Foto: Pameran Pasar Tahunan Industri Pribumi
dan Kerajinan Hindia Belanda Ke-1 di Yogyakarta Tahun 1927
Kabupaten
Kebumen hari ini tengah disibukkan dalam melaksanakan sebuah event bernama “Moro
Soeta Festival” yang diselenggarakan tanggal 24-26 Februari 2023. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk memperingati dua tahun pemerintahan Bupati Arif Sugiyanto
dan Ristawati Purwaningsih. Sebagaimana event sebelumnya yaitu “Kebumen International Expo”
(25 Juni – 2 Juni 2022), target yang disasar adalah menggerakan ekonomi
Kebumen.
Di
setiap event besar tentu saja akan ada perencanaan run down acara atau susunan dan urutan berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan. Termasuk dengan event “Moro Soeta Festival” yang akan
diselenggarakan pada tanggal 24-26 Februari 2023. Dilansir dari laman https://www.inikebumen.com/kebumen/8657728734/moro-soetta-festival-kebumen-24-26-februari-2023-berikut-rundown-acara-lengkap-hingga-rekayasa-lalu-lintas?page=4
berikut run down “Moro Soetta Festival”:
Sabtu, 25 Februari 2023
09.00-20.00
Pameran UMKM
15.30-17.30
Penampilan kecamatan (Lengger, Kuda kepang, angklung, Tari Tradisional, Angguk,
musik Tanjidor). Lokasi di depan Pegadaian dan Timur Rita Swalayan
18.30-19.30
Pra Acara (Festival Barongsai, Tradisional Dance, Parade Show umum dan SMK)
19.30-1945
Opening ceremony
19.45-19.55
Laporan Ketua Penyelenggara
19.55-20.15
Pemutaran film pembangunan
20.15-20.30
Pengumuman lomba Dian Kurung
20.30-20.40
Sambutan Bupati, penyerahan sertifikat dan penandatanganan prasasti
20.40-20.50
Show Forkopimda
20.50-21.00
Fashiom Show Designer 1 (K-Ind Mode)
21.00-21.10
Fashion Show Designer 2 (Griya Ayu Canting)
21.10-20.20
Fashion Show Designer 3 (Aurelia Rara)
21.20-21.30
Fashion Show 4 (K@ya by Tata Java)
21.30-21.40
Fashion Show 5 (Amaya)
21.40-21.50
Pembacaan sinopsis Kamandaka
21.50-22.25
Sendratari Kamandaka
22.25-22.35
Fashion Show Designer 6 (Dasca)
22.35-22.45
Fashion Show Designer 7 (Rinica)
22.45-22.55
Fashion Show Designer 8 (Haura Muslim)
22.55-23.05
Fashion Show Designer 9 (Adin Production)
23.05-23.15
Fashion Show Designer 10 (Hurry Collection)
23.15-23.25
Fashion Show Designer 11 (Omah Batik Ariyanto)
23.25-23.30
Closing
Minggu, 26 Februari 2023
09.00-11.00
Pameran UMKM.
Demikianlah
susunan kegiatan selama berlangsungnya event “Moro Soetta Festival”.
Omong-omong mengenai “festival” dan “run down”, di Kebumen era kolonial tentu
saja peristiwa yang sama pernah dilakukan. Berbagai kegiatan festival biasanya
dikaitkan dengan peringatan bupati Kebumen menerima payung kehormatan sebagai
prestasi kerjanya (Teguh Hindarto, Songsong
Kuning di Rumah Pusaka Kabupaten, Milik Siapa? http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/09/songsong-kuning-di-rumah-pusaka.html)
atau merayakan hari jadi kabupaten Kebumen (Teguh Hindarto, Alun-Alun Kebumen: dari Monumen Wilhelmina,
Jam Kota, Penanaman Beringin Serta Aktivitas Sosial Budaya Semasa Kolonial
- http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/04/alun-alun-kebumen-dari-monumen_26.html).
Ada yang menarik terjadi di Kebumen tahun 1938 yaitu pertama, sebuah festival dan perayaan hari lahir Beatrix, putri dari Juliana cucu dari Ratu Wilhelmina yang dirayakan pada bulan Februari 1938 selama beberapa hari. Kedua, sebuah Fancy Fair (pekan raya) untuk memamerkan dan menjual karya para penyandang tuna netra. Ketiga, sebuah pesta perayaan 40 tahun pemerintahan Ratu Wilhelmina (Sept 1898-Sept 1938). Mari kita lihat satu persatu festival dan pesta perayaan tersebut.
Festival dan Run Down Perayaan Kelahiran Putri Juliana (Beatrix) di Kebumen Tahun 1938
Sebuah berita berjudul, Feest Te Keboemen yang dimuat surat kabar De Locomotief (5 Februari 1938) melaporkan mengenai berita radio yang menginformasikan perihal kelahiran putri dari Juliana yaitu Beatrix. Dalam beberapa menit seluruh penduduk Eropa telah diberi tahu, bendera dikibarkan di mana-mana dan rumah-rumah didekorasi dengan tergesa-gesa. Pesan bahagia itu disampaikan melalui telepon dan tak lama kemudian nada gamelan bahagia pertama dibunyikan dari pendopo kabupaten.
Beberapa kembang api ditembakkan ke udara dan sejumlah petasan diledakkan di Alun-alun untuk memberi tahu penduduk bahwa seorang putri telah lahir. Berbagai kesibukan nampak di jalanan kota dan di setiap rumah penduduk yang membincang kelahiran tersebut.
Spontanitas ini mencapai puncaknya di kalangan
penduduk Eropa, ketika sekitar pukul tujuh di teras depan Hotel Juliana kemudian
dihias meriah dan dipenuhi warga Kebumen yang antusias dan orang-orang
berkumpul mengelilingi pemain harmonika yang tak kenal lelah. Sepanjang malam
mereka berlama-lama bersama, menyanyikan lagu-lagu patriotik dan lagu-lagu
ceria lainnya. Lampu listrik dilaporkan menghiasai pohon beringin di alun-alun
dan Insulinde Park (Taman Insulinde) serta
Hotel Juliana.
Hari libur nasional diawali dengan ibadah di
Misigit (masjid) yang dihadiri seluruh pejabat kabupaten. Pukul setengah tujuh,
arak-arakan anak sekolah mulai terbentuk. Rombongan pramuka “Tri Dharma” nampak
d menabuh genderang. Para siswa dari sekolah-sekolah Hindia, membawa bendera
dan drumband tidak kalah bersemangat dengan sekolah-sekolah Barat.
Setelah aubade, anak-anak disuguhi sirup, biskuit,
dll di sekolah. Dilanjutkan ibadah Kristiani diadakan pada pukul 11 pagi di
Zendingskerk (sekarang GKJ Kebumen),
dipimpin oleh Pdt. Korvinus. Seperti kebaktian di klenteng pada pukul 19.00
malam sebelumnya, kebaktian ini juga dihadiri oleh banyak pejabat dan pihak
yang berkepentingan.
Pada jam 8 malam, ada prosesi besar dengan obor,
nyala api, dan lentera, yang diikuti oleh ratusan orang. Sesampainya di
alun-alun, rombongan pertama-tama melewati halaman Asisten Residen dan kemudian
ke pendopo kabupaten, di mana hadiah diberikan untuk lampion terbaik dan
kelompok terbaik. Tugas juri tentu tidak mudah, karena lampion sudah sangat rentan
mengalami kerusakan.
Demikianlah ringkasan perayaan dan susunan
kegiatan selama beberapa hari dalam rangka memperingati kelahiran putri dari
Juliana yang bernama Beatrix, baik yang bernuansa sakral (ibadah di masjid,
gereja, klenteng) maupun profan (hiburan, perayaan, lomba dll) di Kabupaten Kebumen.
Keramaian
yang sama terjadi di Kawedanan Gombong Kabupaten Karanganyar. Dalam berita
berjudul De Viering te Gombong (De Locomotief, 4 Februari 1938) digambarkan mengenai suara letusan penanda
lahirnya Beatrix dan disusul suara lesung dipukul yaitu “kotekan” dari desa ke
desa untuk memberitahu kabar tersebut.
Pada
Selasa pagi pukul enam, terompet dari Bond
van Inheemse Gepensioneerde Militairen (Persatuan Pensiunan Militer
Pribumi) sudah terdengar meniupkan "reveille" alias suara tiupan trompet
untuk bangun. Dari desa sekitar, orang berduyun-duyun ke alun-alun untuk
menyaksikan nyanyian penghormatan yang akan dinyanyikan oleh anak-anak sekolah.
Pertama
anak-anak sekolah dengan bendera di tangan mereka, diikuti oleh mantan tentara,
termasuk banyak orang tua berusia 80 hingga 65 tahun, dengan medali menghiasi
dada mereka dan orkestra seruling di depan berjala nmelintasi kota.
Tarian
"Djaran kepang" (èblèg) dan "ronsebons" juga hadir dalam
prosesi ini. Pukul sepuluh prosesi panjang tiba di alun-alun dan anak-anak
berkumpul di depan tribun, di mana asisten residen sudah hadir untuk menerima
co-aubade. Setelah itu, anak-anak sekolah disuguhi biskuit dan limun. Di malam
hari lentera dinyalakan.
Ada
berbagai hiburan umum seperti ketoprak, bioskop terbuka, wayang orang, wayang
kulit hingga larut malam. Pertandingan sekolah dan permainan rakyat keesokan
paginya diadakan.
Festival dan Run Down Pekan Raya
Kaum Tuna Netra di Kebumen Tahun 1938
Sebuah laporan berita dengan judul De Fancy-Fair (Pekan Raya) yang dimuat
oleh Algemeen Handelsblad voor
Nederlandsch-Indie (6 April 1938) dibuka dengan kalimat, Zaterdagavond had in de kaboepaten de
fancy-fair plaats ten behoeve van het Blindenwerk in Nederlandsch Indie (Pada
hari Sabtu malam, sebuah pekan raya mewah diselenggarakan di kabupaten untuk
karya para pekerja tunanetra di Hindia Belanda).
Dibuka pukul 18.00 dengan sebuah kembang api yang
ditembakkan ke udara, sejumlah tenda didirikan di halaman pendopo dan bioskop
terbuka (openluchtbioscoop)
ditayangkan. Sejumlah prasmanan publik telah menyibukkan sejumlah wanita untuk
menjamu dan menghidangkan bagi orang yang hadir.
Di pendopo kabupaten, sebuah program "sesuatu
untuk semua orang" (elek wat wils)
diselenggarakan yang terdiri dari wayang orang, akrobat, sandiwara serta tarian
pribumi (Inlands dansen). Berkat kerja sama spontan banyak orang, terutama
perkumpulan wanita (damesvereeniging)
bernama "Poetri Mardi Oetomo", pekan raya ini sangat sukses dan
berhasil mengumpulkan uang sebesar 300 florin yang kemudian diserahkan untuk
para pekerja tuna netra
Pekan raya tersebut dikatakan, het aantal bezoekers zoo enorm, dat het
succes toen reeds verzekerd was (jumlah pengunjung demikian besar sehingga
kesuksesan dapat dipastikan pada saat itu).
Run Down Perayaan 40 Tahun Ratu Wilhelmina
Sebuah
berita dengan judul, Dejubileumfeesten
(pesta perayaan hari jadi) yang dimuat surat kabar De Locomotief, (1
September 1938) membuat sebuah berita dengan sub judul Het programma (Rencana Kegiatan) alias sebuah rencana “run down”
kegiatan yang berpusat di alun-alun Kebumen dan sekitarnya pada tahun 1938.
Menariknya, dari rencana kegiatan yang akan diselenggarakan selama beberapa hari yaitu dari tanggal 5-8 September tergambar sebuah aktivitas yang padat dan kehidupan sosial budaya yang dapat memberikan gambaran informatif mengenai kehidupan di Kebumen tahun 1938. Mari kita telaah satu persatu. Ini adalah kegiatan perayaan 40 tahun pemerintahan Wilhelmina (Historical Events in September 1938 - https://www.onthisday.com/events/date/1938/september) yang dilaksanakan di Kebumen dan kabupaten lainnya di Hindia Belanda”
Berikut programma atau run down kegiatan festival perayaan ulang tahun tersebut
yaitu
Senin, 5 September 1938.
17.30,
Pertemuan doa untuk orang Eropa, dipimpin oleh Pendeta Vonk di Gereja Misi (Zendingskerk)
18.30,
Berkumpul di Kaboepaten untuk pegawai negeri sipil pribumi (inlandsche ambtenaren) dan pensiunan
pribumi (inheemsche gepensionneerden)
bersama para istri mereka. (Pegawai negeri sipil bersetelan formal, lainnya
berbaju hitam).
19:00,
Keberangkatan dengan prosesi obor (fakkeloptocht)
berjalan kaki ke Masjid (de Moskee)
untuk pertemuan doa. Setelah itu kembali dengan prosesi menuju kaboepaten.
20.00,Pertemuan
doa (bidston) untuk orang Tiong Hoa di Klenteng.
Dari rencana “run down” kegiatan hari ini kita bisa mendapatkan keterangan bagaimana kehidupan beragama di era kolonial berjalan berdampingan untuk merayakan sebuah pesta perayaan hari jadi kabupaten di tempat ibadah masing-masing.
Selasa, 6 September.
08.00,
Prosesi penunggang dan kuda di arena pacuan kuda (Alun-alun).
09.00-14.00.
Lomba balapan (lari cepat, balap sepeda dan panggung, lari, dll.)
16.30-17.30,
Final pertandingan pagi.
19.12,
Bioskop terbuka (openluchtbioscoop),
wayang-golek, wayang-puro (purwo) dan pertandingan bulu tangkis
(badmintonwedstrijden) di Alun-alun
Mulai
jam 20.00 Pesta di gedung asisten
residen untuk orang Eropa. Pesta di kabupaten untuk masyarakat pribumi.
Slametan di Masjid untuk para pemuka agama. Pesta untuk orang Tionghoa di
Klenteng atau di tempat lain.
Dari
laporan rencana “run down” hari kedua tergambar bagaimana alun-alun difungsikan
menjadi kegiatan publik non keagamaan baik bulu tangkis, wayang purwo, bahkan
wayang golek, sebuah penampilan seni pewayangan yang biasanya ditampilkan di
Jawa Barat. Tergambar pula pesta perayaan menurut masing-masing agamanya yaitu
slametan di masjid, pesta di klenteng atau di gedung asisten residen.
Rabu, 7 September.
08.00-14.00,
Balapan seperti pada tanggal 6 September.
16.30
-18.00, Final pertandingan pagi, kemungkinan kompetisi atletik.
19.00-23.00, Malam Pertandingan bulutangkis di Alun-alun.
20.00-24.00,
Pertunjukkan bioskop terbuka, lomba lagu jawa, tari jawa, pertandingan tinju,
anggar, pencak, wayang golek dan wayang puro. Parade lentera di Priajistraat (jl. Priyayi) dekat Europeesche School (Sekolah Eropa).
Rute: Prijajistraat, Alun-alun
melewati rumah asisten residen, Hotel Juliana, mesjid, kabupaten menuju arena
pacuan kuda. Prosesi tersebut berakhir di arena pacuan kuda.
Pada
rencana “run down” hari ketiga ada yang menarik yaitu disebutkannya sebuah
lokasi bernama Hotel Juliana sebagai salah satu rute yang dilewati oleh
kelompok parade lentera (Lampionoptocht)
dan jalan Priyayi. Di manakah letak Hotel Juliana? Bank Jateng dan lahan kosong
di sampingnya adalah bekas gedung hotel Juliana, sebuah hotel yang disebut oleh
satu koran sebagai “goed hotel” (hotel terbaik) dan “goede reputatie”
(bereputasi baik). Selengkapnya mengenai Hotel Juliana dapat membaca buku saya
berjudul, “Bukan Kota Tanpa Masa Lalu: Dinamika Sosial Ekonomi Kebumen Era
Arung Binang VII” (2020:60)
Kamis, 8 September.
08.00-14.00, Balapan seperti pada tanggal 6 September.
16.30-18.00.
Pawai mobil, gerobak, sepeda yang dihias dan gunungan di lintasan balap
19.12,
Bioskop terbuka dll. Seperti pada tanggal 7 September disertai atraksi lainnya.
Kegiatan
di tanggal 8 September masih ramai bahkan ada aktivitas pawai mobil dan gerobak
serta sepeda bahkan gunungan. Mungkin maksudnya hiasan gunungan seperti dalam
pesta garebeg di Kraton Yogyakarta.
Laporan surat kabar diakhir dengan kalimat sbb: “Masuk ke lokasi pesta gratis. Di tribun utama
membayar sebesar 0,10 florin per orang per hari sementara di tribun lurah
membayar sebesar 0,05 florin per orang
per hari. Konsumsi selama pesta dengan biaya tertentu, disediakan oleh Inheemsche Damesvereeniging (Asosiasi
Wanita Pribumi) P.N.O. dari Keboemen (yang benar P.M.O alias Perkumpulan Mardi
Utomo). Di halaman kabupaten selama perayaan diadakan pameran ternak (de feestdagen veetentoonstelling)”.
Wah, ternyata berbagai perayaan dan festival di
Kebumen era kolonial tidak kalah seru dan meriah ya? Di atas jalan-jalan yang
kita lewati dan sejumlah bangunan lama yang masih tegak berdiri bahkan sudah
berganti, menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa perayaan yang pernah diperingati.
Membaca berbagai kegiatan festival dan perayaan di Kebumen pada tahun 1938 di atas kita menjadi terhubung dengan masa lalu kota dan melihat sejumlah perubahan sosial budaya yang terjadi mulai dari nama jalan yang mengalami perubahan maupun berbagai peristiwa budaya yang sudah berakar lama seperti pawai obor dan lomba lampion dsj
Catatan:
Ketika pertama kali artikel ini
publikasikan, ada data yang belum diperoleh secara valid. Setelah data
diperoleh dengan valid maka redaksional diperbaiki. Kalimat yang hilang dan
diperbaiki redaksionalnya adalah sbb:
“Ketiga, sebuah pesta perayaan yang belum teridentifikasi perayaan
apa (kemungkinan ulang tahun Bank Kabupaten) namun tercantum run down kegiatannya d surat kabar pada bulan
September 1938” menjadi, “Ketiga, sebuah pesta perayaan 40 tahun pemerintahan Ratu Wilhelmina (Sept 1898-Sept 1938)”
“Festival dan Run Down Perayaan di
Kebumen Tahun 1938” menjadi “Run Down Perayaan 40 Tahun Ratu Wilhelmina”
“Tidak disebutkan sebuah perayaan apa namun kemungkinan besar
adalah perayaan ulang tahun Regentschapbank atau Bank Kabupaten yang memang
jatuh pada bulan September” menjadi “Ini adalah kegiatan perayaan 40 tahun
pemerintahan Wilhelmina (Historical Events in September 1938 - https://www.onthisday.com/events/date/1938/september) yang dilaksanakan di Kebumen dan kabupaten lainnya di
Hindia Belanda”
Diperbaiki tanggal 26 April 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar