Rabu, 02 September 2020

MAKAM TIONGHOA DI DESA KRAKAL DAN FRAGMEN KEHIIDUPAN YANG HILANG

Siang di Desa Krakal yang tidak begitu panas karena semalam hujan deras (meski masih awal September). Sebuah penampakkan bong (makam etnis Tionghoa) tua dan nampak kusam serta retak di sana-sini menghentikan langkah kami. Sebuah pemandangan memprihatinkan untuk yang kesekian kalinya karena penulis tidak mendapatkan nama dan keterangan apapun yang bisa untuk mengidentifikasi siapa dan bagaimana orang yang berbaring di bong tua ini.

Dina, seorang mahasiswi sejarah yang tinggal di desa Krakal dan tengah mengambil skripsi mengenai pemandian Krakal, telah memberikan informasi mengenai keberadaan bong tua ini. Dengan diantar Bapak Margono, seorang yang dipercaya ahli waris untuk menjaga dan merawat bong tua ini, hanya sedikit informasi yang dapat digali mengenai identitas pemilik bong tua.

Dengan sedikit wajah menahan kesal karena rusaknya nama pemilik bong ini oleh tangan orang tidak bertanggung jawab, Bapak Margono mencoba mengingat nama yang pernah tersemat dalam huruf Latin yaitu Koh Hu dengan tahun kewafatan 1924 (mudah-mudahan beliau tidak keliru mengingat dan mengeja). Disampingnya berada sebuah gundukan yang sudah tidak begitu berbentuk bong dan menurut keterangan Bapak Margono adalah istri dari Koh Hu namun dari etnis Jawa.

Menurut informasi yang serba terbatas yang pernah diterimanya, almarhum adalah pedagang minyak yang lokasinya sekarang sudah berpindah tangan menjadi milik seorang warga. Di lokasi tersebut didirikan sebuah mushola yang lokasinya tidak jauh dari pemandian air panas Krakal.

Keberadaan orang Tionghoa di Kecamatan Alian sudah teridentifikasi sejak era kolonial. Dalam sebuah sensus penduduk pada tahun 1930 itu, keberadaan etnis Tionghoa di distrik Alian terientifikasi  29 orang terdiri 15 mannen (laki-laki) dan 14 vrouwen (perempuan). Penduduk Eropa tercatat sebanyak dua orang dan untuk penduduk pribumi sebanyak 77.128 yang terdiri dari 37.552 dan 39.576 (Volkstelling 1930: Voorloopige Uitkomsten 1 e Gedeelte Java en Madoera, Bataviacentrum 1930). Keberadaan bong pay kuno ini bisa jadi salah satu bukti keberadaan etnis Tionghoa di era kolonial.

Setelah puas melihat-lihat keadaan bong pay tua, Dina dan Bapak Margono mengajak penulis dan mas Rizki yang  sejak awal menemani perjalanan dengan kendaraan bermotor, melanjutkan meninjau sebuah reruntuhan bangunan dengan menyisakan struktur kuno. Menurut informasi mereka berdua dan masyarakat sekitar pemandian bahwa lokasi reruntuhan tersebut adalah salah satu dari beberapa bangunan hotel/penginapan yang pernah dibangun di masa kolonial. Bahkan menurut keterangan mereka bahwa Taman Kupu-Kupu di depan pemandian air panas Krakal dahulunya adalah bangunan bekas penginapan di era kolonial.


Keberadaan pemandian air panas Krakal dan beberapa lokasi penginapan di sekitarnya memang telah menjadi fokus penelitian penulis pada tahun 2019 lalu. Hasilnya telah dipresentasikan pada sebuah seminar Kebumian yang diselenggarakan LIPI Karangsambung-Karangbolong di Hotel Mexolie.

Dari sejumlah penelitian terhadap artikel surat kabar dan majalah serta jurnal ilmiah berbahasa Belanda diperoleh data bahwa pemadian air panas Krakal telah dibangun paling dini tahun 1877 di era pemerintahan Bupati Arung Binang V. Publikasi awal mengenai pemandian air panas Krakal dalam bentuk jurnal ilmial dilakukan oleh dr. Polak seorang apoteker militer pada tahun 1871 kemudian dilanjutkan dr. Kunert dan dr. Baumgarten pada tahun 1883. 

Sementara kemunculan publikasi awal dalam bentuk artikel koran telah muncul pada tahun 1890 dan publikasi awal dalam bentuk iklan telah muncul pada tahun 1891 (Teguh Hindarto dan Chusni Ansori, Geosite Pemandian Air Panas Krakal sebagai Titik Pertemuan Legenda, Sejarah dan Geologi (Seminar Nasional lmu Kebumian-Geodiversity 2019, Hotel Mexolie, 2 Oktober 2019).

Berkaitan dengan keberadaan pemandian air panas (badplaats) Krakal dan hotel, etnis Tionghoa dan pribumi Jawa kembali muncul dalam sebuah berita pendek terkait rencana pemugaran dan perbaikan pemandian air panas pada tahun 1929. Dalam berita pendek tersebut dikatakan, "Di sekitar pemandian air panas (badplaats) terdapat hotel Eropa yang sederhana dan bagus dengan 20 kamar (een eenvoudig, goed Europeesch hotel, met 20 kamersserta beberapa fasilitas penginapan Cina dan Pribumi (Chineesche en Inlandsche logeergelegenheden)", demikian tulis surat kabar Soerabaijasch Handelsblad (30 Sept 1929). 

Perjalanan berakhir di sebuah bukit di Desa Kaliranjang di mana tokoh legenda bernama Kyai Sabdoguna beristirahat di ketinggian bukit mengamati pemandian air panas Krakal. Mendaki tangga batu yang sudah dikeramik sebanyak kurang lebih 125 trap, hanya ada dua bangunan terkunci rapat. Yang satu merupakan makam Kyai Sabdoguna dan istrinya dan bangunan yang satu milik pengikutnya.

 

De Indische Courant bertanggal 25 April 1935 di bawah judul, Krakalsche Genezingen: De Legende van De Bron - Heil voor Rheumatieklijders (Penyembuhan Krakal: Legenda Asal Usul – Keselamatan Untuk Penderita Rematik) menyebut-nyebut nama Kyai Sabdaguna dan Nyai Sumaningrum beserta anaknya yang sakit kulit dan menemukan mata air panas yang kelak dapat menyembuhkan. Pengalaman yang sama dialami oleh istri Arung Binang V yang kelak membangun pesanggrahan dan pemandian air panas Krakal.

Perjalanan dan peninjauan mulai dari makam orang Tionghoa yang rusak, reruntuhan bekas penginapan hingga makam Sabdaguna dengan sentrum pemandian air panas Krakal hanyalah sebuah upaya untuk merekonstruksi kisah-kisah yang bersifat fragmentaris di sekitar pemandian air panas Krakal semasa kolonial. Kisah-kisah yang diceritakan kembali melalui sejumlah laporan surat kabar dan majalah di periode tersebut dan interpretasi terhadap sejumlah artefak yang terserak yang sisanya masih menunggu untuk ditemukan kembali.

 

5 komentar:

  1. Terima kasih banyak Pak Teguh sudah diajak untuk sebuah perjalanan yang seru ^^

    BalasHapus
  2. Sepertinya yang diajak pak Teguh dech? He..he...

    BalasHapus
  3. Semakin banyak khasanah ilmu yang saya dapatkan dari pak Teguh.
    Ungkap Kebumen dari segala sisi kehidupan sejarah terdahulu

    BalasHapus
  4. Kok menelusuri seputar pemandian tidak ngajak saya boss..

    BalasHapus