Minggu, 26 Januari 2020

PANJER DAN PETA RAFFLES 1817

Peta 1817

Dalam artikel sebelumnya, saya mencoba melacak toponimi Panjer dan keterkaitannya dengan konteks sosio kultural, sebagai sebuah tanggapan terhadap sebuah artikel yang juga mencoba mengkaji perihal toponimi Panjer dari perspektif astronomis (Teguh Hindarto, Kajian Toponimi Pandjer Kebumen - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/12/kajian-toponimi-pandjer-kebumen-sebuah.html).


Kali ini, kita akan mencermati kedudukan Panjer dari perspektif sosio historis dan keterkaitannya dengan ketiadaan nama Panjer dalam peta yang dibuat oleh pemerintahan Belanda namun muncul dalam peta yang dibuat oleh Raffles.

Nama Panjer (sebelum berubah menjadi Kebumen) tidak akan ditemukan dalam peta yang dibuat Belanda termasuk dalam peta yang dibuat tahun 1930-an namun masih bisa kita dapatkan dalam "A Map of Java" yang dibuat oleh Thomas Stamford Raffles tahun 1817. Dalam peta itu, Panjer merupakan sebuah kadipaten -termasuk Ambal- yang berada di Bagelen yang merupakan wilayah Mancanegara dari Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta.

Apakah Panjer merupakan sebuah kerajaan mandiri (sebagaimana anggapan beberapa orang) atau hanya sebuah kadipaten? Semenjak Perjanjian Giyanti (1755), Wilayah Bagelen - di mana Kadipaten Panjer berada di dalamnya - telah kehilangan statusnya dari "negaragung" menjadi "mancanegara". Demikian pula ketika Perang Jawa berakhir (1830), wilayah Bagelen - di mana Panjer berada - dibagi kepemilikannya menjadi wilayah kerajaan (Surakarta dan Yogyakarta) dan wilayah Belanda. Itulah sebabnya di Bagelen ditempatkan seorang Residen sebagai wakil pemerintahan Belanda.

Mengapa nama Panjer hilang dari peta buatan Belanda? Pasca Perang Jawa dan kekalahan Diponegoro, Belanda melakukan penataan wilayah yang telah dikuasai termasuk mengubah nama daerah sebagaimana dikatakan Th. Pigeaud dalam bukunya, Javaanse Volksvertoningen sbb:  "Sinds de Java-oorlog zijn er echter vele oude namen veranderd en verdwenen door nieuwe bestuursindelingen" (Namun, sejak perang Jawa, banyak nama lama telah diubah dan dihilangkan karena struktur administrasi baru - 1938:92). Arungbinang IV kemudian ditetapkan menjadi bupati Kebumen pertama menggantikan Kolopaking IV yang gugur dalam pertempuran.

Peta 1873

Berkaitan dengan, “oude namen veranderd en verdwenen” (nama lama telah diubah dan dihilangkan), maka nama Remo Jatinegara diubah menjadi Karanganyar dan Panjer diubah menjadi Kebumen. Nama Kebumen sudah dikenal di masa Perang Jawa dan disandingkan dengan nama Panjer, sebagaimana bunyi sebuah laporan oleh Letnan Gubernur Jendral De Cock yang dimuat De Javasche Courant bertanggal 18 Juli 1828, “Dalam ekspedisi tiga hari, yang dilakukan komandan kolone ke-8 yang berposisi di wilayah Tenggara Panjer Keboemen, bersama dengan barisan Roma di Komiet (Kemit) dan detasemen di bawah Mayor Calson di Petanchan (Petanahan), beberapa pemberontak yang telah ditemui, berhasil dihapus atau dibekukan (ditumpas)” (Teguh Hindarto, Kebumen Dalam De Java Oorlog - https://www.inikebumen.net/2019/10/kebumen-dalam-de-java-orloog.html).

Peta 1931

Di mana letak bekas pendopo dan rumah Kadipaten Panjer saat ini? Menurut memori kolektif masyarakat Kebumen yang pernah dicatat oleh sejumlah penulis, kawasan Pasar Tumenggungan merupakan bekas pendopo Kadipaten Panjer.

Tirtowenang Kolopaking dalam bukunya, Sejarah Silsilah Wiraseba Banyumas: Ki Ageng Mangir, Kolopaking, Arungbinang menuliskan bahwa pasca kekalahan pasukan Panjer di bawah pimpinan Kolopaking IV (1831) saat berhadapan dengan pasukan Arungbinang IV, maka pendopo Panjer yang semula di kawasan yang sekarang dijadikan Pasar Tumenggungan kemudian digeser ke Barat dekat Masjid Agung sekarang. Selengkapnya dikatakan, “Kemudian di Kadipaten Panjer Rooma, bahwa Adipati Arung Binang IV merencanakan pedopo Panjer dan kegiatan jalannya roda pemerintahan akan di pindah ke sebelah barat pendopo yang ada sekarang dan sebelah utara mesjid tempat Kyai R. Jomenggolo ditangkap dan tentang pemindahan pendopo kadipaten dan kegiatan pemerintahan, tunggu persetujuan dari V.O.C. Belanda dan ternyata pihak V.O.C tidak keberatan, kemudian pembangunan pendopo kadipaten bersamaan dengan pemugaran ,esjid Agung serta penggantian nama dari Panjer Rooma menjadi Kebumen sekarang ini, dan pendopo kadipaten tempat kegiatan jalannya roda pemerintahan dan bekas pendopo Panjer, dijadikan pasar bernama “Pasar Temanggungan” sampai sekarang dan di sebelah utara ada jalan bernama Jalan Kolopaking hingga sekarang ini” (2005:306).

Demikian pula Agus Jumali dalam bukunya, “Pasar Kebumen Masa Pemerintahan Arung Binang VII” menuliskan, “Di tahun 1900-an didirikan pasar baru di bekas rumah Katumenggungan Kolopaking yang berlokasi di tepi jalan raya propinsi dan tidak jauh dari pasar lama...Karena lokasinya di bekas rumah katumenggungan, maka pasar ini disebut Pasar Tumenggungan. Sedang pasar lama, karena letaknya di desa Kenteng (tempat ibadah agama Kong Hu Cu) disebut Pasar Kenteng” (2011:32).

Melihat alur kronologis historis tersebut, menjadi jelas bahwa Panjer adalah sebuah wilayah kadipaten dan kabupaten sejak era Mataram Islam hingga Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta yang kemudian berganti menjadi Kebumen pasca berakhirnya Perang Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar