https://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM
Jika kita tiba di kota Kebumen
melalui jalur transportasi kereta api, sesaat setelah kita keluar dari stasiun
akan nampak sebuah bangunan megah sebuah hotel bernama Mexolie. Dibalik kemegahan sebuah hotel bertingkat tiga yang
diresmikan Desember 2016 lalu, ternyata terdapat lapis demi lapis sejarah yang
menarik untuk disingkapkan dan diketahui publik, khususnya peminat sejarah.
Beberapa lokasi bangunan lama yang masih tersisa di bagian belakang hotel Mexolie dapat terlihat saat melintasi Jl. Cendrawasih karena lintasan rel kereta sejajar dengan lokasi jalan tersebut. Tiga bangunan tanpa atap menjadi saksi bisu perubahan jaman yang telah meninggalkan kejayaan pabrik minyak kelapa di era kolonial.
Beberapa lokasi bangunan lama yang masih tersisa di bagian belakang hotel Mexolie dapat terlihat saat melintasi Jl. Cendrawasih karena lintasan rel kereta sejajar dengan lokasi jalan tersebut. Tiga bangunan tanpa atap menjadi saksi bisu perubahan jaman yang telah meninggalkan kejayaan pabrik minyak kelapa di era kolonial.
Kelapa Sebagai Komoditas Global
Di era kolonial, selain gula dan
karet sebagai komoditas ekspor primadona untuk memenuhi kebutuhan Eropa, kopra
dan minyak kelapa merupakan produk penting untuk diekspor. Seperti dikatakan A.
Rasyid Asba, “Tanaman kelapa baru
mendapat perhatian serius sebagai komoditi dagang setelah minyak nabati sangat
dibutuhkan dalam pembuatan sabun dan mentega pada akhir abad ke-19. Pada tahun
1873, Perseroan Dagang Nederland (Nederlandsche Handels Maatshappij) di
Amsterdam mulai menerima kopra, namun respon pasar ketika itu tidak terlalu
bagus. Ini dikarenakan pemakaian kopra masih terbatas sebagai bahan baku minyak
masak dan minyak pelumas” (Kopra
Makasar Perebutan Pusat dan Daerah: Kajian Sejarah Ekonomi Politik Regional di
Indonesia, 2007:30).
Dimana saja sebaran perusahaan
minyak kelapa untuk memasok kebutuhan orang Eropa? Masih mengutip A. Rasyid
Asba bahwa ada beberapa kota di Pulau Jawa dan luar Jawa yang menjadi pusat pemasok
kopra dan minyak kelapa sebagaimana dijelaskan, “Secara keseluruhan, di Hindia Belanda telah
berdiri Oliefabrieken Insulinde seperti Oliefabrieken Insulinde Kediri,
Sentono, Blitar, Tulung Agung, Banyuwangi, Kebumen,
Rangkas Bitung, Padang dan Makasar. Setiap tahun, Oliefabrieken Insulinde
tersebut secara teratur mengekspor minyak kelapa ke luar negeri. Misalnya dalam
tahun 1924, jumlah ekspor minyak kelapa ke Eropa sekitar 7,96 juta liter, tahun 1925 menjadi 10,93
juta liter dan pada tahun 1928 meningkat menjadi 36,66 juta liter dan tahun
1930 turun menjadi 16,01 juta liter.
Grafik
di atas menunjukkan bahwa minyak kelapa Hindia Belanda lebih banyak berasal
dari Pulau Jawa. Hal ini disebabkan pula Jawa diprioritaskan untuk mengekspor
minyak. Sedangkan luar Jawa lebih banyak mengekspor dalam bentuk kopra” (Ibid., hal 145-147). Dari kutipan di atas,
Kebumen adalah salah satu pemasok kebutuhan kopra dan minyak kelapa selain
daerah-daerah lain di Jawa dan luar Jawa. Wilayah pesisir pantai Kebumen sarat
dengan tanaman kelapa sehingga tidak menyulitkan untuk memasok kebutuhan kopra
dan minyak kelapa untuk kemudian diekspor.
Bukan
Tahun 1851: Awal Berdirinya N.V. Olifabriekken Insulinde
Dalam sebuah artikel berjudul, Sejarah
Pabrik Sari Nabati Panjer Kebumen dikatakan, “Pabrik Sarinabati Kebumen didirikan pada tahun 1851 dengan nama awal
NV. Oliefabrieken Insulinde Amsterdam – Kediri – Blitar – Keboemen, yang
kemudian berubah menjadi Mexolie, berubah lagi menjadi Nabatiasa dan berubah
lagi menjadi Sari Nabati” (https://kebumen2013.com).
Benarkah penetapan tahun tersebut? Penulis sendiri pernah mengutip data ini
dalam artikel berjudul, Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabatiasa:
Perjalanan Sejarah dan Ancaman Kepunahan Eksistensi (http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com). Hampir
semua media sosial mengutip sumber yang menyatakan bahwa Oliefabriekken Insulinde didirikan tahun 1851. Penyelidikkan
seksama terhadap sejarah keberadaan N.V. Olifabriekken Insulinde Kebumen, nampaknya harus mengoreksi pentarikhan yang
meleset tersebut.
Istilah Insulinde berasal dari
kata Belanda, “insula” yang artinya “pulau”. Istilah ini muncul dalam buku
karya Eduard Douwes Dekker alias Multatuli berjudul “Max Havelaar” untuk
menamai negeri Hindia Belanda atau Indonesia kelak (https://www.woorden.org/woord/Insulinde).
Merujuk pada informasi sejarah
darimana pabrik kelapa ini berasal, yaitu Pulau Cruquius, Amsterdam. Kota
Banyuwangi di Jawa menjadi pilihan pertama pembangunan perusahaan ini pada
tahun 1913. Perusahaan ini berspesialisasi dalam produksi minyak kelapa. Buah
kelapa sawit diperas dalam jumlah besar untuk melepaskan minyaknya. Minyak itu
diangkut oleh kapal-kapal dari Hindia Belanda ke Entrepothaven di Pulau Cruquius
Amsterdam. Huisje Insulinde menjabat
sebagai kantor pusat perusahaan.
Satu tahun kemudian berkecamuk
Perang Dunia I (1914). Permintaan akan margarin sayur meningkat pesat selama
perang. Lemak hewani yang biasanya banyak digunakan tidak lagi tersedia. Dan
apa yang ternyata menjadi alternatif murah untuk lemak hewani? Minyak kelapa.
Segalanya berubah setelah Perang Dunia Pertama. Pendiri dan tenaga penggerak
perusahaan meninggal, setelah itu perusahaan menjadi kurang lebih di luar
kendali. Akibatnya, Insulinde tidak
bisa lagi mengimbangi ekonomi yang berubah dengan cepat setelah Perang Dunia
Pertama. Hasilnya: perusahaan besar itu runtuh secepat itu muncul. Tahun 1926 Insulinde mengalami kebangkrutan (https://cruquius.nl/informatie/historie/).
Seorang penulis Belanda bernama R.N.J. Kamerling menuliskan judul buku, De N.V. Oliefabrieken Insulinde in Nederlands-Indiƫ bedrijfsvoering in het onbekende (Pabrik Minyak Insulinde N.V. di Hindia Belanda: Pelaksanaan Kerja di Tempat Yang Tidak Dikenal) perihal kiprah pabrik ini dari periode tahun 1913-1926. Dari data di atas kita mendapat kepastian perihal tarikh pendirian N.V. Oliefabrieken Insulinde yang kelak membuka cabang di tanah jajahan termasuk Kediri, Banyumas, Kebumen, Cilacap bahkan hingga Makasar dll. Tahun 1913 adalah tahun berdirinya N.V. Oliefabrieken Insulinde bukan 1851.
N.V.
Olifabriekken Insulinde Kebumen
Dari penelusuran sejumlah media
surat kabar di Hindia Belanda, keberadaan N.V.
Oliefabrieken Insulinde di Kebumen nampaknya dimulai di tahun 1915. Tidak
ada iklan dan berita di tahun 1913-1914 perihal keberadaan N.V. Oliefabrieken Insulinde di Kebumen. Sebaliknya, dalam sejumlah
iklan dapat ditemui perihal berdirinya perusahaan ini di Kebumen adalah tahun
1915.
Dalam sebuah layanan iklan yang
dimuat di surat kabar Het Nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië (13-03-1915)
disebutkan, Kami memperhatikan hal ini,
sehubungan dengan pendirian pabrik baru di Keboemen dan pembukaan kantor di
sana, alamat untuk Surat dan Telegram yang ditujukan untuk kantor tersebut
adalah: INSULINDE - KEBOEMEN N. V.
Pabrik minyak Insulinde).
Dalam tayangan iklan yang
dimuat oleh surat kabar Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië (15-05-1915) dituliskan:
N.V.
Oliefabrieken Insulinde
AMSTERDAM
- DEN HAAG - KEDIRI - BLITAR - KEBOEMEN.
Grootste
Oliefabrikantenl in den Archipel
Terjemahan bebas:
N.V.
Oliefabrieken Insulinde
AMSTERDAM
- THE HAGUE - KEDIRI - BLITAR - KEBOEMEN.
Produsen
Minyak Terbesar di Nusantara
Tayangan iklan lain dimuat dalam The Preanger Bode (21-04-1915) sbb:
Pada tahun 1916, seorang tenaga
asisten akuntan dari Bandung bernama Van Baarde ditempatkan di Kebumen,
sebagaimana dilaporkan dalam sebuah telegram yang dimuat surat kabar Bataviaasch
Nieuwsblad (30-11-1916) sbb, "Bandung, 30 November (Bagian.) Di Pabrik Minyak
Insulinde, transfer dilakukan dari pabrik di Keboemen ke kantor pusat di
Bandoeng, sebagai koresponden, Mr. Braieks. Dia diangkat dan ditempatkan di Keboemen,
sebagai asisten akuntan, Tuan Van Baarde"
Pada tahun 1919 tercatat
keberadaan N.V. Oliefabriekken Insulinde Kebumen dan pabrik minyak lainnya
mengalami peningkatan pendapatan dan mendapatkan kiriman mesin-mesin baru
sebagaimana dilaporkan sebuah artikel berjudul, Oliefabrieken Insulinde oleh
Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië
(24-09-1919) sbb, "Selama beberapa hari, pabrik O. F. Insulinde
baru di Makasser telah memulai perusahaan dengan produksi harian 1.600 pikol
coprah. Pabrik telah dipasang dengan cara paling modern dan digerakkan secara
elektrik oleh pembangkit listriknya sendiri atau sekitar 500 tenaga kuda, yang
kapasitasnya dapat ditingkatkan menjadi dua kali lipat dengan menambahkan
baterai tunggal. Hari ini empat alat
pengepresan lengkap tiba dari Eropa lagi, menggandakan kapasitas di pabrik
bitoeng Kediri, Keboemen, Blitar, dan Rangkas Bitoeng"
Namun keberadaan N.V. Oliefabrieken Insulinde di Kebumen mulai
mengalami krisis sekitar tahun 1920 dengan laporan adanya 150 pekerja dari
kalangan pribumi diberhentikan sebagaimana laporan Voorwaarts : Sociaal-Democratisch
Dagblad (30-12-1920) sbb, “Honderd
en vijftig hij de Mij Insulinde Oliefabrieken te Keboemen werkzame inlanders
hebben het werk gestaak” (Seratus lima puluh penduduk asli yang bekerja di
pabrik Minyak Mij Insulinde di Keboemen telah berhenti).
Bahkan dalam sebuah laporan
oleh De
Indische courant dengan judul, Oliefabrieken
Insulinde (23-01-1922) dikatakan
bahwa kondisi pabrik mengalami keterbengkalaian dan ketidakterawatan. Nasib
karyawan terkatung-katung dan banyak rumah bekas pegawai disewakan dengan harga
murah sebagaimana dikatakan, "Manajemen sekarang
bermaksud menyewakan banyak rumah kepada publik dengan harga sewa, yang bisa
disebut sangat rendah". Upaya ini dilakukan untuk menutup membengkaknya
anggaran pemeliharaan yang tidak berbanding lurus dengan produksi dan
pendapatan. Berita tersebut ditutup dengan kalimat, “Het stil leggen van het voorheen zoo drukke oliebedrijf beteekent voor
Keboemen een grooten achteruitgang” (Mematikan perusahaan minyak yang
sebelumnya sangat sibuk berarti penurunan besar bagi Keboemen).
Pada tahun 1923, perusahaan ini
nampaknya sudah tidak berfungsi dan dalam status penawaran perusahaan lain
untuk mengambil alih. Dalam sebuah artikel berjudul, De oliefabrieken Insulinde yang
diterbitkan Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië (11-05-1923)
dijelaskan, "Mengenai
bisnis yang akan segera dibuka dari bekas pabrik minyak Insulinde, belum ada
kepastian, tulis koresponden Loc di Kediri. Pesan itu seakan sebuah konsorsium
Amerika-Jepang berbicara dengan Hindia Belanda. Membuka Handelsbank untuk
mengambil alih pabrik-pabrik itu, dan bahwa diskusi-diskusi ini mungkin akan
dibawa ke solusi yang menguntungkan benar-benar tiba-tiba. Belum ada diskusi
dengan konsorsium seperti itu, tetapi bank itu sendiri sedang mempertimbangkan
untuk mendirikan sebuah perusahaan yang akan berani untuk mengembalikan
pabrik-pabrik mantan Insulinde kembali beroperasi"
Sebuah berita mengejutkan di
tahun 1926 memastikan nasib N.V.
Oliefabriekken Insulinde secara keseluruhan. Dalam sebuah pemberitahuan
yang diiklankan di beberapa surat kabar al., Bataviaasch Nieuwsblad
(22-11-1926), dan De Telegraaf (06-11-1926) dengan judul “Oliefabriekken Insulinde Openbare Verkooping” (Penjualan ke Publik Pabrik
Minyak Insulinde) dengan pengacara perusahaan bernama Mr. J. van der Does
de Willebois sebagai penanggungjawab. Sebagian
isi pengumuman tersebut berbunyi:
Pada
tanggal 15, 16, 17 dan 18, 1926
Di
depan kantor Penjualan di BATAVIA, terhitung mulai pukul 9 pagi, SEMUA PROPERTI HINDIA BELANDA dari Perusahaan
Publik yang didirikan di Amsterdam yaitu PABRIK MINYAK INSULINDE dalam kondisi
dilikuidasi.
Pada
tanggal 15 Desember 1926, pabrik dijual dengan mesin dan rolling stock sesuai
dengan sistem inventori dan pengisian bahan bakar, dengan kantor terkait,
lantai kering, gudang dan rumah di JAWA, khususnya di Banjoewangi, Blitar,
Kediri, Sentono, Toe Gagoeng, Keboemen , Tjilatjap dan Rangkasbetoeng.
Pabrik-pabrik dan instalasi tangki dengan lampiran ini pertama-tama akan
dilelang secara terpisah, kemudian semuanya bersamaan
Tidak diketahui dengan jelas
tarikh perubahan perusahaan yang mengalami kebangkruttan pada tahun 1926
kemudian beralih menjadi Pabrik Minyak Mexolie. Namun dalam sebuah iklan pendek
yang dimuat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië
(02-01-1930),
perihal nama keluarga K. Sanderse, tertulis nama Mexolie sebagai alamat. Dari
sini dapat diperkirakan bahwa sekitar tahun 1929 atau 1930, perusahaan
pengganti ini berdiri di Kebumen.
Dalam sebuah artikel berjudul, “Anti Woeker Vereeniging” (Asosiasi Anti
Keuntungan Ilegal) De yang
dilaporkan Indische Courant (11-12-1939), disebutkan perihal pendirian
sebuah asosiasi di Kebumen yang merupakan cabang dari Bandung. Anggota dewan di Kebumen adalah seorang pegawai
administrasi dari Mexolie bernama Tuan Seeuwen.
Tercatat pada tahun 1950
terjadi demonstrasi buruh di Mexolie sebagaimana laporan berjudul, “Staking Bij Mexolie? (Pemogokan Mexolie)” yang dimuat De
Vrije Pers: Ochtendbulletin (03-10-1950) sbb, "Pada bulan Januari, Sarekat Buruh Minjak
Seluruh Indonesia, yang manajemen utamanya berbasis di Kediri, ingin memulai
mogok di enam pabrik minyak, nl. di Makassar, Banjiiwangi, Kediri, Kebumen,
Chilatjap dan Rangkasbltung, yang disatukan di Mexolie. 1900 pekerja akan
terlibat dalam pemogokan ini. Ini menyangkut sejumlah persyaratan umum asosiasi
yang terlibat"
Foto 2008 (koleksi pribadi)
Diperkirakan sekitar tahun
1980-an Mexolie berganti nama menjadi P.T. Sarinabati dan dikelola oleh
Pemerintahan Provinsi hingga gulung tikar di sekitar tahun 1985. Perkiraan ini
dikarenakan minusnya data yang penulis dapatkan ketika melakukan penelusuran
melalui media sosial. Tidak ada informasi yang memadai perihal PT. Sari Nabati
yang menggantikan Mexolie.
Demikianlah lapisan demi
lapisan kisah kejayaan perusahaan minyak kelapa era kolonial yang membentang
dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat bahkan hingga keluar Jawa dimulai dari
N.V. Oliefabriekken Insulinde kemudian
menjadi Mexolie kemudian Pabrik
Minyak Kelapa Sari Nabati hingga berakhir menjadi kawasan tidak terawat selama
periode tahun 1985 hingga kemudian pada tahun 2016 didirikan hotel bernama
Mexolie.
Kiranya pengungkapan lapisan
demi lapisan sejarah geliat kehidupan ekonomi yang pernah terjadi di kawasan
yang sekarang menjadi hotel bertingkat tiga ini dapat memicu
penelitian-penelitian lanjutan baik di bidang sejarah ataupun sosiologi serta
ekonomi perihal kejayaan perusahaan minyak kelapa di Kebumen era kolonial.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSelamat siang pak teguh, salam kenal sy Tavip di makassar, kebetulan sy masih tinggal di rumah ex mexolie. Bisa kah sy ngobrol sedikit, hp sy no. 082349595121
BalasHapus