Sebuah buku setebal 38 halaman dengan judul, Algemeen Koloniale- en Internationale Tentoonstelling te Semarang 13 Augustus ultimo November 1914 (Pameran Umum Kolonial dan Internasional di Semarang 13 Agustus sampai November 1914) memberikan informasi menarik mengenai kegiatan pameran di Hindia Belanda berskala internasional. Kegiatan ini sebenarnya untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda yang jatuh tahun 1913 namun karena satu dan lain hal maka di rayakan di Hindia Belanda sebagai wilayah koloni Belanda pada tahun 1914.
Tujuan
penyelenggaraan pameran berskala internasional ini tentu saja ingin
memperlihatkan pada dunia internasional – dari perspektif koloniali Belanda
tentunya – bahwa Hindia Belanda mengalami kemajuan akibat modernisasi yang
telah dimulai sejak tahun 1900. Eksploitasi yang kuat atas koloni ini membawa
ekspor dan impor ke puncak yang tinggi dalam beberapa tahun, dan industri mesin
khususnya menjadi sangat penting baginya karena proses perkembangan ini.
Peningkatan ekspor menyebabkan perlunya lalu lintas yang lebih cepat dan
terorganisir; jaringan kereta api di Jawa telah berkembang pesat, pelabuhan
Tandjong-Priok, Semarang, Surabaya, Makassar harus dibangun atau diperluas
Pada
tahun 1900 total impor barang adalah 183 juta, pada tahun 1910 meningkat
menjadi 325 juta; untuk ekspor angka tersebut adalah 257 dan 451 juta.
Peningkatan impor sebesar 142 juta atau lebih dari 77% dan ekspor sebesar 194
juta atau lebih dari 75%.
Laporan hasil
impor (invoer) dan ekspor (uitvoer) sepanjang tahun 1912
Dipilihnya
Semarang sebagai tempat pameran ini bukan hanya karena inisiatifnya datang dari
sana, tetapi juga karena pertimbangan posisi komersial dan ekonomi yang diambil
Semarang secara bertahap. Semarang adalah pusat dari banyak badan di bidang perdagangan
dan industri; Semarang merupakan kota yang terus berkembang semakin banyak dan
semakin meningkat dalam arti dan ukuran.
Sejumlah
stan untuk memamerkan produk dan teknologi telah disediakan pada bangunan
tersendiri. Bukan hanya melibatkan perusahaan pemerintah dan swasta Belanda
melainkan para pengusaha pribumi yang meliputi pabrik ubin, perusahaan kayu,
pabrik air mineral, percetakan buku, perusahaan minyak bumi, perusahaan beton,
semen pabrik, pemanggang kopi, pabrik kina di Bandung, pabrik cerutu dan rokok
dan lebih jauh lagi beberapa industri kecil, yang bersama-sama memberikan kesan
lengkap tentang apa yang sudah dapat dilakukan Hindia Belanda di bidang industri
dengan kekuatannya sendiri.
Pameran
ini dapat dibagi menjadi enam bagian, yaitu tentang manajemen kolonial,
pertanian dan hortikultura, industri pribumi, industri luar negeri, perdagangan
dan lalu lintas, yang masing-masing dibagi lagi menjadi kelompok-kelompok
besar.
Pameran
ini juga diikuti 2900 perusahaan perkebunan yang didirikan di Hindia Belanda
yang terdiri dari kurang lebih 250 perusahaan tembakau dan 610 perusahaan kopi.
Tepat
di belakang bangunan industri pribumi adalah alun-alun yang berisi hiburan restoran
pribumi. Berbagai paviliun daerah ditampilkan untuk memberikan gambaran yang
hampir lengkap tentang etnografi Nusantara.
Sejumlah
kegiatan seperti operet, kabaret, pesta bunga, tarian tradisional turut
memeriahkan kegiatan pameran internasional tersebut. Pameran internasional ini bukan hanya menonjolkan aspek hiburan namun benar-benar menampilkan hasil pencapaian di bidang ekonomi dan teknologi namun diselipi hiburan sebagai varian kegiatan.
Era kolonial sudah berakhir, tentu bangsa sendiri dan kota sendiri dapat dan seharusnya mampu menampilkan pencapaian ekonomi nasional atau lokal untuk diperkenalkan pada dunia internasional bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar