, dan
hasilnya dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah.
Pemanfaatan bangunan kolonial didukung oleh UU Cagar Budaya No 11 tahun 2010
pasal 85 tentang Pemanfaatan Bangunan Cagar Budaya, yang aturannya terdiri dari
:
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan agar udaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
(2)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar
Budaya yang dilakukan oleh setiap orang
(3)
Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa izin pemanfaatan, dukungan
Tenaga Ahli Pelestarian, dukungan dana, dan/atau pelatihan
(4)
Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk memperkuat identitas
budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat
Mari
kita menjaga bersama agar kota kita tetap memiliki masa lalu yang terbaca dari
keberadaan bangunan-bangunan lama yang berkisah tentang kehidupan sosial dan
ekonomi pada masanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar