Sebuah arak-arakan rombongan sebanyak 13 mobil memasuki Desa Sawangan (Alian) menuju Desa Wonokromo. Di depan rombongan dihantar oleh sepasukan kendaraan yang mengangkut pasukan pandvinder (pramuka). Rombongan ini berisikan Bupati Kebumen dan para pejabat kabupaten yang mengiringinya. Namun demikian peristiwa ini bukan terjadi di tahun 2022 melainkan di tahun 1928 atau 94 tahun silam.
Ada kegiatan besar apa di Desa
Wonokromo tahun 1928 silam? Rupanya tengah diadakan kegiatan meriah yaitu pesta
pembukaan pasar baru dan pameran ternak (sapi dan kambing), sebagaimana dilaporkan
dalam sebuah sebuah berita dengan judul, Pasar
en Veetentoonstelling (Pasar dan Pameran Ternak) oleh surat kabar De Locomotief (4 Oktober 1928). Di
sepanjang jalan Desa Sawangan menuju Desa Wonokromo didirikan gerbang di depan
setiap rumah dengan dihiasi produk-produk pertanian sehingga menyemarakkan suasana
pameran ternak dan peresmian pasar baru. Kita bisa membayangkan betapa
meriahnya suasana sepanjang jalan pedesaan tersebut.
Pada pukul sepuluh rombongan
mencapai lokasi pusat di mana dilaksanakan kegiatan pameran. Tepat sebelum memasuki
jembatan besi (ijzer brug). Terdapat sebuah gerbang, di mana digantungkan sekat
kain berwana hitam, menghalangi pemandangan jembatan. Pada sekat kain tersebut
dilukis pemandangan desa Wonokromo, dari tempat pesta pada berlangsung yaitu
beberapa tahun yang lalu, ketika jembatan tersebut belum dibangun.
Di tempat ini Bupati Kebumen
yaitu Arung Binang VII (Maliki Soerdjomiharjo) dengan ramah menyampaikan
sambutan dalam dbahasa Belanda, Jawa serta Melayu. Atas permintaan Wedono Alian
(Krakal) bupati juga menceritakan sejarah perkembangan desa Wonokromo dan
bagaimana perkembangannya sungai dimana jembatan itu tegak berdiri saat ini, bahwa
setiap tahun ketika terjadi banjir banyak sekali memakan korban dari setiap
desa, sehingga bupati menganggap perlu untuk membangun jembatan di atas sungai
tersebut.
Pembangunan jembatan ini bukan
hanya untuk membebaskan penduduk desa menjadi korban banjir namun juga untuk
mendapatkan akses transportasi yang baik antara Afdeeling Wonosobo dan Keboemen
sehingga memudahkan bagi penduduk dalam mengangkut hasil ladang mereka.
Bupati mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Raden Soemantri Reksodidjojo, yaitu Wedono
Muntilan, karena pejabat inilah yang berperan besar dalam pembangunan jembatan,
yaitu saat mana dia pernah menjabat sebagai wedono dari Krakal satu atau dua
tahun sebelumnya.
Setelah Asisten Residen Kebumen
dan wedono Muntilan menjawab sambutan Bupati Kebumen maka bupati meminta Nyonya
Van Aalen (istri asisten residen) untuk memotong tali tempat menggantungkan
tirai berwarna hitam. Dalam sekejap panorama area festival terbentang untuk
dilihat semua orang. Teriakan hore dilakukan sebanyak tiga kali dan disambut
dengan terompet Pramuka melantunkan lagu Wilhelmus yaitu lagu kebangsaan
Belanda.
Setelah itu rombongan berjalan kaki melintasi jembatan besi yang telah dibangun beberapa tahun sebelumnya dan menuju ke tiga lokasi yaitu tempat pameran ternak sapi Benggala (kadang disebut Hissar atau Ongole yang berasal dari Zebu, India) dari District (kawedanan) Alian. Nampak hewan-hewan tersebut dihias semenarik mungkin. Bukan hanya ada ternak sapi namun juga ada sejumlah kambing.
Lokasi kedua yang dikunjungi rombongan
bupati adalah pasar baru yang diresmikan di mana di dalamnya sejumlah hasil
pertanian terbaik se-kabupaten Kebumen dipamerkan. Lokasi ketiga adalah gedung
pesta yang terletak di seberang di mana para siswa sekolah rakyat telah bersiap
dan menyambut dengan nyanyian selamat datang (welkomstlied) yaitu “lagu
ketoprak”. Mungkin maksudnya menggunakan iringan gamelan Jawa. Nampaknya
pelapor berita dalam surat kabar tidak terlalu familiar dengan kesenian daerah
di desa tersebut.
Di gedung ini para tamu beristirahat
sambil menikmati makanan dan minuman. Pada pukul 11.00 ternak sapi diarak
melewati juri untuk dilakukan penilaian. Sementara para pejabat kabupaten beristirahat,
pasukan pramuka nampak menghubur dengan melakukan sejumlah atraksi menarik.
Menjelang pengumuman juara para pukul 15.00, Bupati Kebumen memberikan ceramah
singkat perihal perkembangan peternakan di kabupaten Kebumen. Setelah pengumuma
pemenang, seluruh kegiatan berakhir pada sore hari itu. Surat kabar De Locomotief menutup beritanya dengan
kalimat, Secara keseluruhan, pameran
kecil ini bisa disebut sukses (deze kleine tentoonstelling wel goed geslaagd
genoemd worden). Kabupaten Keboemen bisa dibanggakan dengan peternakannya.
Demikianlah sekelumit gambaran
kemeriahan sebuah pesta peresmian pasar baru dan pameran peternakan di Desa
Wonokromo District (kawedanan) Alian pada Tahun 1928. Jembatan besi yang
dimaksudkan dalam surat kabar tersebut masih berdiri saat ini. Hanya saat ini
ada dua jembatan di atas Sungai Tekung. Jembatan yang kedua adalah jembatan
baru yang dibangun (menurut keterangan masyarakat) pada tahun 2012 lalu yaitu
saat kepemimpinan Bupati Buyar Winarso (2010-2015).
Penulis sempat menghubungi Bapak
Buyar Winarso melalui akun Instagram untuk menanyakan lokasi jembatan di Desa
Wonokromo (karena beliau berasal dari Wonokromo) dan beliau memberikan lokasi
jembatan ini sebagai satu-satunya jembatan besar di Desa Wonokromo (tidak jauh
dari SD 2 Wonokromo). Jika kita berdiri baik di jembatan baru atau lama maka
kita bisa melihat landskap perbukitan dan pesawahan ke arah utara yang jika
diikuti akan menuju arah Wonosobo (sebagaimana laporan surat kabar).
Belum dapat dipastikan apakah
jembatan lama alias jembatan yang dilaporkan dalam surat kabar De Locomotief tidak mengalami perubahan
dalam struktur mengingat tidak ada foto pembanding. Satu-satunya keterangan
hanyalah deskripsi ijzer brug
(jembatan besi). Bisa jadi jembatan dengan kanan dan kirinya terdapat besi
pengaman sebagaimana sekarang terlihat. Jika disebutkan dua tahun sebelum tahun
1928 maka jembatan tersebut berarti dibangun pada tahun 1926 atas prakarsa
Wedono Alian yang akhirnya menjadi Wedono Muntilan yang dieksekusi oleh Bupati
Kebumen.
Dari laporan berita tersebut kita
mendapatkan keterangan berharga bahwa sebuah desa mampu mengadakan sebuah
pameran yaitu pameran ternak selain peresmian pasar desa. Biasanyaa kegiatan
pameran berpusat di kota besar (Teguh Hindarto, Pameran Umum Kolonial dan
Internasional di Semarang Tahun 1914 - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/06/pameran-umum-kolonial-dan-internasional.html)
namun ternyata desa juga mampu memamerkan kekuatan hasil bumi dan ternaknya di
sebuah kabupaten. Ini sekaligus menandakan bahwa beberapa desa di kabupaten
Kebumen bukan hanya menjadi kawasan pertanian melainkan kawasan pembibitan
ternak. Sapi Benggala yang menjadi unggulan bukan hanya ada di Mirit di pesisir
selatan (Teguh Hindarto, Baritan dan
Jejak Tradisi yang Hilang - https://www.qureta.com/post/baritan-dan-jejak-tradisi-yang-hilang)
melainkan di kawasan utara yaitu perbukitan. Jejak sapi unggulan (Ongole) ini
masih bisa dilihat di Kebumen masa kini yang sebenarnya telah berakar sejak era
kolonial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar