Nama Ch. Rapaport tidak akan kita temukan dalam buku sejarah karena memang namanya tidak dihubungkan dengan peristiwa heroik yang kerap menghiasi sejumlah buku sejarah khususnya di era Hindia Belanda.
Ch. Rapaport adalah seorang pengusaha
Belanda (keturunan Yahudi) yang namanya banyak dilaporkan sejumlah iklan dan
artikel koran berbahasa Belanda yang secara tidak sengaja saya temukan.
Begitu seringnya nama Rapaport muncul
dengan sejumlah bisnis yang dikerjakannya menuntun saya mengumpulkan sejumlah
data secara induktif sehingga mendapatkan sketsa historis bidang usaha yang
dikerjakan oleh Rapaport di Gombong.
Hasil sketsa historis mengenai Rappaport
telah saya tuangkan dalam dua artikel berjudul, Hotel Untuk Para Meneer dan Mevrouw di Kebumen dan Gombong Era Kolonial
(http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/06/hotel-untuk-para-meneer-dan-mevrouw-di.html)
dan Melacak jejak dan Kisah di Sempor :
Dari Sempor Ajer Blanda, Pemandian Air Panas Hingga Waduk (http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/07/melajak-jejak-dan-kisah-di-sempor-dari.html).
Karena dua artikel tersebut akhirnya
seorang bernama Uri Rapaport (cicit Ch. Rappaport) yang tinggal di Belanda dan
berkebetulan ingin mengetahui lebih banyak jejak leluhurnya tersebut secara
tidak sengaja menemukan tulisan saya dan menghubungi melalui seorang perantara.
Dalam pertemuan dengan Uri Rappaport diperoleh sejumlah data yang masih missink link selama ini yaitu latar
belakang Ch. Rappaport.
Oleh karena itu, artikel ini ingin menggabungkan
antara sketsa historis bisnis Ch. Rapaport di Gombong yang telah dimulai
sekitar tahun 1895-an hingga tahun 1915-an melalui pelacakan sejumlah artikel
dan berita surat kabar berbahasa Belanda dan informasi mengenai latar belakang
kehidupan Rappaport yang diceritakan oleh Uri Rappaport, cicit Ch. Rapaport.
Sejarah bukan soal peristiwa peperangan
belaka. Bukan pula sekedar dokumen yang ditandatangi oleh oleh-orang besar yang
menentukan arah tujuan sebuah bangsa. Sejarah bukan sekedar peristiwa politik
melainkan peristiwa sosial dan dinamika ekonomi.
Ketika berbicara mengenai peristiwa
sosial dan dinamika ekonomi, ada kelas-kelas penggerak kehidupan sosial dan
ekonomi yang bukan hanya kelas ningrat dan berkuasa melainkan kelas menengah termasuk
sejumlah pelaku ekonomi, entahkah itu orang Eropa atau Inlander (pribumi). Jika
Kebumen memiliki sosok pekerja keras dan pengusaha genting ternama bernama
Aboengamar (Teguh Hindarto, Aboengamar:
Eksportir Genting Pribumoi dari Sokka - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/06/aboengamar-eksportir-genting-pribumi.html),
maka Gombong memiliki Ch. Rapaport.
Menuliskan kepingan kehidupan dan bisnis
Rapaport bukan sekedar untuk mengenal sosok Rapaport namun juga mengenal sebuah
distrik bernama Gombong yang pernah menjadi bagian wilayah Kabupaten
Karanganyar (sekarang masuk wilayah Kabupaten Kebumen). Ada banyak gedung dan
rumah tua serta pusat militer yang hanya dapat dimengerti historisitasnya
dengan melacak kembali ke masa lalu.
Itulah sebabnya kehidupan dan bisnis
Rapaport perlu dituliskan. Karena secara tidak langsung nama-nama lokasi gedung
di mana Rapaport pernah ada saat ini masih ada di tengah-tengah hiruk pikuk
aktivitas penduduk dan bangunan modern lainnya. Nama gedung dan sejumlah
aktivitas sosial ekonomi dapat memberikan konteks di masa lalu.
Siapakah
Ch. Rappaport?
Nama lengkap beliau adalah Chaskel
Rapaport. Koran-koran berbahasa Belanda hanya menuliskan “Ch. Rapaport”. Beliau
dilahirkan tahun 1864 di Tarnopol (Galicia) yang sekarang bernama Ukraina.
Beliau wafat pada tanggal 28 Februari 1921 di Gombong namun di kebumikan di
sebuah pemakaman Yahudi di Semarang.
Menurut Uri Rappaport, Chaskel Rappaport
memiliki seorang ayah bernama Chaskel yang beristrikan Clara (Rapaport),
seorang wanita kelahiran Gombong tanggal 5 November 1896 dan wafat tanggal 17
Oktober 1977 di Voorburg Belanda.
Ch. Rapaport menikahi seorang wanita
bernama Bertha (Rappaport) kelahiran 27 Juli 1882 (Tarnopol) dan meninggal pada
tahun 1957 di Rotterdam. Dari hasil pernikahan mereka berdua diperoleh enam anak
dan satu anak adopsi. Nama anak-anak mereka adalah sbb: Maksi, Betty, Zusje,
Mien, Lien Rosa, Selma, Frederyca
Ch. Rappaport memulai karir sebagai
seorang prajurit di pasukan KNIL dan kemudian membuka sebuah Toko di Gombong. Tidak
banyak informasi yang dapat diketahui selama bertugas di militer KNIL. Kemudian
Rapaport membeli tempat itu dengan seorang pria Tionghoa bernama Liem Tiong Ing.
Sebelum saya lanjutkan, perlu disinggung
sejenak nama Liem Tiong Ing. Namanya tidak bisa dilepaskan dari sebuah
keberadaan bangunan Indische Empire di
Jalan Sempor lama 28 yang sekarang dikenal dengan Roemah Martha Tilaar.
Bangunan tua ini dibangun sejak tahun
1920 oleh keluarga Liem Siauw Lan. Keluarga Liem Siauw Lan ini pada masanya
terkenal sebagai keluarga Tionghoa yang sangat kaya di Gombong. Liem Siauw Lan
dikenal sebagai pengusaha ulung di daerah tersebut. Beliau dikenal sebagai
pemasok susu dan daging untuk tangsi Belanda di Fort Cochius (sekarang disebut
Benteng van Der Wijck) di Gombong.
Liem Siauw Lan ini mempunyai tiga orang
anak, yakni Liem Tiong Ing, Liem Bok Lan dan Liem Trima Nio. Ibu Martha Tilaar
yang dikenal seorang pengusaha kecantikan
merupakan cucu dari Liem Siauw Lan dari keturunan Liem Bok Lan dengan
Yakob Handana. Dengan demikian Liem Tiong Ing adalah paman dari ibu Martha
Tilaar.
Bisnis
Rapaport di Gombong
Kembali kepada Ch. Rappaport. Beberapa
bisnis yang pernah dilakoninya al, toko barang kebutuhan sehari-hari, pabrik minuman
limun dan air mineral. Jasa pemotongan daging hewan di tokonya. Bisnis hotel
dan pemandian air panas.
Toko
Limun dan Air Mineral
Bisnis air mineral dan limun Ch.
Rapaport sudah terlacak dalam iklan yang dimuat surat kabar De Locomotief (3 Desember 1895).
Kemungkinan Rapaport hanya menjualkan produk orang lain di tokonya.
Selain air sirup/limun, Rapaport juga
memiliki toko yang menjual aneka ragam makanan termasuk daging dalam iklan
“Toko Rapaport” sebagaimana dilaporkan
koran De Locomotief (22 April 1895).
Toko Rapaportpun sekaligus menjadi rumah penyembelihan hewan
(Centraal-Slachterij) dan hewan tersebut dikirim ke seluruh Jawa dengan jasa
kereta api (De Locomotief, 7 Januari
1899).
Toko Rapaport tercatat mengiklankan
penjualan senapan dan peluru dalam iklan berjudul, Gombongsche Geweer en Munitiehandel (Penjualan Senapan dan Peluru
di Gombong) yang dimuat koran De Locomotief (19 September 1902). Pada
tahun 1906 toko Rapaport pernah mengalami penipuan pembelian dengan adanya bon
palsu (valsche bons) oleh orang yang tidak bertanggungjawab yang memang sedang
marak pada zaman itu sebagaimana dilaporkan Het Nieuws van den Daag (18
Januari 1906) sbb:
“De tokohouder Rapaport te Gombong,
anders een bizonder secuur man van zaken, is de dupe geworden van een of meer
brutale oplichters, die tegen afgifte van valsche bons zich een schuif barang
uit die toko hebben doen afgeven”
“Pemilik toko Rapaport di Gombong, orang
yang sangat teliti dalam bisnis, telah menjadi korban satu atau lebih penjahat
nakal, yang telah menggunakan bon palsu, mengambil barang yang dikeluarkan dari
toko”
Mengelola
Bisnis Air Mineral Sempor
Pada suatu hari, Ch. Rappaport bermimpi
tentang sebuah harta karun di hutan dan akhirnya dia menemukan yang dimaksudkan
yaitu sebuah mata air hangat yang akhirnya dibeli dari penduduk setempat.
Kemudian dia membuat kamar pemandian yang jaraknya sejauh 6 km dari kota
Gombong. Dia membuat iklan untuk mendapatkan pengunjung ke tempat ini.
Dalam sebuah berita koran, Het Nieuws van den Daag (29 April 1907) dengan judul, Mineraalwaterbron (Sumber Mata Air Mineral) disebutkan perihal
penemuan sumber air mineral. Menurut laporan koran tersebut bahwasanya kualitas
air mineral tersebut telah dianalisis oleh seorang ahli dari Batavia bernama
Mr. Rathkamp dan dinilai, “is het een zeer gezond water dat met de beste
Europeesche bronwateren kan wedfl veren” (air yang sangat sehat yang dapat
bersaing dengan perairan mata air Eropa terbaik).
Disebutkan bahwa keberadaan air mineral
ini akan segera dipasarkan dan dikirim ke Semarang, Batavia, dan Surabaya. Jika
di tahun 1907 belum disebutkan siapa pemilik dan pengelola air mineral yang
ditemukan di Desa Sempor maka pelacakan
koran Algemeen Handelsblad (15 Mei
1912) telah menyebut satu nama yaitu Ch. Rapaport.
Dalam laporan koran ini disebutkan bahwa
sebelum Ch. Rapaport menjadi pemilik dan pengelola perusahaan air mineral ini,
sumber mata air ini menjadi pokok perselisihan kepemilikan dan pengelolaan
hingga Rapaport kemudian mengambil alih.
Bisnis air mineral Rapaport banyak
mengalami kendala di bidang transportasi sehingga harga jual yang ditawarkan
tidak terjangkau oleh para pembeli. Belum lagi bisnis es krim oleh sejumlah
orang Tionghoa mulai menarik konsumen.
Rapaport kemudian mengusulkan ke pihak
pengelola Staat Sporwagen untuk membangun
jalur kereta api dari Gombong ke Sempor, sebagaimana disebutkan dalam berita
koran, “Ini bukan bisnis seperti perusahaan Apollinaris di Neuenahr di wilayah
Rhine, tetapi operator berusaha untuk memperoleh pasar yang lebih besar untuk
Sempor-ajerblanda. Bagaimanapun, sangat sulit di perusahaannya karena tidak
adanya jalur kereta api antara Sempor dan Gombong”
Ketika kita membaca penggalan berita di
atas ada sebuah istilah yang mungkin membuat kita bingung yaitu Sempor ajerblanda atau ajer-blanda. Istilah ajer-blanda”artinya “air Belanda” yaitu
sebuah istilah untuk “air mineral”.
Bisnis
Hotel
Koran De Preangerbode (1 November 1915) melaporkan sebuah iklan
keberadaan hotel bernama Hotel Rapaport dan diberikan keterangan, “In de Onmiddellijke
Nabijheid van toko Rapaport” (di sekitar Toko Rappaport).
Namun demikian sebelum tahun 1915
sebagaimana laporan iklan koran Het Nieuws van den Daag 14 Oktober 1910) nama Rapaport muncul sebagai sebuah
pengelola hotel (tanpa menyebutkan nama hoterlnya) dengan menyediakan sebuah
keistimewaan yaitu pemandian air panas untuk proses kesembuhan penyakit.
Selengkapnya iklan tersebut berbunyi:
“Pemandian
Air Panas Berkarbonasi di SEMPOR
Sangat
luar biasa untuk penderita saraf dan asam urat, serta meningkatkan nafsu makan.
Penginapan mandi ini, yang juga terhubung ke sebuah hotelL, terletak pada jarak
4 1/2 paal (4 1/2 x 1.705= 6,781,5 (6,8 km) dari Gombong. Informasi dapat
diperoleh dari Ch. RAPAPORT Pemilik di Gombong”
Hotel milik Rapaport nampaknya ada yang
berlokasi di pusat kota Gombong dan tidak berjauhan dengan Toko Rapaport,
sementara hotel yang satu lagi yang berada di kawasan Sempor dengan fasilitas
pemandian air panas sebagaimana disebutkan dalam iklan.
Keberadaan hotel ini telah dimulai sejak
tahun 1910 sebagaimana disebutkan dalam sebuah artikel dengan judul, Het Sempor Hotel Nabij Gombong (Hotel
Sempor Dekat Gombong) yang diterbitkan koran De Locomotief (7 April 1910) yang menuliskan kunjungan beberapa
orang Cilacap yang membaca iklan Rapaport di sebuah majalah sebagaimana
dikatakan:
“Tertarik oleh iklan di majalah Anda,
beberapa keluarga memutuskan untuk melakukan perjalanan ke hotel dan pemandian
air panas yang baru dibuka ini bersamaan dengan Hari Paskah. Berangkat dari
Tjilatjap pada pukul 7.30, kami tiba di Gombong pada pukul 10 pagi”
Menariknya, dalam artikel ini diberikan
sebuah deskripsi yang cukup lengkap mengenai lokasi dan isi bangunan hotel dan
pemandian air panas ini sbb:
“Kami berharap melihat semacam
pasanggrahan dan karenanya kami kagum melihat bangunan batu yang indah di depan
kami. Bangunan itu dibangun tinggi di atas tanah. Di tengah ada ruang biliar
dengan biliar yang bisa dimainkan dan piano, dan kami disambut di sana oleh
manajer, Tuan Dirks, yang segera menjadi pria yang sangat membantu
Di kedua sisi ruang biliar ada 4 kamar
tamu, yang dilengkapi dengan baik. Bahkan di kamar tidur ada mata air dan Anda
hanya perlu membuka keran di atas meja cuci untuk memberi Anda air cuci”
Demikianlah sekelumit gambaran mengenai
kehidupan dan bisnis Rapaport yang cukup berkembang dengan tidak hanya memiliki
toko melainkan hotel dan kolam mata air dan pemandian air panas di sebuah hotel
di Sempor.
Pewaris
Rapaport
Toko Rapaport dijalankan oleh Chaskel
Rapaport namun saat putrinya menikah dengan Josef (Rapaport) (kakek Uri Rapaport)
sekitar tahun 1919, kelak Josef menjadi manajer baru dan setelah Chaskel
meninggal pada tahun 1920, Josef (Rapaport) mengembangkan bisnis lebih banyak
lagi.
Ch. Rapaport meninggal pada tanggal 28
Februari 1920 di Gombong namun menurut pengakuan Uri Rapaport beliau
dikebumikan di Semarang. Karena beliau seorang Yahudi dan di Semarang ada
pekuburan Yahudi maka beliau dikebumikan di sana.
Mengenai keberadaan orang Yahudi di
Gombong dapat membaca artikel saya, Orang
Yahudi di Gombong Era Kolonial (http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/05/orang-yahudi-di-gombong-era-kolonial.html)
Suatu ketika Josef menjual hotel dimana
ada mata air panasnya ke seorang tentara KNIL. Keluarga mereka meninggalkan
Gombong dengan tiga orang anak kecil sekitar tahun 1930. Mereka pindah ke
Bandung dan Josef bekerja sebagai penjual seperti yang dia lakukan di Gombong.
Dia memiliki sebuah perusahaan bernama Eigen Hulp dan sebuah Restoran Hotel di bernama
Shanhai di Djalan Braga 67, yang dibelinya bersama orang-orang Tionghoa dari
Gombong yang bekerja dengannya sebelumnya. Josef sebenarnya adalah putra
saudara lelaki Chaskel yang bernama Moses Rapaport (1896-1956).
Sejumlah iklan barang antik berupa botol
minuman mineral dengan nama “J. Rapaport” tersemat di bawah botol kaca masih
dapat ditemukan menjadi jejak perjalanan bisnis air mineral putra Ch. Rapaport
yaitu Josef Rapaport (kakek Uri Rapaport).
Sampai di sini kisah Ch. Rapaport
berakhir. Namun sejumlah data dan fakta lain yang belum ditemukan menunggu
disingkapkan untuk melengkapi sketsa historis Rapaport dan kehidupan sosial
ekonomi di Gombong tahun 1900-an yang kala itu masih menjadi sebuah distrik
dari Kabupaten Karanganyar.
Artikel ini pernah dimuat di Qureta.com (2020)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar