Kamis, 07 Februari 2019

FREEMASONRY DAN GERAKAN TEOSOFI DI JAWA: Ketertarikkan Pejabat Publik di Era Kolonial Memasuki Organisasi Esoteris



Bagi mereka penggemar buku dan kisah berbau konspirasi, tentu saat mendengar nama-nama berikut akan muncul berbagai asosiasi yang menghubungkan dengan berbagai kegiatan rahasia, persekongkolan, tangan tidak terlihat yang mengatur ekonomi dan politik dan berbagai tudingan lainnya. Illuminati, Freemasonry, Perkumpulan Teosofi, Yahudi adalah nama-nama yang kerap dipertukarkan satu sama lain dan dianggap wajah yang berbeda dari satu esensi yang sama yaitu kejahatan Yahudi.

Beberapa judul buku berikut cukup mewakili bagaimana konstruksi pemahaman penulisnya terhadap isu-isu terkait di atas al., Kenapa Kita Tidak Berdamai Saja Dengan Yahudi, karya Muhsin Anbataani (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), Yahudi Menggenggam Dunia, karya William G. Carr (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993), Adapun buku karya non terjemahan al., Jejak Freemason & Zionis Di Indonesia, karya Herry Nurdi (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2005). Tidak kurang dalam sejumlah karya sastra berbahasa Indonesia, berbagai gambaran Yahudi sebagai ancaman dan simbolisasi kejahatan dalam novel Anak Betawi Diburu Intel Yahudi. Bisa jadi novel karya Ridwan Saidi mengilhami novel berikutnya yang diterbitkan tahun 2011 yaitu The Jacatra Secret: Misteri Satanic Symbols di Jakarta garapan Rizki Ridyasmara.

Terlepas dari pemahaman stigmatif yang melekati kesadaran masyarakat perihal eksistensi organisasi Illuminati, Freemasonry serta Perkumpulan Teosofi, namun tidak banyak yang mengetahui bahwa dua organisasi dari tiga organisasi di atas pernah hadir di Indonesia pra kemerdekaan ketika masih bernama Hindia Belanda. Kedua organisasi tersebut adalah Freemasonry dan Perkumpulan Teosofi.

Menariknya, salah satu Bupati Kebumen era kolonial yaitu Aroeng Binang ternyata pernah menjadi anggota perkumpulan Freemasonry. Sebelum meninjau lebih jauh, ada baiknya kita mengenal secara singkat apa itu Illuminati, Freemasonry, Perkumpulan Teosofi.

Illuminati

Illuminati (berasal dari bahasa Latin illuminatus yang berarti "tercerahkan") adalah sebuah nama yang diberikan kepada beberapa kelompok tertentu, baik yang nyata maupun yang bersifat fiktif. Secara historis, nama tersebut biasanya mengacu pada Bavarian Illuminaty sebuah persaudaraan rahasia era Pencerahan yang didirikan pada tanggal 1 Mei 1776 oleh Adam Weishaupt (1748-1830), seorang profesor Hukum dan Filsafat di Universitas Ingolstadt, Jerman.  Banyak tokoh intelektual berpengaruh dan politisi progresif yang menjadi anggota persaudaraan ini  termasuk Ferdinand of Brunswick, Xavier von Zwack, Johann Wolfgang von Goethe, Johann Gottfried Herder dan Duke of Gotha and Weimar.

Anggota-anggota masyarakat rahasia ini menyebut diri mereka Perfectibilis. Tujuan pendiri mereka adalah menggantikan agama Kristen dengan agama akal, seperti yang kemudian dilakukan oleh kaum revolusioner Prancis dan filsuf Positivis Abad ke-19 Auguste Comte. Ordo itu diatur menurut garis Yesuit dan menjaga disiplin internal dan sistem pengawasan timbal balik berdasarkan model itu. Para anggotanya berjanji kepatuhan kepada atasan mereka dan dibagi menjadi tiga kelas utama: yang pertama termasuk novis, minervals, dan lesser illuminaty; yang kedua terdiri dari freemason (Biasa, Skotlandia, dan Ksatria Skotlandia); dan kelas ketiga atau mistery terdiri dari dua tingkat "pendeta" dan "bupati" serta "magus" dan "raja."

Freemasonry

Freemasonry pada awalnya hanyalah serikat buruh dan pekerja bangunan biasa (kata mason berasal dari bahasa Perancis, macon, yang artinya "tukang batu") yang mulai berkembang di akhir abad ke-14 di Eropa. Namun seiring waktu komunitas kecil ini berkembang hingga menarik simpati dan pengikut dari kalangan elit dan terpelajar yang kritis dan ingin melakukan koreksi dan perubahan terhadap situasi politik dan sosial yang terjadi saat itu. Naskah tertua Mason yaitu Regius Poem berasal dari tahun 1425. Tujuan utama dari persaudaraan rahasia ini adalah membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi. Gerakan ini muncul sebagai respon atas pengekangan yang dilakukan kaum agama terhadap kebebasan berpikir dan ilmu pengetahuan di Eropa di masa abad pertengahan.

Freemasonry, hampir sejak awal, menghadapi tentangan besar dari agama yang terorganisasi, terutama dari Gereja Katolik Roma, dan dari berbagai negara. Freemasonry bukanlah institusi Kristen, meskipun sering secara keliru diidentikkan dengan kekristenan. Freemasonry mengandung banyak unsur agama; ajarannya memerintahkan moralitas, amal, dan kepatuhan pada hukum negara. Dalam sebagian besar tradisi, pelamar untuk masuk diwajibkan menjadi laki-laki dewasa, dan semua pelamar juga harus percaya pada keberadaan Supreme Being (Keberadaan Tertinggi) dan keabadian jiwa. Dalam praktiknya, beberapa loji Freemasonry telah didakwa dengan berbagai prasangka yang dilekatkan terhadap orang Yahudi, Katolik, dan non-kulit putih. Secara umum, Freemasonry di negara-negara Latin telah menarik mereka yang mempertanyakan dogma agama atau yang menentang peran pendeta/imam, sedangkan di negara-negara Anglo-Saxon keanggotaannya sebagian besar berasal dari kalangan Protestan kulit putih. Tradisi Prancis modern, yang didirikan pada abad ke-19 dan dikenal sebagai Co-Freemasonry atau Le Droit Humain, mengakui kesetaraan baik wanita maupun pria.

Di sebagian besar loji-liji Freemasonry di sebagian besar negara, Freemason dibagi menjadi tiga derajat utama — entered apprentice, fellow of the craft, and master mason (murid magang, sesama pekerja, dan tukang batu). Di banyak loji Freemasonry ada banyak tingkatan — terkadang ribuan — diringkas dalam tiga divisi utama; karakteristik organisasi ini tidak seragam dari satu negara ke negara lainnya.

Apa yang dikenal orang saat ini dengan Freemasonry atau dalam bahasa Belanda Vritmejselarij ternyata sudah masuk ke Indonesia sejak pemerintahan kolonial khususnya VOC. Vritmetselarij sebenarnya hanyalah salah satu dari organisasi kebatinan yang merebak di Indonesia pra kemerdekaan.

Setidaknya ada dua teori mengenai asal usul Freemasonry. Pertama, Jika merujuk pada buku DR. Th. Stevens, diperoleh keterangan bahwa Freemasonry telah masuk di zaman VOC dengan ditandai berdirinya berbagai Loji sebagai pusat kegiatan mereka. Sebelum tahun 1756 di Hindia Timur telah berkembang pengikut “Mason Bebas”. Sejarawan Hageman mengatakan bahwa keberadaan para Mason di Batavia berasal dari Inggris (Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, 2004: 56). Kedua, Sejarawan Van der Veur mengatakan bahwa loji pertama yang didirikan adalah “La Choisie” di Batavia tahun 1762 atas prakarsa J.C.M. Radermacher (1741-1780) seorang syahbandar Batavia. Beliau adalah anak Suhu Agung pertama dari Tarekat Mason di Belanda bernama Joan Cornelis Radermacher. Tidak ada kesepakatan diantara sejarawan mengenai persisnya lembaga ini didirikan. Ada yang mengatakan 1762 (Van der Veur dan Gelman Taylor) dan ada yang mengatakan 1764 (literatur Masonik). Kemudian terjadi pembagian antara Loji “Solomon” di Benggala India dan Loji “La Choisie“ (Freemasonry in Indonesia from Radermacher to Soekanto 1762-1961,1976:4).


DR. Th. Stevens, menuliskan bahwa pada zaman Jepang sudah ada beberapa orang Indonesia bergabung dengan “Tarekat Mason Bebas” sebanyak 50 orang (hal 299). Raden Saleh anggota Mason Bebas ditahbiskan tahun 1836 di Loji Eendracht Maakt Macht. Abdul Rahman buyut Sultan Pontianak tahun 1844 menjadi anggota Mason di Loji Vriendschap dan dia adalah Muslim pertama yang ikut Mason Bebas (hal 300). Bupati Surabaya bernama R.A. Pandji Tjokronegoro menjadi anggota tahun 1908.

Loji Vriendschap merupakan pusat anggota Mason dari Indonesia dan pada tahun 1870 didirikan Loji Mataram di Jawa. Pangeran Soerjodilogo (keturunan Paku Alam) tahun 1871 menjadi anggota Mason. Persemian Loji Mataram dilaksanakan dengan rumah pinjaman dari HB VI di Malioboro (hal 301).

Abdurachman Surjomihardjo memberikan deskripsi pengaruh Freemasonry di wilayah Yogyakarta sbb: “Sejak akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1891, beberapa anggota gerakan itu telah berhubungan dan menanam bibit di lingkungan keluarga Paku Alam. Paku Alam V telah resmi menjadi mason yang kemudian diikuti oleh Paku Alam VI dan Paku Alam VII secara aktif” (Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930, 2008,:49). Raden Sujono menulis di Indisch Maconniek Tijdscrift (IMT) menulis bahwa tahun 1928 ada 43 orang Jawa ikut Mason Bebas. Empat dari keturunan raja, dua puluh pegawai pemerintah orang indonesia, sepuluh memegang jabatan yang biasanya dipegang orang Eropa dan tujuh berprofesi sebagai dokter hewan (Tarekat Mason Bebas, hal 314)

Gerakan Teosofi

Theosophical Society, demikian namanya dikenal pada zamannya, adalah sebuah persaudaraan esoteris (hasrat melakukan petualangan batin) yang didirikan di New York, Amerika Serikat, pada November 1875 oleh Madame Helena Petrovna Blavatsky dan Henry Steel Olcott. Setelah beberapa tahun, Olcott dan Blavatsky kemudian pindah ke India dan mendirikan Markas Internasional Theosofi di Adyar, Madras, India. 

Menurut Iskandar P. Mugraha, Gerakan Teosofi didirikan pertama kali di New York, Amerika Serikat pada tahun 1875 oleh seorang perempuan bangsawan keturunan Rusia bernama Helena Petrovna Blavatsky yang dibantu dua orang Amerika bernama Henry Steel Olcoot dan W.Q. Judge. Selanjutnya Henry Steel Olcoot diangkat menjadi presiden pertama perkumpulan tersebut yang kemudian diberi nama Theosophical Society (TS). Gerakan ini selalu menekankan bahwa anggotanya berkewajiban membuat pikiran merdeka dan bekerja demi perubahan rakyat yakni lwat cara batin untuk melawan segala hawa nafsu manusia. Menurut mereka agama-agama konvensional tidak lagi memiliki pengaruh (Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia, 2011:5).

Melihat sifat gerakannya, Theosophical Society merupakan suatu gerakan Hindu Baru (Neo Hindu Movement) yang terinspirasi mistisisme-esoteris Yahudi bernama Kabbala dan Gnosticsm, suatu ilmu rahasia keselamatan serta bentuk-bentuk okultisme Barat, demikian Iskandar Nugraha memberikan ulasan pembuka.

Pada tahun 1885-1891 organisasi TS melancarkan pengaruhnya ke Barat dan Timur India. Pemikiran-pemikiran H.P. Blavatsky dituangkan dalam majalah The Rheosophist. Pada tahun 1895 dimulailah babak perkembangan baru dengan bergabungnya Annie Besant. Berkat kepandaiannya beliau menggabungkan prinsip kebatinan Timur dan Barat serta kelihaiannya dalam mensosialisasikan gerakan dalam berbagai propaganda maka pengaruh gerakan Teosofi bukan hanya di India melainkan sampai ke Hindia Belanda (Indonesia) dan berbagai dunia.

Berbagai organisasi didirikan di bawah Theosophical Society (TS) yang dipimpin Annie Besant termasuk di Hindia Belanda seperti Perkumpulan Freemasonry, Moeslim Bond, Theosofische Wereld Universiteit dan The Liberal Catholic Church. Gerakan Teosofi berkembang pertama kali di Pekalongan pada tahun 1883 di bawah kepemimpinan Baron van Tengnagel. Tahun 1901 dimulai babak baru organisasi Teosofi di Hindia Belanda seperti di Semarang lalu Surabaya (1903), Yogyakarta (1904) serta Surakarta (1905).

Pertemuan kelompok Teosofi biasanya dilaksanakan di sebuah tempat yang disebut Loji (lodge). Loji di lingkungan Gerakan Teosofi diartikan sebagai suatu perkumpulan dengan jumlah minimal anggota tujuh orang. Loji harus mendapat izin dari perkumpulan induk yang berpusat di Adyar, India, dengan bukti berupa akta yang ditandatangani Presiden Gerakan Teosofi. Loji-loji itu melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang digariskan pusat. Kegiatan utama mereka masih terbatas pada bidang mistis dan kebatinan (hal 59).

Gerakan Teosofi memiliki pengaruh terhadap tokoh pergerakan Indonesia seperti Tjipto Mangoenkoesoemo (Pendiri Boedi Oetomo, 1908), Douwes Dekker (pendiri Indische Partij, 1912), bahkan Kiai Haji Agus Salim (hal 32). Sekalipun Ir Soekarno bukan anggota Teosofi namun melalui ayahnya, R. Soekemi beliau memperoleh akses pemikiran-pemikiran Teosofi dan pemikiran besar tokoh dunia lainnya sebagaimana Iskandar P. Nugraha mendeskripsikan, “Sukarno bukan anggota Gerakan Teosofi, namun berkat keterlibatan ayahnya, ia dapat menempa keintelektualannya lewat Gerakan Teosofi” (hal 31).

Keterlibatan orang-orang Eropa mengikuti organisasi semacam Freemasonry adalah agar masuk lingkaran dan jaringan intelektual terkemuka. Istilah Paul W. Van Der Veur, bon ton (hal 2). Demikian pula keterlibatan sejumlah orang Indonesia pra kemerdekaan dilihat oleh T.H. Steven adalah selain tertarik dengan ide kesetaraan, juga menjadi sarana masuk ke lingkar kehidupan sosial orang Eropa (hal 300). Terbukti mereka yang mengikuti keanggotaan baik Freemasonry maupun Gerakan Teosofi adalah orang-orang yang memiliki kedudukan dan status sosial yang cukup tinggi, mulai dari pejabat pemerintahan (gubernur dan bupati) hingga pegawai pemerintah.

Tadi diawal artikel disebutkan bahwa Bupati Arung Binang termasuk anggota Freemasonry. Dimana data tersebut ditemukan? Dalam buku yang telah dirujuk dalam penulisan artikel ini  yaitu paper oleh Paul W. Van Der Veur dengan judul Freemasonry in Indonesia from Radermacher to Soekanto 1762-1961. Dibagian lampiran terdapat nama Arung Binang disebut sbb:

APPENDIX B
INDONESIAN AND CHINESE MASONS, 1922-1940

Aroeng Binang, R. T. Regent, Kebumen (A)



Nama Aroeng Binang adalah gelar semata dan bukan nama orang. Sebagaimana dituliskan olehR. Tirto wenang Kolopaking bahwa penyebutan nama Arung Binang dimulai dari sejak Ki Hanggawangsa atau Ki Jaka Sangkrip (Arung Binang I) kemudian dilanjutkan R. Wangsadirja (Arung Binang II), R.M. Arya Suryadirja (Arung Binang III), R.M. Arya Mangun Diwirya (Arung Binang IV) R.M. Tirtaredja (Arung Binang V), R. Mangundirja (Arung Binang VI), R.T. Suryamiardja (Arung Binang VII) akhirnya R.A. ADP. Sosrohadiwidjaya (Arung Binang VIII) – Sejarah Silsilah Wirasaba Banyumas: Ki Ageng Mangir Kolopaking Arung Binang, 2005:216-223).

Dari data yang dituliskan dalam paper Paul W. Van Der Veur, tidak dijelaskan Arung Binang ke berapa yang mengikuti keanggotaan Freemasonry. Kemungkinan Arung Binang VII dan Arung Binang VIII yang mengikuti keanggotaan Freemasonry, karena saat penggabungan Kebumen dan Karanganyar pada Tahun 1936, Kebumen dipimpin oleh Arung Binang III (hal 215).

Dari analisis dan kajian ringkas terhadap sejumlah buku langka yang mengulas eksistensi Freemasonry dan Gerakan Teosofi di Hindia Belanda, justru tidak nampak kesan kerahasiaan karena berbagai catatan keorganisasian dan keanggotaan serta aktivitas kegiatan bahkan gedung pusat perkumpulan mereka terdokumentasikan dengan baik dan hingga kini dapat ditelusuri di sejumlah tempat di Indonesia dan Jawa khususnya.

Penelusurian sosio historis memperlihatkan pada kita bahwa keterlibatan dan minat sejumlah pejabat publik menjadi anggota Freemasonry dan Gerakan Teosofi bukan bermakna melibatkan dalam sejumlah kegiatan misterius dan konspiratif melainkan ketertarikkan dengan konsep dan gagasan universalitas dan  persaudaraan sedunia serta menjadi media pendakian kelas sosial tertentu sehingga dapat berkontak dengan orang-orang Eropa. Terlepas isi pemikiran Freemasonry dan Gerakan Teosofi bisa bersifat asimetris dengan pandangan agama-agama, namun pada zamannya mereka yang bergabung dengan organisasi di atas adalah orang-orang dari yang memiliki latar belakangan keagamaan dan lintas agama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar