Barangkali
ada diantara pembaca yang telah melewati sebuah gang yang berada di kawasan
Jalan Karangsambung, tidak jauh dari
Pasar Mertakanda. Nama gang tersebut diberi nama “Gang Krekop”. Sebuah nama
yang agak terdengar asing maknanya ditelinga bukan? Biasanya kita mendengar
nama hewan, nama bunga, nama tokoh sebagai nama jalan nama gang namun kali ini
nama “Gang Krekop” menarik perhatian kita.
Apa
makna dibalik nama “Gang Krekop”. Pengucapan “Krekop” adalah penamaan lokal
masyarakat terhadap istilah dalam bahasa Belanda Kerkhof (Bandingkan kata Jawa “teken” dan “bengkel” dari kata
Belanda tekenen dan wingkel). Istilah
kerkhof saat ini lazim dipahami
sebagai kuburan atau kuburan orang-orang Belanda.
Antara Kerkhof dan Begraafplaats
Secara
umum istilah kerkhof dimaknai kuburan
orang Belanda. Secara etimologis dan historis, istilah kerkhof sebenarnya berasal dari kata Belanda “kerk” yang bermakna
“gereja” dan “hof” (tunggal) dan “hoven” (jamak) “halaman yang luas” atau
“ruang bertembok dan luas” (http://www.woorden.org/woord/kerkhof). Di Batavia (Jakarta sekarang), pemerintahan
Belanda melalui VOC (Vereenigde
Oostindische Compagnie - Perusahaan Hindia Timur Belanda) memiliki
kebiasaan kala itu bahwa gereja bukan hanya tempat peribadatan melainkan tempat
pemakaman yang bisa diletakkan di dalam maupun di halaman gereja.
Namun
sudah menjadi pemahaman jamak (yang berlaku sejak era kolonial barangkali)
bahwa istilah kerkhof selalu
ditujukan untuk nama sebuah kuburan orang Belanda, padahal istilah yang umum
untuk kuburan dalam bahasa Belanda adalah begraafplaats
atau kalau itu merujuk pada kuburan orang Eropa di Hindia Belanda disebut Europesche Begraafplaats.
Sebenarnya
apa sich perbedaan diantara kedua istilah tersebut? Ringkasnya, kerkhof merujuk pada “tempat pemakaman
di sekitar bangunan gereja’ sementara begraafplaats merujuk pada “tempat
terbuka atau area tempat penguburan dilakukan, bukan di sekitar bangunan gereja”
(Wat is het Verschil Tussen een
Begraafplaats en een Kerkhof? https://uitvaartvlaanderen.be/wat-is-het-verschil-tussen-een-begraafplaats-en-een-kerkhof/)
Itulah
sebabnya dalam sejumlah pemberitaan di surat kabar berbahasa Belanda, beberapa
kuburan orang Belanda di Kebumen, Pejagoan, Karanganyar, Gombong disebut dengan
Europesche Begraafplaats.
Dimanakah Kerkhof/Europescshe
Begraafplaats Kebumen?
Setelah
kita mengerti istilah kerkhof dan
bisa membedakan dengan begraafplaats,
maka pertanyaan selanjutnya adalah, “apakah penamaan Gangg Krekop berkaitan
dengan sebuah keberadaan kompleks pekuburan orang Belanda yang pernah ada di
sana?” Jawabannya adalah “ya”. Jika benar demikian maka pertanyaan berikutnya
adalah, “dimanakah lokasi pekuburan orang-orang Belanda itu?”
Melalui
hasil pencarian dan percakapan dengan beberapa masyarakat maka kita akan
diarahkan pada sebuah lokasi yang pernah menjadi kompleks pemakaman orang-orang
Belanda di Kebumen. Menariknya, bukan di lokasi di mana nama “Gang Krekop”
berada namun diseberang “Gang Krekop” di mana ada sebuah gang kecil dan sungai
yang membelah rumah warga serta di atasnya ada perbukitan kecil.
Menurut
keterangan ibu Sri Kusyanti ketika bercakap-cakap dengan penulis pada tanggal
19 April 2021 lalu bahwa tanah pemakaman orang Belanda ini disewa dari tanah
warga pribumi bernama Haji Asngari. Menurut ibu Sri, pemerintah Belanda yang ada
di Kebumen dahulu pernah menyerahkan surat kepemilikan tersebut kepada Haji
Asngari. Sayangnya ibu Sri tidak bisa memperlihatkan di mana surat itu saat
ini.
Keterangan
lain datang dari pak Nur Hasyim yang pernah penulis mintai keterangan dan
mengajak meninjau lokasi eks pemakaman Belanda (13 November 2020) yang saat ini
sudah menjadi kompleks perumahan warga. Sekalipun sudah tidak ada bekas makam
sama sekali, namun sejumlah penampakkan bekas pintu gerbang dan bekas nisan
masih terlihat.
Bahkan
Bapak Nur Hasyim masih mengingat bagaimana dahulu pintu masuk terbuat dari
regol dan pintu besi serta sejumlah makam Belanda yang besar dan ditutupi atap
bata. Sekitar tahun 1980-an perlahan dan bertahan keberadaan makam tersebut
mulai dihuni beberapa rumah. Bahkan dahulu ada kereta jenazah yang khas buatan
Belanda diletakkan tidak jauh dari lokasi pemakaman.
Menurut
keterangan Ibu Sri Kusmiyanti, beberapa jenazah orang Belanda yang sudah
menjadi tulang belulang ada yang diambil dan dibawa ke negeri Belanda dan sebagian
dikuburkan jadi satu. Entah di mana dikuburkannya.
Nama Mereka Yang Terbaring di
Kerkhof/Europescshe Begraafplaats Kebumen
Sekalipun
saat ini di kawasan eks kerkhof atau
lebih tepatnya Europesche Begraafplaats
Kebumen telah berganti menjadi kawasan perkampungan penduduk, namun penulis
berhasil melakukan pelacakan perihal siapa saja yang pernah dikebumikan di
lokasi ini.
Sebuah buku karya Mr. P.C. Bloys Van Treslong Prins yang berjudul Genealogische en Heraldische Gedenkwaardigheden Betreffende Europeanen Op Java Dell III, Koninklijke Drukkerij De Unie Batavia Centrum (1938) pada halaman 204-208 memberikan 39 daftar mereka yang pernah dikebumikan dilokasi ini.
Menariknya, ada keterangan pendek sebelum menjelaskan daftar nama orang yang dikebumikan yaitu, “Boven de poort las men in 1936 “Momento mori” yang artinya, “Di atas gerbang terdapat tulisan ‘Momento mori’ Tahun 1936”. Istilah Latin “momento mori” artinya “ingatlah kematianmu”. Keterangan ini selaras dengan testimoni dan ingatan Bapak Nur Hasyim yang mengatakan bahwa pemakaman ini memiliki pintu gerbang dari besi.
Mereka yang dikebumikan di kompleks pemakaman ini paling dari tahun 1890 yaitu Georgine Mariane Adolphine Simon kelahiran Cirebon 1 Oktober 1862 dan wafat di Kebumen 5 Oktober 1890. Beberapa nama lainnya adalah Nellie van Haeften Kortlandt kelahiran Roterdam 27 Mei 1891 dan wafat di Kebumen 12 September 1925. Ada juga Hendrik Johannes Jacobus Blom kelahiran lahir Almelo 14 Januari 1895 dan wafat di Keboemen 26 Oktober 1924. Penulis hanya membatasi pada beberapa nama tersebut karena akan memakan ruang penulisan jika semua dituliskan.
Disamping
nama-nama di atas, ada dua nama yang patut diketahui pembaca sekalian karena dua
nama ini berkaitan dengan beberapa figur penting di Kebumen antara kurun waktu
1900-an dan 1930-an. Pertama, adalah Helena Wilhelmina Bakker, lahir 12 April
1902 dan meninggal 22 Desember 1902. Di makamnya ada keterangan kutipan Markus
10:14 dalam bahasa Belanda, Laat de
kinderkens tot Mij komen (Biarkan anak-anak itu mendekati-Ku).
Siapa gerangan anak perempuan yang berusia hanya berusia 8 bulan tersebut? Dalam buku tersebut ada keterangan pendek bahwa dia adalah adalah putri Pdt. Dirk Bakker dan Margret van der Bom. Bakker adalah seorang pendeta utusan dari Friesche Kerk di desa Heeg Propinsi Friesland ibukotanya Leeuwarden yang memasuki Kebumen Tahun 1901 (Teguh Hindarto, Benih Injil di Kebumen - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/12/benih-injil-di-kebumen-short-story.html).
Pendeta Bakker pada tahun 1904 telah membeli
sebuah pesanggrahan di dekat pemandian air panas Krakal dan mendirikan hulp hospitaal Krakal sebelum pendirian Zending Ziekenhuis Pandjoeroeng tahun
1915 (Teguh Hindarto, Rumah Sakit
Pandjoeroeng Kebumen dan Kisah Mbok Minah - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/01/rumah-sakit-pandjoeroeng-kebumen-dan.html).
Kelak,
umat Kristiani yang dibaptis dan dibina olehnya akan dilanjutkan oleh beberapa
pendeta penggantinya di kemudian hari yang melayani umat Kristiani Eropa dan
Jawa di Kebumen. Umat Kristiani ini kelak menjadi cikal bakal Gereja Kristen
Jawa (GKJ) Kebumen.
Anehnya,
tidak ada berita mengenai kewafatan dan penyebab kewafatan putri Baker dalam
berbagai surat kabar dan buku resmi yang melaporkan kegiatan Pekabaran Injil di
Kebumen. Beruntungnya ada satu buku berjudul, Schetsen en Herrineeringen
(1925) yang mengisahkan sejarah terbentuknya jemaat Kristiani di Kebumen oleh
karya Pekabaran Injil Gereja Friesland (Friesche Kerken) yang tergabung dalam Zending de Gereformeerde Kerken in
Nederlands (ZGKN), di mana Pendeta Bakker sebagai pendeta perintis.
Buku
ini melaporkan masa-masa sulit yang harus dialami Bakker ketika memasuki
Kebumen. Pada tahun 1902 wabah cacar melanda Kebumen dan merenggut banyak nyawa
termasuk anak bungsu Baker sebagaimana dikatakan:
Pada tahun yang sama 1902 negeri ini dilanda penyakit cacar yang mengerikan (de vreeselijke pokziekte). Anak bungsu
dari keluarga Bakker yang lahir di sini pun menyerah (bezweek). Juga dua anak
lainnya, dan Ds. Bakker sendiri terpengaruh olehnya. Untungnya, mereka pulih (1925:44).
Entah
mengapa istilah yang dipergunakan adalah bezweek
(menyerah) tinimbang istilah dode,
sterven, gestorven (meninggal dunia). Apapun itu, pernyataan ini
menjelaskan apa yang terjadi pada putri Baker yang hanya berusia 8 bulan yaitu
terpapar cacar ganas yang melanda Kebumen tahun 1902.
Kedua, adalah nama
Willem Diederik van Pelt. Dalam buku catatan tersebut selengkapnya
dituliskan ada tiga nama yang terkait dan dikebumikan di pemakaman Eropa di
Kebumen sbb:
Di sini beristirahat / Maria Agatha
Meyeringh Van Pelt / lahir di Helder 23 Mei 1891 meninggal di Keboemen 10 Juni
1927 / dan putranya yang lahir meninggal pada 5 Juni 1927 / dan / Willem
Diederik van Pelt / lahir di Dordrecht 5 Juni 1860 meninggal di Keboemen 2
November 1932
Kemudian
buku ini memberikan keterangan pendek bahwa Maria
A. van Pelt adalah anak perempuan Willem
Diederik van Pelt dan Maria Paarlberg sbb:
Maria A. van Pelt, istri Johan Jocobus Meyeringh, perwakilan Maatschapij tot Explotatie van Oliefabrieken, anak perempuan Willem Diederik van Pelt , karyawan Maatschappij van Dakpannen dan Maria Paarlberg
Siapakah Van Pelt Yang Terbaring di Kerkhof/Europescshe
Begraafplaats Kebumen?
Dalam beberapa artikel yang ditulis sebelumnya, nama Van Pelt atau lengkapnya Willem Diederik van Pelt telah seringkali disitir. Beliau adalah salah satu direktur perusahaan genting bernama N. V. Tichelwerken "Palembang" yang berpusat di Kebulusan, tidak jauh dari perusahaan genting Haji Aboengamar. Perusahaan Tichelwerken ini disebutkan lebih modern dalam mesin yang dipergunakan sebagaimana disebutkan surat kabar De Locomotief (13 Februari 1930) (Teguh Hindarto, Genting Aboengamar di Sokka dan Tichelwerken di Keboeloesan - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/07/genting-aboengamar-di-sokka-dan.html).
Dalam
situs https://www.genealogieonline.nl
kita bisa melacak orang tua Van Pelt yaitu dari pasangan Anthonij van Pelt dan
Willemina Hesmerg dan hasil pernikahan Willem
Diederik van Pelt dengan Maria
Paalberg menurunkan Maria Agatha Van
Pelt dan Anthonie Van Pelt. Namun
beberapa surat kabar justru menyebutkan nama anak W.D. Van Pelt lebih dari dua termasuk J.Van Pelt yang menjadi Residen Kedu (1929-1933) yang saat
kewafatan Van Pelt akan mewakili
keluarga untuk mengucapkan terimakasih.
Nama
Van Pelt muncul kembali dalam pidato sambutan Bupati Arung Binang VII saat
perayaan 25 tahun Regentschapbank
Kebumen (Bank Kabupaten Kebumen) di tahun 1930, dimana nama Van Pelt dipuji
sebagai seorang yang berhasil merenovasi bangunan bank yang baru (Teguh
Hindarto, Regentschapbank Kebumen 1930
- https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/11/regentschapbank-kebumen-1930.html)
Dalam
sebuah artikel berjudul, Ombouw
Regentschapsbank Keboemen yang dimuat surat kabar De
Locomotief (22 Juli 1930) beberapa bulan sebelum ulang tahun Bank Kabupaten
disebutkan peran Van Pelt sebagai pihak yang diserahi tugas renovasi sbb:
Renovasi bank hampir selesai.
Dilihat dari luar, pintu masuk yang luas dan gerbang yang monumental langsung
menarik perhatian. Fasadnya juga telah dihias dan kini memberikan kesan yang
lebih sederhana. Interior kantor pusat hampir siap, kecuali pengecatan.
Perbaikan tata letak di sini sangat besar, semua pujian diberikan kepada
panitia pembangunan dan pelaksana, Bpk. W.D. van Pelt, direktur Tichelwerken di
Keboemen... Diharapkan semuanya akan selesai pada akhir Agustus.
Selang
dua tahun yaitu 1932, beberapa surat kabar berbahasa Belanda memberitakan
perihal kewafatan Willem Diederik van
Pelt. “Pada pagi hari tanggal 2 November, meninggal pada usia 72 tahun di Zendingsziekenhuis, Mr. W. D. van Pelt,
direktur Tichelwerken "Palembang". Seorang pria yang mulia dan
dicintai banyak orang telah meninggal dunia, seseorang dengan energi luar
biasa, namun selain pekerjaannya yang melelahkan, masih dapat meluangkan waktu
untuk orang lain!”, demikian tulis De Locomotief (4 November 1932).
Adapun
pemberangkatan jenazah dilaksanakan tanggal 3 November sore. Begitu banyak yang
menhadiri pelepasan jenazah Van Pelt di kediamannya, mulai dari para bupati di
wilayah Karesidenan Kedu, termasuk pejabat pemerintahan Eropa dan pribumi di
Kebumen.
Pada
pukul 5 sore tumpukan karangan bunga di bawa ke pemakaman dan sejumlah doa dan
sambutan di sampaikan oleh Pdt. Keiling dan Pdt. Bergema, serta kolonel kolonel
Boeye. Dari pohak keluarga yaitu putra W.D. Van Pelt yang juga berstatus
sebagai Residen Kedu yaitu Residen J. van Pelt
memberikan sambutan dan ucapan terimakasih kepada para hadirin yang telah memberikan
penghormatan terakhir, demikian pungkas surat kabar De Locomotief (5 November 1932).
Residen
J. Van Pelt bertugas sebagai Residen Kedu sejak Juli 1929 dan pada Juli 1933
mengajukan cuti tugas serta pada Juli 1934 berhenti dari tugas sebagai Residen
dengan meninggalkan catatan yang baik, demikian tulis sebuah berita pendek
berjudul Resident van Pelt yang
dimuat Haagsche Courant, 9 November
1934.
Demikianlah
kisah sejumlah figur yang pernah menghuni Europesche
Begraafplaats atau kerkhof di
Kebumen. Seandainya kompleks pemakaman ini masih ada sebagaimana keberadaan Europesche Begraafplaats atau kerkhof di Semanding, Gombong (Teguh
Hindarto, Nama dan Kisah di Kerkhof
Gombong - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/05/nama-dan-kisah-di-kerkof-gombong.html),
maka lokasi ini bisa menjadi saah satu tujuan edukasi sejarah melalui kegiatan
wisata sejarah lokal maupun kelas sejarah secara outdoor.
Sekalipun
saat ini kompleks pemakaman telah beralih fungsi menjadi perkampungan warga,
namun kenangan terhadap kompleks pemakaman ini masih menjadi memori kolektif
warga – walau tidak sepenuhnya mengingatnya – dengan ditandai penamaan nama
sebuah gang yaitu “Gang Krekop” asa kata dari “Kekhof”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar