Situs
Talang Pati, demikianlah nama yang mengemuka di sejumlah
media sosial. Terletak di wilayah Dusun Kalipuru, Desa Pujotirto, Kecamatan
Karangsambung, Kabupaten Kebumen. Pemberitaan bombastis seputar situs ini
dikaitkan dengan “struktur candi”, “penemuan arca”, “penemuan emas” dan
sejumlah artefak (Misteri Arca dan Emas Kuno yang Ditemukan Tak Sengaja di Kebumen,
liputan6.com).
Penulis tertarik untuk
membuktikan dengan melihat langsung ke lokasi. Untuk menuju Situs Talangpati,
dapat ditempuh melalui dua jalur jalan. Yang pertama melalui Pasar Sruni terus
ke utara dan berbelok ke arah kanan setelah melewati Desa Sawangan. Rute ini
paling dianjurkan karena sekalipun jalannya berkelok menaik menurun namun
kondisinya prima karena beraspal. Kita akan disajikan pemandangan alam Kebumen yang
berbukit dari ketinggian. Yang kedua kita bisa melalui jalur wisata pemandian
air panas Krakal terus ke utara dan setelah melewati Pasar Indrakila mengambil
jalur ke kanan jalan yang lebih sempit dan menaiki kawasan hutan lindung namun
dengan jalanan yang rusak di sejumlah titik.
Setiba di kawasan, penulis
dipandu oleh seorang warga yang menunjukkan lokasi situs. Sebenarnya ada rute
lain yang lebih nyaman (penulis mengetahuinya setelah keluar dari lokasi situs)
namun entah mengapa warga yang akhirnya penulis ketahui namanya Ibu Latinem
memilih jalur semak-semak licin dan menurun.
Setiba di lokasi, penulis
terkejut dan kecewa karena jauh dari ekspektasi selama ini saat membaca
deskripsi di media sosial. Tidak ada tanda-tanda sebagaimana layaknya sebuah
situs arkeologis bernilai sejarah. Saya hanya melihat seorang ibu sedang
mengenakan kemben sembari mencuci di sebuah arela kotak dengan air pancuran
terbuat dari bambu mengalir deras. Saya bertanya pada ibu Latinem, “Pundi lokasipinun?” (Di mana
tempatnya), Ibu Latinem sambil tersenyum menunjuk tempat seorang wanita mencuci
sembari berkata, “Lha namung niku, mboten
wonten menapa-menapa malih!” (Ya hanya itu, tidak ada lainnya).
Ibu Latinem
Tidak terlihat adanya plakat
bertuliskan “Benda Cagar Budaya” sebagaimana sejumlah kawasan lain di Kebumen
seperti “Situs Lurahkarsa” di Desa Giyanti, “Situs Untung Surapati” di
Karanggayam, “Situs Lingga Yoni” di Desa Sumber Adi. Yang mengherankan, justru
warga memanfaatkan situs tersebut menjadi tempat untuk mencuci pakaian. Hal
mana justru akan merusak keberadaan artefak karena gerusan air.
Situs Talang Pati ternyata
sebuah struktur berbentuk persegi panjang. Tidak ada artefak penanda yang bisa
memberikan petunjuk apa dan bagaimana mengenai struktur ini. Tidak jauh dari
lokasi, ada sumur yang dibuat oleh warga dan di buatkan tempat berbentuk kotak
dan ada sejumlah penampakkan batu tertentu yang tidak dapat dipastikan apakah
itu batuan yang dibentuk ataukah sudah demikian bentuknya sejak dahulu.
Tidak ada informasi apapun yang
bisa penulis peroleh karena memang penelusuran telah mendekati pukul 16.00
sehingga waktu yang semula hendak dipakai untuk bertanya kepada sejumlah nama
yang disarankan, urung dilakukan. Hanya saat bertanya pada salah seorang warga
bernama ibu Masiyati perihal penemuan emas, penjelasannya lebih bernuansa
magis. Maksudnya, memang pernah ada yang menemukan emas tapi jika tidak segera
diambil dan nanti hendak diambil lagi maka bendanya menghilang. Kebenaran
cerita inipun tidak bisa dipastikan.
Ibu Masiyati
Tidak seheboh pemberitaan media
sosial dimana lokasi ini dihubung-hubungkan dengan sejumlah penemuan “struktur
candi” dan “arca emas” serta artefak lainnya, faktanya sampai hari ini
benda-benda yang dimaksudkan memang tidak pernah dilaporkan siapa yang
menemukan dan dimana benda-benda yang ditemukan tersebut. Tidak ada satupun
foto beredar di media sosial yang memperlihatkan adanya benda disebut arca
emas. Hanya cerita mulut ke mulut bahwa pernah ada warga menemuka emas dan benda semacam arca.
Setelah kembali ke kota, penulis
akhirnya membuka kembali sebuah dokumen yang pernah diberikan oleh seorang
rekanan di Balai Arkeologi Jawa Yogyakarta berjudul, Laporan Kegiatan Peninjauan
Temuan Baru: Struktur Candi Di Dusun Kalipuru, Desa Pujotirto, Kecamatan
Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah (Tim Peninjauan, 2016). Lokasi yang
di duga terdapat struktur candi sebenarnya telah ditemukan secara tidak sengaja
pada tahun 2010 saat masyarakat hendak memperbaiki tanah yang longsor dan
menemukan struktur tertentu. Pada Tahun 2015 dan 2016 Tim Peninjauan melakukan
proses penelitian di kawasan yang kemudian dinamakan Situs Talangpati.
Ada yang menarik dari hasil
peninjauan Tahun 2016 dimana, “Hasil
pengupasan menunjukkan data yang cukup mengejutkan, yaitu adanya konstruksi
batu bulat (boulder) yang menjadi bagian dari salah satu dinding. Selain itu
juga terlihat adanya indikasi struktur lain yang terintegrasi yang kemungkinan
merupakan bagian batas timur struktur. Sayang sekali bagian ini tidak dapat
dibuka lebih banyak karena hujan lebat serta endapan lumpur dan material bekas
galian tahun 2010 yang menumpuk di atasnya” (2016:7). Selain penemuan
struktur yang diduga candi, juga ditemukan
benda lain, “Artefak secara
signifikan tidak ditemukan, kecuali batu yang mirip kapak masa prasejarah” (Hal
9). Namun apakah struktur tersebut memang sebuah bukti sebuah struktur candi?
Jika membaca laporan Tim Peninjauan, mereka tidak menyimpulkan demikian.
Dari tiga kesimpulan laporan,
penulis akan kutipkan dua kesimpulan yang penting untuk penulisan artikel ini
dan agar diketahui publik sbb: Pertama, Situs Talangpati di Dusun
Kalipuru Wetan, Desa Pujotirto, Kecamatan Karangsambung merupakan struktur dari
batu andesit berbentuk lantai yang kanan dan kirinya terdapat pagar pendek
hingga mirip saluran air. Bahan struktur terdiri atas batu andesit yang digarap
menjadi balok batu dan sebagian lainnya berbahan boulder. Secara keruangan, struktur tersebut diduga merupakan
bagian dari bukit alam yang dimodifikasi menjadi berteras yang sebagian dinding
terasnya diperkuat dengan boulder. Secara umum formasi tersebut mengingatkan
pada bangunan pra Hindu, yaitu bangunan megalitik punden berundak. Dengan
begitu maka secara kronologis situs Talangpati diduga termasuk dalam periode
prasejarah dan periode Hindu-Budha atau masa Mataram Kuno sekitar Abad VIII-X
M. Kedua,
Dalam aspek geologis, lokasi peninjauan di Desa Pujotirto, Kecamatan
Karangsambung, berada dalam kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung
berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 2817K/40/MEM/2006 yang meliputi lima
kecamatan yaitu Kecamatan Karanggayam, Kecamatan Alian, Kecamatan Sadang,
Kecamatan Karangsambung dan Kecamatan Pejagoan. Berdasarkan deskripsi
stratigrafi diketahui bahwa tidak terdapat potensi batuan yang signifikan yang
dapat digunakan sebagai bahan baku penyusun bangunan “candi” di Situs Talangpati.
Jika ternyata dari analisis petrografi diketahui bahwa bahan batu penyusunan
“candi” tersebut bukan berasal dari batu pasir masif anggota Formasi Waturanda,
maka dipastikan bahwa sumber bahan baku batuan tersebut bersifat eksotis atau
didatangkan dari daerah lain” (2016:17). Dari kesimpulan sementara Tim Peninjauan
(karena belum diadakan penelitian lanjutan), bahwa bahan baku struktur ini
tidak mengindikasikan “batuan yang signifikan yang dapat digunakan sebagai
bahan baku penyusun candi”.
Kata “candi” mengacu pada
berbagai macam bentuk dan fungsi bangunan, antara lain empat beribadah, pusat
pengajaran agama, tempat menyimpan abu jenazah para raja, tempat pemujaan atau
tempat bersemayam dewa, petirtaan (pemandian) dan gapura. Walaupun fungsinya
bermacam-macam, secara umum fungsi candi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan
keagamaan, khususnya agama Hindu dan Buddha, pada masa yang lalu. Oleh karena
itu, sejarah pembangunan candi sangat erat kaitannya dengan sejarah
kerajaan-kerajaan dan perkembangan agama Hindu dan Buddha di Indonesia, sejak
abad ke-5 sampai dengan abad ke-14. Soekmono, dalam disertasinya menyanggah
konsep candi sebagai tempat pemakaman sebagaimana dikemukakan oleh Rafles dan
sarjana arkeologi Eropa era kolonal. Setelah menguraikan secara panjang lebar
berbagai analisis terhadap teks kuno, Soekmono sampai pada kesimpulan, “Sesungguhnya, semua petunjuk yang kita
peroleh dari telaah ini menjurus kepada ditariknya kesimpulan bahwa candi
memang tidak pernah berfungsi sebagai bangunan pemakaman, biar hanya untuk
menanam abu jenazah sekalipun. Sebaliknya, pengertian yang berulang kali
menampilkan diri dalah pengertian cani sebagai kuil” (Candi: Fungsi dan Pengertiannya,
2017:196).
Jika melihat prasyarat
dibangunnya sebuah candi, Situs Talangpati cukup memenuhi kriteria. Sebagaimana
diulas Dwi Budi Harto dengan mengutip pendapat H. Santiko dalam Pidato
Pengukuhan Guru Besar Madya dengan judul, Tetap Seni Bangunan Sakral Masa Hindu -
Budha di Indonesia (Abad VIII – XV Masehi): Analisis Arsitektur dan Makna
Simbolik , syarat lokasi pembangunan candi meliputi: tanah subur dan
memgandung air, dekat sumber air, di puncak bukit, di lereng gunung, hutan dan
lembah (Tata Cara Pendirian Candi: Perspektif Negarakertagama, Jurnal
Imajinasi Vol 1, No 2, 2005). Kriteria tersebut memang sudah terpenuhi dalam
penampakkan Situs Talangpati, namun dari segi wujud dan bentuk serta
kelengkapan lainnya belum memenuhi prasyarat itu. Sebagaimana dikatakan Agus
Aris Munandar perihal tubuh candi, “Candi-candi
yang bahan tubuhnya terbuat dari bata atau batu akan membentuk bilik candi.
Pada bagian tubuh candi yang melambangkan dunia bhuwarloka terdapat
relung-relung tempat menempatkan arca, selain bilik candinya untuk menyimpan
arca utamanya” (Ibukota Majapahit: Masa Jaya dan Pencapaian, 2008:39).
Jika bukan penampakkan struktur
candi, mungkinkah Situs Talangpati “sebuah pada bangunan pra Hindu, yaitu
bangunan megalitik punden berundak”, sebagaimana diduga oleh Tim Peninjauan
Balai Arkeologi Yogyakarta? Penulis tidak berkompeten memastikan jawabannya
karena latar belakang kelilmuan bukan dari arkeologi dan geologi, namun jika
melihat penampakkan struktur yang seolah ada bahan penyemenan (dugaan penulis
saja), penampakkan struktur ini terlalu dini jika diduga sebagai bangunan
megalitik. Sekalipun di Desa Cilongok Banyumas ditemukan sejumlah menhir dan
punden berundak, namun penampakannya sangat jelas sebagai bangunan megalitik
tanpa unsur semacam penyemenan.
Demi kepentingan ilmiah,
seharusnya lokasi Situs Talang Pati disterilisasi dan diberi penanda “Benda
Cagar Budaya”. Dijauhkan dari aktivitas warga seperti mencuci dan diperbaiki
akses menuju lokasi. Apalagi situs ini dimasukkan dalam Kawasan Geopark
Karangsambung-Karangbolong. Penelitian dari segi arkeologi, geologi, sejarah,
sosiologi diperlukan untuk mengungkap lebih jauh corak masyarakat yang pernah
tinggal di wilayah ini, darimana bahan-bahan struktur dibuat, demi tujuan apa
strukur ini dibuat, dll.
Secangkir kopi telah habis
seiring tuntasnya paragraf akhir artikel ini. Kiranya waktu menyingkapkan lebih
banyak lagi apa yang terjadi di kawasan Situs Talang pati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar