Bagi mereka penggemar buku dan
kisah berbau konspirasi, tentu saat mendengar nama-nama berikut akan muncul
berbagai asosiasi yang menghubungkan dengan berbagai kegiatan rahasia,
persekongkolan, tangan tidak terlihat yang mengatur ekonomi dan politik dan berbagai
tudingan lainnya. Illuminati, Freemasonry, Perkumpulan Teosofi, Yahudi adalah
nama-nama yang kerap dipertukarkan satu sama lain dan dianggap wajah yang
berbeda dari satu esensi yang sama yaitu kejahatan Yahudi.
Beberapa judul buku berikut
cukup mewakili bagaimana konstruksi pemahaman penulisnya terhadap isu-isu
terkait di atas al., Kenapa Kita Tidak
Berdamai Saja Dengan Yahudi, karya Muhsin Anbataani (Jakarta: Gema Insani
Press, 1993), Yahudi Menggenggam Dunia,
karya William G. Carr (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993), Adapun buku karya
non terjemahan al., Jejak Freemason &
Zionis Di Indonesia, karya Herry Nurdi (Jakarta: Cakrawala Publishing,
2005). Tidak kurang dalam sejumlah karya sastra berbahasa Indonesia, berbagai
gambaran Yahudi sebagai ancaman dan simbolisasi kejahatan dalam novel Anak Betawi Diburu Intel Yahudi. Bisa jadi novel karya Ridwan
Saidi mengilhami novel berikutnya yang diterbitkan tahun 2011 yaitu The Jacatra Secret: Misteri Satanic Symbols
di Jakarta garapan Rizki Ridyasmara.
Terlepas dari pemahaman
stigmatif yang melekati kesadaran masyarakat perihal eksistensi organisasi
Illuminati, Freemasonry serta Perkumpulan Teosofi, namun tidak banyak yang
mengetahui bahwa dua organisasi dari tiga organisasi di atas pernah hadir di
Indonesia pra kemerdekaan ketika masih bernama Hindia Belanda. Kedua organisasi
tersebut adalah Freemasonry dan Perkumpulan Teosofi.
Menariknya, salah satu Bupati
Kebumen era kolonial yaitu Aroeng Binang ternyata pernah menjadi anggota
perkumpulan Freemasonry. Sebelum meninjau lebih jauh, ada baiknya kita mengenal
secara singkat apa itu Illuminati, Freemasonry, Perkumpulan Teosofi.
Illuminati
Illuminati (berasal dari bahasa
Latin illuminatus yang berarti "tercerahkan") adalah sebuah nama yang
diberikan kepada beberapa kelompok tertentu, baik yang nyata maupun yang
bersifat fiktif. Secara historis, nama tersebut biasanya mengacu pada Bavarian
Illuminaty sebuah persaudaraan rahasia era Pencerahan yang didirikan pada
tanggal 1 Mei 1776 oleh Adam Weishaupt (1748-1830), seorang profesor Hukum dan
Filsafat di Universitas Ingolstadt, Jerman.
Banyak tokoh intelektual berpengaruh dan politisi progresif yang menjadi
anggota persaudaraan ini termasuk
Ferdinand of Brunswick, Xavier von Zwack, Johann Wolfgang von Goethe, Johann
Gottfried Herder dan Duke of Gotha and Weimar.
Anggota-anggota masyarakat
rahasia ini menyebut diri mereka Perfectibilis. Tujuan pendiri mereka adalah
menggantikan agama Kristen dengan agama akal, seperti yang kemudian dilakukan
oleh kaum revolusioner Prancis dan filsuf Positivis Abad ke-19 Auguste Comte.
Ordo itu diatur menurut garis Yesuit dan menjaga disiplin internal dan sistem
pengawasan timbal balik berdasarkan model itu. Para anggotanya berjanji
kepatuhan kepada atasan mereka dan dibagi menjadi tiga kelas utama: yang
pertama termasuk novis, minervals,
dan lesser illuminaty; yang kedua
terdiri dari freemason (Biasa,
Skotlandia, dan Ksatria Skotlandia); dan kelas ketiga atau mistery terdiri dari dua tingkat "pendeta" dan
"bupati" serta "magus" dan "raja."
Freemasonry
Freemasonry pada awalnya
hanyalah serikat buruh dan pekerja bangunan biasa (kata mason berasal dari
bahasa Perancis, macon, yang artinya "tukang batu") yang mulai
berkembang di akhir abad ke-14 di Eropa. Namun seiring waktu komunitas kecil
ini berkembang hingga menarik simpati dan pengikut dari kalangan elit dan
terpelajar yang kritis dan ingin melakukan koreksi dan perubahan terhadap
situasi politik dan sosial yang terjadi saat itu. Naskah tertua Mason yaitu Regius Poem berasal dari tahun 1425.
Tujuan utama dari persaudaraan rahasia ini adalah membangun persaudaraan dan
pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi.
Gerakan ini muncul sebagai respon atas pengekangan yang dilakukan kaum agama
terhadap kebebasan berpikir dan ilmu pengetahuan di Eropa di masa abad
pertengahan.
Freemasonry, hampir sejak awal,
menghadapi tentangan besar dari agama yang terorganisasi, terutama dari Gereja
Katolik Roma, dan dari berbagai negara. Freemasonry bukanlah institusi Kristen,
meskipun sering secara keliru diidentikkan dengan kekristenan. Freemasonry
mengandung banyak unsur agama; ajarannya memerintahkan moralitas, amal, dan
kepatuhan pada hukum negara. Dalam sebagian besar tradisi, pelamar untuk masuk
diwajibkan menjadi laki-laki dewasa, dan semua pelamar juga harus percaya pada
keberadaan Supreme Being (Keberadaan Tertinggi) dan keabadian jiwa. Dalam
praktiknya, beberapa loji Freemasonry telah didakwa dengan berbagai prasangka
yang dilekatkan terhadap orang Yahudi, Katolik, dan non-kulit putih. Secara
umum, Freemasonry di negara-negara Latin telah menarik mereka yang
mempertanyakan dogma agama atau yang menentang peran pendeta/imam, sedangkan di
negara-negara Anglo-Saxon keanggotaannya sebagian besar berasal dari kalangan
Protestan kulit putih. Tradisi Prancis modern, yang didirikan pada abad ke-19
dan dikenal sebagai Co-Freemasonry atau Le Droit Humain, mengakui kesetaraan
baik wanita maupun pria.
Di sebagian besar loji-liji
Freemasonry di sebagian besar negara, Freemason dibagi menjadi tiga derajat
utama — entered apprentice, fellow of the craft, and master mason (murid
magang, sesama pekerja, dan tukang batu). Di banyak loji Freemasonry ada banyak
tingkatan — terkadang ribuan — diringkas dalam tiga divisi utama; karakteristik
organisasi ini tidak seragam dari satu negara ke negara lainnya.
Apa yang dikenal orang saat ini
dengan Freemasonry atau dalam bahasa
Belanda Vritmejselarij ternyata sudah
masuk ke Indonesia sejak pemerintahan kolonial khususnya VOC. Vritmetselarij sebenarnya hanyalah salah
satu dari organisasi kebatinan yang merebak di Indonesia pra kemerdekaan.
Setidaknya ada dua teori
mengenai asal usul Freemasonry. Pertama,
Jika merujuk pada buku DR. Th. Stevens, diperoleh keterangan bahwa Freemasonry
telah masuk di zaman VOC dengan ditandai berdirinya berbagai Loji sebagai pusat
kegiatan mereka. Sebelum tahun 1756 di Hindia Timur telah berkembang pengikut
“Mason Bebas”. Sejarawan Hageman mengatakan bahwa keberadaan para Mason di
Batavia berasal dari Inggris (Tarekat
Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962,
2004: 56). Kedua, Sejarawan Van der Veur mengatakan bahwa loji pertama yang
didirikan adalah “La Choisie” di Batavia tahun 1762 atas prakarsa J.C.M. Radermacher
(1741-1780) seorang syahbandar Batavia. Beliau adalah anak Suhu Agung pertama
dari Tarekat Mason di Belanda bernama Joan Cornelis Radermacher. Tidak ada
kesepakatan diantara sejarawan mengenai persisnya lembaga ini didirikan. Ada
yang mengatakan 1762 (Van der Veur dan Gelman Taylor) dan ada yang mengatakan
1764 (literatur Masonik). Kemudian terjadi pembagian antara Loji “Solomon” di
Benggala India dan Loji “La Choisie“ (Freemasonry
in Indonesia from Radermacher to Soekanto 1762-1961,1976:4).
DR. Th. Stevens, menuliskan
bahwa pada zaman Jepang sudah ada beberapa orang Indonesia bergabung dengan
“Tarekat Mason Bebas” sebanyak 50 orang (hal 299). Raden Saleh anggota Mason
Bebas ditahbiskan tahun 1836 di Loji Eendracht Maakt Macht. Abdul Rahman buyut
Sultan Pontianak tahun 1844 menjadi anggota Mason di Loji Vriendschap dan dia
adalah Muslim pertama yang ikut Mason Bebas (hal 300). Bupati Surabaya bernama
R.A. Pandji Tjokronegoro menjadi anggota tahun 1908.
Loji Vriendschap merupakan
pusat anggota Mason dari Indonesia dan pada tahun 1870 didirikan Loji Mataram
di Jawa. Pangeran Soerjodilogo (keturunan Paku Alam) tahun 1871 menjadi anggota
Mason. Persemian Loji Mataram dilaksanakan dengan rumah pinjaman dari HB VI di
Malioboro (hal 301).
Abdurachman Surjomihardjo
memberikan deskripsi pengaruh Freemasonry di wilayah Yogyakarta sbb: “Sejak akhir abad ke-19, tepatnya tahun
1891, beberapa anggota gerakan itu telah berhubungan dan menanam bibit di
lingkungan keluarga Paku Alam. Paku Alam V telah resmi menjadi mason yang
kemudian diikuti oleh Paku Alam VI dan Paku Alam VII secara aktif” (Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930,
2008,:49). Raden Sujono menulis di Indisch Maconniek Tijdscrift (IMT) menulis
bahwa tahun 1928 ada 43 orang Jawa ikut Mason Bebas. Empat dari keturunan raja,
dua puluh pegawai pemerintah orang indonesia, sepuluh memegang jabatan yang
biasanya dipegang orang Eropa dan tujuh berprofesi sebagai dokter hewan (Tarekat
Mason Bebas, hal 314)
Gerakan Teosofi
Theosophical
Society, demikian namanya dikenal pada zamannya, adalah sebuah
persaudaraan esoteris (hasrat melakukan petualangan batin) yang didirikan di
New York, Amerika Serikat, pada November 1875 oleh Madame Helena Petrovna
Blavatsky dan Henry Steel Olcott. Setelah beberapa tahun, Olcott dan Blavatsky
kemudian pindah ke India dan mendirikan Markas Internasional Theosofi di Adyar,
Madras, India.
Menurut Iskandar P. Mugraha,
Gerakan Teosofi didirikan pertama kali di New York, Amerika Serikat pada tahun
1875 oleh seorang perempuan bangsawan keturunan Rusia bernama Helena Petrovna
Blavatsky yang dibantu dua orang Amerika bernama Henry Steel Olcoot dan W.Q.
Judge. Selanjutnya Henry Steel Olcoot diangkat menjadi presiden pertama
perkumpulan tersebut yang kemudian diberi nama Theosophical Society (TS).
Gerakan ini selalu menekankan bahwa anggotanya berkewajiban membuat pikiran
merdeka dan bekerja demi perubahan rakyat yakni lwat cara batin untuk melawan
segala hawa nafsu manusia. Menurut mereka agama-agama konvensional tidak lagi
memiliki pengaruh (Teosofi, Nasionalisme
dan Elite Modern Indonesia, 2011:5).
Melihat sifat gerakannya, Theosophical Society merupakan suatu
gerakan Hindu Baru (Neo Hindu Movement) yang terinspirasi mistisisme-esoteris
Yahudi bernama Kabbala dan Gnosticsm, suatu ilmu rahasia keselamatan serta
bentuk-bentuk okultisme Barat, demikian Iskandar Nugraha memberikan ulasan
pembuka.
Pada tahun 1885-1891 organisasi
TS melancarkan pengaruhnya ke Barat dan Timur India. Pemikiran-pemikiran H.P.
Blavatsky dituangkan dalam majalah The Rheosophist. Pada tahun 1895 dimulailah
babak perkembangan baru dengan bergabungnya Annie Besant. Berkat kepandaiannya
beliau menggabungkan prinsip kebatinan Timur dan Barat serta kelihaiannya dalam
mensosialisasikan gerakan dalam berbagai propaganda maka pengaruh gerakan
Teosofi bukan hanya di India melainkan sampai ke Hindia Belanda (Indonesia) dan
berbagai dunia.
Berbagai organisasi didirikan
di bawah Theosophical Society (TS)
yang dipimpin Annie Besant termasuk di Hindia Belanda seperti Perkumpulan Freemasonry, Moeslim Bond,
Theosofische Wereld Universiteit dan The Liberal Catholic Church. Gerakan
Teosofi berkembang pertama kali di Pekalongan pada tahun 1883 di bawah
kepemimpinan Baron van Tengnagel. Tahun 1901 dimulai babak baru organisasi
Teosofi di Hindia Belanda seperti di Semarang lalu Surabaya (1903), Yogyakarta
(1904) serta Surakarta (1905).
Pertemuan kelompok Teosofi
biasanya dilaksanakan di sebuah tempat yang disebut Loji (lodge). Loji di lingkungan Gerakan Teosofi diartikan sebagai
suatu perkumpulan dengan jumlah minimal anggota tujuh orang. Loji harus
mendapat izin dari perkumpulan induk yang berpusat di Adyar, India, dengan
bukti berupa akta yang ditandatangani Presiden Gerakan Teosofi. Loji-loji itu
melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang digariskan pusat. Kegiatan utama
mereka masih terbatas pada bidang mistis dan kebatinan (hal 59).
Gerakan Teosofi memiliki
pengaruh terhadap tokoh pergerakan Indonesia seperti Tjipto Mangoenkoesoemo
(Pendiri Boedi Oetomo, 1908), Douwes Dekker (pendiri Indische Partij, 1912),
bahkan Kiai Haji Agus Salim (hal 32). Sekalipun Ir Soekarno bukan anggota
Teosofi namun melalui ayahnya, R. Soekemi beliau memperoleh akses
pemikiran-pemikiran Teosofi dan pemikiran besar tokoh dunia lainnya sebagaimana
Iskandar P. Nugraha mendeskripsikan, “Sukarno
bukan anggota Gerakan Teosofi, namun berkat keterlibatan ayahnya, ia dapat
menempa keintelektualannya lewat Gerakan Teosofi” (hal 31).
Keterlibatan orang-orang Eropa
mengikuti organisasi semacam Freemasonry adalah agar masuk lingkaran dan
jaringan intelektual terkemuka. Istilah Paul W. Van Der Veur, bon ton (hal 2). Demikian pula
keterlibatan sejumlah orang Indonesia pra kemerdekaan dilihat oleh T.H. Steven
adalah selain tertarik dengan ide kesetaraan, juga menjadi sarana masuk ke
lingkar kehidupan sosial orang Eropa (hal 300). Terbukti mereka yang mengikuti
keanggotaan baik Freemasonry maupun Gerakan Teosofi adalah orang-orang yang
memiliki kedudukan dan status sosial yang cukup tinggi, mulai dari pejabat
pemerintahan (gubernur dan bupati) hingga pegawai pemerintah.
Tadi diawal artikel disebutkan
bahwa Bupati Arung Binang termasuk anggota Freemasonry. Dimana data tersebut
ditemukan? Dalam buku yang telah dirujuk dalam penulisan artikel ini yaitu paper oleh Paul W. Van Der Veur dengan
judul Freemasonry in Indonesia from Radermacher to Soekanto 1762-1961. Dibagian
lampiran terdapat nama Arung Binang disebut sbb:
APPENDIX
B
INDONESIAN
AND CHINESE MASONS, 1922-1940
Aroeng
Binang, R. T. Regent, Kebumen (A)
Nama Aroeng Binang adalah gelar
semata dan bukan nama orang. Sebagaimana dituliskan olehR. Tirto wenang
Kolopaking bahwa penyebutan nama Arung Binang dimulai dari sejak Ki
Hanggawangsa atau Ki Jaka Sangkrip (Arung Binang I) kemudian dilanjutkan R.
Wangsadirja (Arung Binang II), R.M. Arya Suryadirja (Arung Binang III), R.M.
Arya Mangun Diwirya (Arung Binang IV) R.M. Tirtaredja (Arung Binang V), R.
Mangundirja (Arung Binang VI), R.T. Suryamiardja (Arung Binang VII) akhirnya
R.A. ADP. Sosrohadiwidjaya (Arung Binang VIII) – Sejarah Silsilah Wirasaba Banyumas: Ki Ageng Mangir Kolopaking Arung
Binang, 2005:216-223).
Dari data yang dituliskan dalam
paper Paul W. Van Der Veur, tidak dijelaskan Arung Binang ke berapa yang
mengikuti keanggotaan Freemasonry. Kemungkinan Arung Binang VII dan Arung
Binang VIII yang mengikuti keanggotaan Freemasonry, karena saat penggabungan
Kebumen dan Karanganyar pada Tahun 1936, Kebumen dipimpin oleh Arung Binang III
(hal 215).
Dari analisis dan kajian
ringkas terhadap sejumlah buku langka yang mengulas eksistensi Freemasonry dan
Gerakan Teosofi di Hindia Belanda, justru tidak nampak kesan kerahasiaan karena
berbagai catatan keorganisasian dan keanggotaan serta aktivitas kegiatan bahkan
gedung pusat perkumpulan mereka terdokumentasikan dengan baik dan hingga kini
dapat ditelusuri di sejumlah tempat di Indonesia dan Jawa khususnya.
Penelusurian sosio historis
memperlihatkan pada kita bahwa keterlibatan dan minat sejumlah pejabat publik
menjadi anggota Freemasonry dan Gerakan Teosofi bukan bermakna melibatkan dalam
sejumlah kegiatan misterius dan konspiratif melainkan ketertarikkan dengan
konsep dan gagasan universalitas dan
persaudaraan sedunia serta menjadi media pendakian kelas sosial tertentu
sehingga dapat berkontak dengan orang-orang Eropa. Terlepas isi pemikiran
Freemasonry dan Gerakan Teosofi bisa bersifat asimetris dengan pandangan
agama-agama, namun pada zamannya mereka yang bergabung dengan organisasi di
atas adalah orang-orang dari yang memiliki latar belakangan keagamaan dan
lintas agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar