https://www.nederlandsfotomuseum.nl
Jika dalam tulisan sebelumnya
penulis menjelaskan mengenai keberadaan jenis ternak sapi unggulan di Kebumen
yaitu sapi Bengala yang sekarang dikenal dengan sebutan Ongole dan keterkaitan
upacara Baritan di Mirit yang pernah berjaya di tahun 1915-an (Teguh Hindarto, Baritan dan Jejak Tradisi Yang Hilang –
Qureta.com), maka kali ini kita akan melihat jenis ternak lain yang menjadi
simbol dan ketangguhan yaitu kuda. Namun bukan di Mirit melainkan di Kabupaten
Karanganyar.
Kabupaten Karanganyar (sebelum dihapus statusnya sebagai Kabupaten dan digabungkan menjadi bagian dari Kebumen tahun 1936) bukan hanya menjadi lokasi bagi keberadaan kuda-kuda tangguh melainkan menjadi kawasan perlombaan balapan kuda tahunan. Dan yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah salah satu kawasan di Kabupaten Karanganyar terpilih menjadi tempat pasokan makanan sehat bagi ternak-ternak terbaik yaitu sapi Ongole. Kita akan melihat satu persatu tiga hal penting yang terjadi di Karanganyar pada zamannya tersebut.
Kabupaten Karanganyar (sebelum dihapus statusnya sebagai Kabupaten dan digabungkan menjadi bagian dari Kebumen tahun 1936) bukan hanya menjadi lokasi bagi keberadaan kuda-kuda tangguh melainkan menjadi kawasan perlombaan balapan kuda tahunan. Dan yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah salah satu kawasan di Kabupaten Karanganyar terpilih menjadi tempat pasokan makanan sehat bagi ternak-ternak terbaik yaitu sapi Ongole. Kita akan melihat satu persatu tiga hal penting yang terjadi di Karanganyar pada zamannya tersebut.
Dalam sebuah laporan berita
berjudul, “Feesten te Karanganjar” (Pesta di Karanganyar) yang dimuat oleh
harian Bataviaasch Nieuwsblad (14-09-1915)
kita mendapatkan sejumlah data dan informasi penting yang menempatkan posisi
Kabupaten Karanganyar di era kolonial.
Berita ini sebenarnya
melaporkan sebuah perayaan ulang tahun ke-10 (tienjarig) sebuah bank
perkreditan di Karanganyar yang didirikan sejak tahun 1905. Sebuah kemeriahan
yang luar biasa terjadi di Karanganyar dimana sejumlah tamu penting hadir pada
saat itu, terutama Bupati Ario Tirtokusumo (Teguh Hindarto, “Mengenang
Tirtoekoesoemo” – Qureta.com) yang sudah pensiun dan digantikan putranya yaitu
Iskandar Tirtokusumo.
Di antara para hadirin adalah Tuan
Schmulling, Asisten Residen Keboemen dan sekaligus ketua bank, berbagai pejabat
administrasi Eropa, Bupati Keboemen, guru pertanian Eropa, dokter
hewan pemerintah, serta banyak golongan Eropa serta pribumi.
Jika hari pertama diisi dengan
beberapa sambutan baik dari Asisten Residen, Bupati Kebumen serta Bupati
Karanganyar maka pada hari kedua yaitu tanggal 11 September pukul 8.30 hadir
Tuan Cochius, seorang Administrator Suikerfabriek Remboen sekaligus Ketua
Asosiasi untuk Promosi Ternak di Bagelen Selatan Kuno (Karesidenan Bagelen
sejak 1901 berubah menjadi Karesidenan Kedu).
Kehadiran beliau di Karanganyar
adalah untuk memberikan sambutan bagi pembukaan lahan seluas 10 bahoe untuk
menjadi tempat penyedia rumput sebagai pakan ternak sapi di Mirit sebagaimana
pembukaan sambutannya, “Ini bukan hanya
kesenangan bagi saya, tetapi juga suatu kehormatan sebagai Ketua Promosi Peternakan
di Bagelen Selatan Kuno pada hari ini, untuk menyambut Anda, di mana peresmian
meriah lokasi 10 bahoe yang didedikasikan untuk ternak membutuhkan tempat dari
daerah-daerah ini, terutama di Karanganjar”.
Adapun alasan Tuan Cochius
untuk membuka lahan seluas 10 bahoe di Karanganyar adalah untuk menjamin
ketersediaan pasokan makanan ternak dan mengantisipasi musim kering yang
mengakibatkan kekurangan pasokan pakan sebagaimana dikatakan, “Salah satu persyaratan pertama untuk
penciptaan kawanan ternak yang baik (goeden veestapel) adalah pakan ternak
dirawat dengan baik (dat de voeding der dieren behoorlijk verzorgd wordt). Oleh
karena itu disebabkan oleh kenyataan bahwa - juga karena kekeringan dalam
beberapa tahun terakhir - kebutuhan dirasakan untuk menyediakan tanah tersendiri
untuk penanaman rumput”. Penyediaan rumput sebagai pakan ternak sapi Ongole
ini bukan hanya dilakukan di Karanganyar tetapi di Afdeling Kutoarjo dan
Kebumen.
Menariknya adalah, di kawasan
10 bahoe ini yang ditanami rumput sebagai pakan ternak sapi juga disediakan
sebuah tempat untuk melakukan balapan kuda (racebaan) sebagaimana dikatakan, “Jalur balapan kuda telah dibangun di
sekitar area rumput, di mana kuda-kuda itu, baru-baru ini dibeli oleh bupati
Karanganjar di Soembawa, akan mengukur kekuatan mereka”. Lomba balapan kuda
dimeriahkan oleh sejumlah pejabat pribumi sebagaimana dilaporkan sbb:
Dalam babak pertama, 5 kuda
Sumbawa berlari, lebih tinggi dari 1,20 m. Pemenang, Gotri, milik Bekel Djatisawit, pemenang kedua: Kantjil. Dalam babak kedua berlari lagi 5 kuda. Pemenang: Simbook, milik Bekel dari Pandjatan, pemenang
kedua: Patri. Pada babak kelima akan
bertanding Tuan J. Doornik Tuan A. de Jong yang dimenangkan oleh Tuan J.
Doornik yang digambarkan, “wint in mooien
stijl” (menang dengan gaya yang indah)
Sekalipun kuda-kuda tersebut
bukan kuda asli Karanganyar melainkan didatangkan dari Sumbawa namun di
tahun-tahun berikutnya keberadaan kuda dan tempat balapan kuda di Karanganyar
akan semakin terkenal.
Dalam sebuah berita dengan
judul, “Hippische Sport in Karanganjar” (Lomba
Pacuan Kuda di Karanganyar) yang dimuat oleh harian De Preanger Bode (20-07-1918) dibuka dengan kalimat, “Di antara balapan tahunan di kota-kota
kecil kami, yang ada di Kabupaten Karanganjar, Afdeling, menempati urutan
pertama (een eerste plaats in)”. Kita bisa membayangkan kemeriahan lomba
pacuan kuda yang teah berlangsung sejak tahun 1915 tersebut dapat bertahan dan
menjadi pertunjukan paling diminati oleh masyarakat hingga tahun 1918.
Perlombaan pacuan kuda ini
bukan hanya melibatkan kuda-kuda dalam negeri melainkan kuda Australia yang
turut mengikuti perlombaan. Dalam artikel tersebut dikatakan, “Bupati Karanganjar yang terkenal (de
bekende regent), Raden Tomenggoeng Iskandar Tirtokoesoemo, seorang pecinta kuda
sejati, telah berusaha selama bertahun-tahun untuk meningkat jenis kuda di kabupatennya,
dan mengalami kesuksesan”. Animo peserta lomba ini begitu besar dan menurut
artikel koran 1918 tersebut pesertanya adalah para perwira tentara Belanda dari
berbagai tempat mulai al., Salatiga dan Magelang.
Bupati Iskandar Tirtoekoesoemo
bukan hanya mahir bermain kuda namun juga berjasa membangun sebuah rumah sakit
pribumi bernama “Panti Raga Nirmala” atau “Ziekenhuis Nirmala” pada tahun 1919.
Bangunan rumah sakit ini sekarang difungsikan menjadi Puskesmas Karanganyar
(Teguh Hindarto, “Ziekenhuis Nirmala (RS
Nirmala): Monumen Historis Kemandirian Perawatan Kesehatan Masyarakat di
Karanganyar” – inikebumen.net).
Demikianlah gambaran geliat
kehidupan sosial ekonomi di Karanganyar di masa pemerintahan Hindia Belanda.
Monumen kuda, nampaknya patut diletakkan di sudut strategis kota masa kini sebagai
penanda kejayaan sebagai tempat kontestasi pacuan kuda ternama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar