Sejak era kolonial, wilayah Karesidenan Bagelen dimana Regentschap (Kabupaten) Kebumen berada, telah ditemukan banyak artefak arkeologis baik berupa cincin emas, kalung emas, perhiasan telinga emas serta sejumlah arca batu.
DR. H. H. Juynboll, (Javaansche Oudheden: Catalogus Van 's Rijks Ethnographisch Museum, 1909) menginventarisir beberapa penemuan artefak arkeologis berupa cincin dan perhiasan emas yang ditemukan di Regentschap Kebumen. Dari sekian penemuan, salah satu contoh adalah penemuan cincin emas di Desa Sadang Kebumen sbb:
“(3169-703). Sama, seperti sebelumnya, mirip dengan (penemuan nomor) 3163-64, bagian luarnya dihiasi dengan indah berupa daun palem sejajar yang digerakkan di antara dua pita kelopak dan relief. Bagian dalam sebagaimana bagian depan. Nilai emas masing-masing 53 florin. Digali di desa Sadang, afdeeling Keboemen, Karesidenan Bagelen. Lihat gambar di atas. Dm. 5.2, d. 1,5 cm” (1909:177)
Penemuan lainnya sebagaimana dilaporkan Inventaris der Hindoe-Oudheden 1915 (1918) berupa cincin emas di Desa Banjar, distrik Gombong Regentschap Karanganyar (Karanganyar sekarang berstatus kecamatan sebagaimana Gombong dan menjadi wilayah Kabupaten Kebumen) sbb:
"2674. Sama, seperti sebelumnya, tetapi jauh lebih tipis, melebar lebar di satu sisi dan di sana dengan hiasan ukiran yang sama dengan n. 3274. Ditemukan di Dessa Bandjar dessa, distrik Gembong, Kabupaten Karang Anjar, karesiden BagĂȘlen" (1918:180)
"3260. Serupa, terdiri dari biji-bijian yang berdekatan; piring cap empat-daun, dalam bentuk bunga lotus, dengan teratai terukir di dalamnya. Dessa Bener Tundjoeng, Afdeling Keboemen, Karesidenan Bagelen"
Sejumlah penemuan lain yang dilaporkan dalam Oudheidkundig Verslag 1937 (1938) di Desa Tugu, Gombong berupa empat kepingan emas berbentuk daun dan batangan. Penemuan terjadi di kawasan tegalan setelah hujan lebat mereda. Demikian pula di Logandu, Gombong berupa 27 cincin perak dan perunggu, 3 permata hiasan telinga, 16 fragmen mangkuk perak, 3 fragmen mangkuk logam, tali pengikat serta 7 manik-manik batu yang ditusuk dengan 442 koin (1938:23)
Sekalipun laporan-laporan di atas tidak memperlihatkan foto cincin namun setidaknya satu foto cincin emas yang bersumber dari Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen dapat kita saksikan sebagai perbandingan.
Cincin emas berbentuk zeshoekig schild (segi enam) dengan nomer inventaris RV-1403-3174 dipergunakan untuk perhiasan terbuat dari emas dengan motif oud-Javaanse Sri-teken (lambang Jawa kuno dewi Sri) dengan ukuran 2,5 x 3 x 0,8 cm dari periode tahun 750-930 Ms. Sri adalah dewi kebahagiaan dan kemakmuran. Cincin dengan tanda Sri membawa kebahagiaan bagi pemakainya. Asal penemuan dari Regentschap (Kabupaten) Kebumen.
Jika cincin pertama berbentuk zeshoekig schild (segi enam) maka cincin emas berikut memiliki bentuk vierlobbige schild (empat perisai), dengan lambang Dewi Sri dan bernomor inventaris RV-1403-3260 serta berukuran 2 x 2,2 x 1,5 cm. Keberadaan cincin ini masih di kisaran tahun 750-930 Ms. Dan ditemukan di Regentschap (Kabupaten) Kebumen.
Main Lin Tjoa-Bonatz dan Nicole Lockhoff menjelaskan fungsi sosioal kultural cincin emas bermotif di Era Jawa Klasik yaitu: (1) Bagian dari perhiasan penguburan (2) Alat transaksi jual beli (3) Media perlindungan dan lambang keberuntungan (Bonatz and Lockhoff, 2019:26). Lambang Dewi Sri Sri sering digambarkan dalam Periode Klasik Awal sebagai gambar tunggal atau cermin pada berbagai bentuk cincin, seperti pada cincin sanggurdi, bezel bulat, dodecagonal, hexagonal atau quatrefoil (Bonatz and Lockhoff, 2019:36).
Jika kita memperhatikan tarikh penemuan arkeologis di wilayah Kebumen kuno berupa cincin, gelang serta perhiasan emas lainnya didapati tarikh 700-900 Ms. Tarikh tersebut tentu saja merujuk pada keberadaan kejayaan Kerajaan Medang ataupun Galuh.
Dari sejumlah penemuan arkeologis di era kolonial ini dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa peradaban kuno yang pernah tinggal di wilayah Kebumen merupakan kelompok masyarakat yang terhubung dengan era Medang dan Galuh di Abad 7-10 Ms. Wilayah Kebumen sebelum kedatangan Islam bisa dikategorikan wilayah pertemuan dan persimpangan antara Medang dan Galuh. Tidak banyak informasi yang dapat ditemukan di era ini selain membaca makna simbolik dibalik beberapa penemuan cincin emas di beberapa lokasi.
Sejumlah cincin kuno pernah ditemukan di wilayah Kebumen dari lapisan masa yang kuno namun pernah secara keliru dihubungkan dengan sebuah istilah yang keliru yaitu “peradaban Kabalistik”. Mengenai hal ini saya sudah memberikan tanggapan dalam artikel berjudul, “Tidak Ada Peradaban Kabalistik di Kebumen” - HISTORY AND LEGACY OF KEBUMEN: TIDAK ADA PERADABAN KABALISTIK DI KEBUMEN! (historyandlegacy-kebumen.blogspot.com)
Sebagaimana di era kolonial berbagai penemuan arkeologis berharga berupaya diselamatkan dan diidentifikasi serta diinventarisir sebagai data keilmuan, kiranya berbagai penemuan material berharga yang masih kerap terjadi sampai hari ini di sejumlah kawasan aliran air sungai atau persawahan di wilayah Kebumen tidak berakhir sebatas transaksi jual beli antara penemu dan pembeli yang menaruh minat terhadap keantikan sebuah barang melainkan menjadi sebuah benda bernilai yang dapat menjadi obyek penelitian perihal kehidupan sosial budaya dan sosial ekonomi pra Kebumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar