Stasiun
Kalasan resmi ditutup Tahun 2007 semenjak adanya sistem double track. Dikarenakan tidak adanya lagi kereta yang
bersimpangan secara bergantian maka keberadaan dan keberfungsiannya dibekukan. Dibalik
rimbunnya dua pohon beringin tua yang mengapit eks stasiun ini, masih terlihat
model bangunan stasiun ini memperlihatkan jejak-jejak warisan arsitektur
kolonial sekalipun sudah mendapatkan sentuhan masa kini.
Keberadaan
Stasiun Kalasan ini tidak dapat dilepaskan dari dibukanya jalur transportasi
pengangkutan komoditas hasil bumi oleh perusahaan kereta api swasta Nederlandsch
Indische Spoor en Tramwegen Maatschapij (NISM).
Perusahaan
ini menugaskan insiyur J.P. de Bordes untuk membuka jalur kereta api di Jawa
Tengah dengan lebar jalur (spoorwijdte) 1.435 mm. Kemudian tanggal 17 Juni 1864
Gubernur Jenderal Sloet van de Beele menancapkan sekop ke tanah sebagai awal
pekerjaan dimulai. Pekerjaan dilanjutkan dengan giat, sehingga tanggal 10
Agustus 1867 jalur Semarang-Tanggung sepanjang 24,7 km dapat dioperasikan.
Kemudian untuk jalur lintasan Solo Yogyakarta diselesaikan Tanggal 10 Juli 1872
(S.A., Korte Geschiedenis der
Nederlandsche Indische Spoor en Trawwegen, 1928).
Keberadaan
NISM mendahului jalur kereta api milik pemerintah Hindia Belanda yaitu Staatspoor en Tramwegen (SS) yang baru memulai
pekerjaan pembukaan jalurnya pada tanggal 6 April 1875 dengan rute
Surabaya-Pasuruan dengan biaya f 10.000.000. Pimpinan proyek jalur lintasan
kereta api SS ini adalah David Maarschalk, seorang Kolonel titulair der Genie (Buku Peringatan Dari Staatspoor en Trawegen
di Hindia Belanda 1875-1925, 1925). Ketika produksi gula yang dihasilkan
perkebunan di Yogyakarta meningkat pesat maka diperlukan sebuah jalur
pengangkutan komoditas menju pelabuhan Cilacap, sehingga pada tahun 1879 dibuka
jalur Yogyakarta sampai Cilacap sepanjang 187,283 km dengan biaya f 14.709.074,75.
Pembangunan ini diselesaikan tahun 1887 (Purnawan Basundoro, Arkeologi Transportasi: Perspektif Ekonomi
dan Kewilayahan Karesidenan Banyumas 1830-1940-an,2019)
Surat
kabar De Locomotief (17 Desember
1873) memuat sebuah berita perjalanan kereta api NISM. Bunyi berita waktu
perjalanan kereta tersebut adalah, Nederlandsch
Indische Spoorweg Maatschapij: Uren van vertrek voor den dienst, aanvang
nemende den 10den Juni 1872 (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij: Waktu
layanan keberangkatan dimulai sejak tanggal 10 Juni 1872). Rute yang dilayani
adalah Semarang, Kedungjati, Surakarta dan Yogyakarta. Nampak dalam berita
tersebut Stasiun Kalasan sudah disebutkan dalam jadwal tiba dan berangkat
sejumlah kereta al., 9.19 (pagi untuk kereta barang nomor 2) dan 2.01 (sore
untuk kereta barang nomor 4), 5.54 (pagi untuk kereta barang nomor 7), 7.50
(pagi untuk kereta barang nomor 3), 11.9 (pagi untuk kereta non barang nomor 5),
3.31 (sore untuk kereta barang nomor 8).
Salah
satu kepala Stasiun N.I.S.M yang pernah bertugas di Kalasan adalah Bapa Rozet.
Dalam surat kabar De Locomotief (11
Juli 1932) diberitakan sebuah perayaan 25 tahun pelayanan Bapak Rozet di NISM
bersamaan dengan 60 tahun keberadaan NISM (1932-1872). Stasiun dihias dengan
meriah dan berbagai pimpinan, kolega datang turut meramaikan perayaan tersebut.
Demikianlah riwayat ringkas sebuah stasiun yang pernah berjaya sejak era kolonial hingga era kemerdekaan dan yang keberfungsiannya dihentikan sejak tahun 2007 silam. Namun kesunyian yang ditinggalkan stasiun ini kembali ramai oleh kehadiran sebuah cafe tempat kongkow keluarga dan kawula muda dengan menyajikan minuman kopi dan makanan.
Diinisiasi
oleh beberapa pegiat yang memiliki kepedulian untuk merawat dan melestarikan
bangunan cagar budaya kemudian menginisiasi pendirian sebuah kafe yang
diperuntukkan bagi wahana rekreasi keluarga. Setelah mendapatkan ijin dari KAI
Daop VI Yogyakarta dan pihak terkait (pengurus lingkungan setempat dll), bekas
rumah dinas karyawan Stasiun KA Kalasan akhirnya disulap menjadi sebuah kafe
bernama Kopi Stasiun Kalasan (Kostaka),
yang dibuka pada 20 Mei 2021 (Bangunan
Cagar Budaya Jadi Rekreasi Keluarga
- https://www.krjogja.com/berita-lokal/read/253980/bangunan-cagar-budaya-jadi-rekreasi-keluarga).
Beberapa waktu penulis mencoba untuk menyambangi lokasi ini pada malam hari.
Terlepas dari penilaian terkait menu, lokasi ini menawarkan sebuah eksotika
masa lalu melalui ruangan yang terbagi secara in door dan out door (kelemahannya jika gerimis atau hujan lantas
bubar). Hiburan tambahan selain mendengarlan lantunan musik tentu saja kereta
yang melintas pada jam tertentu dengan memperdengarkan suara klaksonnya.
Kehadiran
cafe ini bisa menjadi sekian dari banyak contoh bagaimana sebuah bangunan
bersejarah di era kolonial dapat dimanfaatkan menjadi sebuah kawasan ekonomi.
Setiap bangunan lawas tentu punya cerita. Tidak harus dibiarkan mangkrak
apalagi dirusak hingga hilang jejak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar