Sabtu, 13 April 2024

KEBUMEN, SEBAGAI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN BARU YANG LAHIR PASCA PERANG JAWA

Sebuah berita dengan judul,  Een Eeuw Regentschap (Satu Abad Kabupaten) yang ditulis surat kabar bernama  Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie (27 September 1929) melaporkan berita pendek sbb:

"Bulan April tahun berikutnya seratus tahun yang lalu Kabupaten Keboemen berdiri. Agar tidak luput dari perhatian, beberapa waktu kemudian di bawah kepemimpinan Raden Mas Soetomo, Patih Keboemen, dibentuklah panitia pendahuluan untuk menyelenggarakan pesta peringatan (een herdenkingsfeest). Bupati Keboemen didaulat menjadi pelindung (beschermheer). Jika hasil dari daftar penandatanganan yang beredar saat ini di kalangan warga Kaboepaten memenuhi harapan, jam listrik kota (een electrische stadsklok) akan ditawarkan sebagai kenang-kenangan permanen seratus tahun ini, di samping waringin untuk ditanam di alun-alun yang akan diletakkan di tengah kota".

Berita pendek ini sekaligus memberikan kejelasan mengenai usia administratif kabupaten Kebumen sebagai sebuah administrasi baru pasca Perang Jawa berakhir menggantikan Panjer. Bersamaan pada akhir Februari 1831, Van Pabst datang ke Karesidenan Bagelen dan diminta mengubah nama-nama administrasi lama yaitu Semawung menjadi Kutoarjo, Brengkelan menjadi Purworejo, Ungaran menjadi Kebumen, Karang Duhur menjadi Sedayu (Peter Carey, Sisi Lain Diponegoro: Babad Kedung Kebo dan Historiografi Perang Jawa, 2017:200). Termasuk Kabupaten Karanganyar menjadi sebuah administrasi baru menggantikan Remo Jatinegara di tahun 1832.

Testimoni surat kabar berbahasa Belanda di atas bersesuaian dengan testimoni lokal berupa tulisan dalam aksara Jawa pada artefak bekas kayu pendopo Kabupaten Kebumen yang dibangun oleh Arungbinang IV atas biayanya sendiri dan dibangun tahun 1835 (Teguh Hindarto, Adeging Sakaguru Sinengkalan Kaya Hobah Swaraning Wong -https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2020/08/adeging-sakaguru-sinengkalan-kaya-hobah.html

Bunyi aksara Jawa tersebut merupakan sengkalan yang berbunyi, Adeging sakaguru sinengkalan kaya hobah swaraning wong (berdirinya saka guru bertanggal 1763). Sampai hari ini sengkalan tersebut masih tersimpan dalam sebuah bekas kayu pendopo kabupaten yang terbuat dari kayu jati yang diletakkan di pelataran makam Arung Binang  I (Jakasangkrip) di Kebejen, Kutawinangun.

Tahun  Jawa 1763 adalah jatuh tahun 1835 Masehi. Tulisan tersebut tersemat dalam hiasan pendopo kabupaten Kebumen Arung Binang IV (Mangundiwiryo) diangkat sebagai bupati Kebumen pertama pada tanggal 22 Agustus 1831 dan berakhir pada 30 Juni 1849 (Sugeng Priyadi, Sejarah dan Kebudayaan Kebumen, 2004:68).

Jika dihitung dari tahun 1930 ke belakang sampai tahun 1830 maka usia Kebumen sudah 100 tahun. Jika dihitung di masa kini (2024) maka usia kabupaten Kebumen sejak era kolonial hingga hari ini adalah 194 tahun.

Namun demikian berita pendek ini juga menyisakan sejumlah pertanyaan dan problematika. Beberapa pertanyaan problematis tersebut al., apakah pemasangan jam listrik kota sebatas sebuah rencana ataukah sudah terealisasikan? Jika sudah terealisasi, kemana jam listrik kota yang pernah hendak dipasang pada peringatan satu abad pemerintahan Kebumen yang jatuh April 1930 tersebut? Apakah waringin yang nampak di masa kini adalah waringin yang ditanam pada tahun 1930?

Problematika berikutnya yang lebih krusial adalah dalam sebuah pemberitaan surat kabar beberapa bulan sebelumnya yaitu De Locomotief (15 Mei 1929) disebutkan bahwa perayaan 100 tahun akan jatuh pada tanggal 2 Februari 1930 bukan pada bulan April.Demikian surat kabar tersebut menuliskan.

“Seorang koresponden di Keboemen melaporkan bahwa tanggal 2 Februari tahun 1930 adalah seratus tahun yang lalu Kabupaten Keboemen menjadi bagian dari Kerajaan Yogjakarta di Jawa dan berada di bawah pemerintahan langsung Belanda.Tujuannya adalah untuk memperingati hari itu dengan meriah. Sebuah komite akan dibentuk yang bertanggung jawab mengumpulkan sumbangan untuk perayaan dan menetapkan program untuk liburan.Sebagai keistimewaan, kami juga mendengar bahwa peringatan kemeriahan ini juga akan dijadikan kesempatan baik untuk menanam pohon waringin kurung yang baru di alun-alun; yang lama telah mati dan pohon beringin yang ada sekarang merupakan tanaman baru, bertunas dari batang yang lama. Sebagaimana diketahui, penanaman waringin kurung merupakan sebuah upacara yang berlangsung dengan ceremonial agung, sehingga hari raya di bulan Februari 1930 sangat tepat dipilih untuk itu”

Sayangnya sampai tulisan ini dimuat, belum ditemukan berita perihal perayaan 100 tahun pemerintahan Kebumen pada tahun 1930 di dokumen surat kabar Hindia Belanda, sehingga kita masih kesulitan memastikan apakah tanggal 2 Februari 1930) ataukah April 1930.

Terlepas dari masih adanya berita yang kontradiktif (perayaan seratus tahun Kabupaten Kebumen di era Hindia Belanda jatuh pada bulan Februari atau April) namun berita surat kabar tersebut dengan tepat melaporkan sesuai dengan dokumen kolonial lainnya bahwa awal berdirinya Kabupaten Kebumen sebagai sebuah regentschap (kabupaten) menggantikan Panjer, di bawah Karesidenan Bagelen dan Kedu memang baru dimulai tahun 1830 (Teguh Hindarto, Dari Panjer Hingga Kebumen: Sebuah Kronik Singkat - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/10/dari-panjer-menjadi-kebumen-sebuah.html).

Kiranya tulisan pendek ini bisa memberikan iluminasi dalam menelaah keberadaan Kebumen di panggung sejarah di era Hindia Belada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar