Senin, 08 April 2024

KRISIS EKONOMI HINDIA DAN TERBENTUKNYA A.S.I.B DI KEBUMEN


Sumber foto: Soeka Doeka di Djawa Tempoe Doloe, 2013

Indonesia pernah dilanda krisis ekonomi yang paling terkenal di Indonesia terjadi pada tahun 1997-1998, yang dikenal sebagai Krisis Moneter Asia. Salah satu upaya pemerintah mengatasi krisis ekonomi dan melindungi masyarakat tidak mampu adalah melalui program perlindungan sosial. Program ini mencakup bantuan sosial tunai, subsidi harga bahan pokok, dan perlindungan kesehatan bagi masyarakat miskin. Istilah yang mengemuka di masa kini dikenal dengan istilah Jaring Pengaman Sosial (JPS) alias Social Safety Net (SSN).

Di era Hindia Belanda, krisis ekonomi dunia yang dikenal dengan malaise atau great depression bukan hanya memporakporandakan kehidupan ekonomi Amerika dan Eropa namun juga negeri koloni yang mereka miliki. Krisis malaise merupakan peristiwa menurunnya tingkat ekonomi secara drastis dan dramatis di seluruh dunia yang mulai terjadi pada tahun 1929. Diawali dengan peristiwa yang sering dikenal dengan sebutan Selasa Hitam atau Black Tuesday, yaitu anjloknya bursa saham New York Wall Street pada Oktober 1929 (T. McNesse, The Great Depression 1929-1938, Chelsea House, 2010). Peristiwa ini berdampak pada hancurnya perekonomian dunia, termasuk Hindia Belanda yang saat itu sedang dilanda gagal panen (J.S.Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy, 1939).

Ternyata, bukan hanya pabrik dan perkebunan yang mengalami gulung tikar. Bahkan nasib sebuah kota kabupaten di Hindia Belanda khususnya Jawa harus mengalami dampak krisis/resesi ekonomi. Dampak dari sebuah resesi ekonomi harus dibayar dengan melakukan pemangkasan anggaran dan penghapusan status kabupaten (Teguh Hindarto, Wetan Kali Kulon Kali: Mengenang Kabupaten Karanganyar Hingga Penggabungan Dengan Kabupaten Kebumen 1936, Deepublish, 2021).

Bagaimana masyarakat Hindia Belanda mengatasi dampak krisis ekonomi yang mengakibatkan orang-orang yang terdampak krisis ekonomi dan mengalami kemiskinan secara material? Sebuah organisasi bernama Algemeen Steunfonds voor Inheemsche Behoeftigen (A.S.I.B) alias Dana Dukungan Umum Bagi Penduduk Pribumi Tidak Mampu/Miskin didirikan.

Latar belakang berdirinya A.S.I.B dikarenakan krisis ekonomi yang menlanda dunia dan berdampak kepada sejumlah negara koloni, termasuk Hindia Belanda. Istri Gubernur Jendral A.C.de Jonge mengambil inisiatif untuk mendirikan A.S.I.B pada tahun 1935 dan berkembang di sejumlah wilayah di Jawa dan Madura.

Di Kebumen pun telah didirikan organisasi bulan Oktober 1935 dan diketuai oleh Raden Ayu Sardinah, putri Bupati Kebumen Arung Binang VII (Teguh Hindarto, S.Sos., MTh., Bukan Kota Tanpa Masa lalu: Dinamika Sosial Ekonomi Kebumen Era Arung Binang VII, 2000:147-154).Pendirian dan keberadaan ASIB di Kebumen terpantau dalam sebuah berita surat kabar berjudul, ASIB te Keboemen yang dimuat oleh surat kabar De Locomotief (11 Oktober 1935). Sebuah panitia ASIB kabupaten dibentuk bulan Oktober 1935. Hadir dalam pertemuan tersebut Bupati Kebumen (Arung Binang VII), asisten residen, patih, wedono dan camat beserta para istri mereka, serta sekretaris daerah. Nona (mejuvrouw) R.A. Sardinah membuka rapat dan mengucapkan selamat datang kepada seluruh yang hadirin.

Pada kesempatan itu Nona R.A. Sardinah menjelaskan tujuan dan cita-cita ASIB serta mengingat kembali secara singkat apa yang dibicarakan pada rapat panitia pemekaran di Magelang, dimana ia ditunjuk sebagai ketua panitia kabupaten yang akan dibentuk di KebUmen. Setelah itu, para anggota dipilih. Wakil ketua terpilih adalah R.A. Soetarmo, istri Patih Kebumen. Istri-istri wedana dan camat dipilih sebagai komisaris.

Nyonya De Haas yang berhalangan hadir akan diminta bertindak sebagai bendahara, sedangkan jabatan sekretaris akan diserahkan kepada Tuan R.Margono, pejabat dewan kabupaten (regentschapsraad). Tuan R.A. Aroengbinang, Tuan J.F.A. van Bruggen, yaitu asisten residen dan Liem Yam Hoey, Kapiten Tionghoa (kapitein der Chineezen),terpilih sebagai penasihat.

Ketua komite mengucapkan terima kasih kepada para pejabat terpilih atas kesediaan mereka untuk duduk di komite dan menyatakan keyakinannya bahwa setiap orang akan berkomitmen penuh terhadap tujuan tersebut.

Pertemuan tersebut berlanjut ke pembahasan cara kerja organisasi yang terbentuk, di mana R.A. Sardinah sebagai penyaji materi memandang perlu adanya desentralisasi kerja, karena dengan begitu diharapkan hasilnya akan lebih memuaskan. Di setiap kecamatan harus dibentuk subkomite dengan komisaris komite kabupaten sebagai ketua ditambah dua orang anggota.

Sub-komite ini harus secara rutin berkomunikasi dan berkoordinasi dengan ketua komite kabupaten, jika tidak, mereka harus bekerja secara independen. R.A. Sardinah mengapresiasi Ibu Peddemors (istri dokter Rumah Sakit Misi Pandjoeroeng) dan Ibu Liem Giem Nio (istri Kapiten Tionghoa di Kebumen) yang duduk di subkomite di Kebumen.

Pembahasan bergeser ke arah bagaimana dana yang dibutuhkan dapat diperoleh. Pemimpin rapat, R.A. Sardinah, putri R.A. Arungbinang menyarankan untuk mengedarkan daftar perekrutan kontributor tetap (vaste contribuanten). Surat pos akan dikirimkan setiap bulan bagi mereka yang ingin berkontribusi secara tidak terencana. Gagasan ini diterima dan seluruh peserta rapat mendaftar sebagai kontributor tetap.Beberapa saran lain dikemukakan untuk mengumpulkan dana al, mengadakan fancy fair (pekan raya)

Tuan J.F.A.van Bruggen menyarankan untuk mengadakan lotere, yang hadiahnya ditentukan oleh para wanita, sementara Tuan R.M. Soetarmo sedang mempertimbangkan untuk mengenakan biaya masuk bagi masyarakat yang mencari hiburan di pantai selama lebaran di Mirit, Ambal dan Bertjong (Mengenai kedudukan pantai di Kebumen selama lebaran dapat membaca tulisan berikut, Teguh Hindarto, Lebaran di Pantai Petanahan Tahun 1933https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2020/05/lebaran-di-pantai-petanahan-tahun-1933.html

Beberapa tahun kemudian A.S.I.B Kebumen telah berhasil membuat sebuah bangunan yang cukup layak dengan kapasitas 50 orang namun baru terisi 30 orang karena banyak para pengemis dan gelandangan lebih senang tinggal di jalanan karena mereka masih bisa mendapatkan een dubbeltje (1 sen atau 10 sen?) per hari dibandingkan tinggal di rumah A.S.I.B. Sebuah kondisi yang dianggap behoorlijker alias lebih layak (Teguh Hindarto, Kantor Pos dan Rumah ASIB di Kebumen - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/05/kantor-pos-dan-rumah-asib-di-kebumen.html).

Belum banyak buku sejarah yang mengulas keberadaan A.S.I.B dan peran serta kontribusinya bagi pengembangan masyarakat pribum di bidang ketrampilan untuk kemudian dijual hasilnya. Tulisan singkat ini kiranya dapat menjadi peta jalan untuk mendalami peran ASIB yang dibentuk diberbagai daerah termasuk Kebumen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar