Peristiwa
pembunuhan sadis yang terjadi tanggal 9 Maret lalu di Buluspesantren dimana
seorang anak kedapatan membacok leher hingga putus dan menewaskan ibu
kandungnya sendiri hanya dikarenakkan tidak memberikkan uang Rp. 500.000
sebagaimana yang diinginkan si pembunuh, mengingatkan peristiwa satu tahun
silam (9 Agustus 2017) di Adimulyo, perihal terbunuhnya seorang guru yang
sedang bertamu oleh seseorang yang kedapatan mengalami gangguan kejiwaan.
Beberapa tahun sebelumnya seseorang di Ambal mengalami kematian karena sabetan
kampak tetangganya yang tengah kumat gangguan kejiwaannya (3 Oktober 2011).
Sekalipun tidak sampai menimbulkan kematian, namun peristiwa pembacokkan
terhadap dua orang di Bonorowo (12 Januari 2017) kembali melibatkan terdakwa
seorang yang mengalami gangguan jiwa.
Sekalipun
kasus pembunuhan sadis di Buluspesanteren belum dihubungkan dengan kondisi
kejiwaan pelaku pembunuhan, namun dalam keterangan kepolisian yang diberitakkan
di media masa, pelaku memiliki riwayat gangguan kejiwaan dan pernah dirawat di
Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Sedikit banyak, latar belakang kejiwaan pelaku memiliki
sejumlah pengaruh terhadap tindakkan sadisme yang dilakukkan. Sejumlah
kesaksian warga menguatkkan tindakkan keseharian pelaku yang kerap meresahkan
dan temperamental baik ditujukkan pada keluarga maupun warga.
Peristiwa
sadisme yang terjadi di Buluspesantren memberikan sebuah tanda bahaya yang
harus ditangani secara lebih serius dan masif oleh pihak-pihak terkait dalam
hal ini dinas kesehatan, mengingat angka statistik memperlihatkan bahwa Kebumen
merupakkan wilayah tertinggi ketiga se Jawa Tengah dalam hal kasus gangguan
kejiwaan. Data terakhir pada Bulan Oktober 2017, Dinas Kesehatan Kabupaten
Kebumen mencatat ada sedikitnya 2.842
kasus ODGJ (Orang Dengan Gangguan Kejiwaan). Kecamatan Sruweng menjadi wilayah
dengan kasus ODGJ terbanyak dengan 272 kasus, disusul kecamatan Adimulyo dengan
265 kasus. Angka orang yang mengalami gangguan kejiwaan tetap menanjak karena
di tahun 2015 baru tercatata 1.815 penderita gangguan kejiwaan.
Mengapa
dikatakkan sebagai sebuah “tanda bahaya?” Karena orang-orang yang mengalami
gangguan berpotensi melakukkan tindakkan yang dapat mencelakakan dirinya
melainkan keluarga dan masyarakat. Peristiwa pembunuhan sadis ini di
Buluspesantren dan beberapa peristiwa kekerasan dan pembunuhan sebeluknya yang
melibatkan orang yang mengalami gangguan kejiwaan, menjadi sebuah catatan
penting perubahan strategi dan pendekatan dalam penangganan gangguan kejiwaan.
Sekalipun
Kabupaten Kebumen telah mengalami penurunan peringkat kedua (tahun 2012) menjadi
peringkat ketiga (tahun 2017) perihal orang yang mengalami gangguan kejiwaan,
namun kondisi ini masih merupakkan sebuah kerawanan yang memerlukkan tindakkan
sinergis untuk ditanggulangi yang bukan hanya sekedar menyediakkan lokasi
penampungan dan perawatan (aspek material) namun melakukan penyebaran
klinik-klinik kesehatan jiwa yang melibatkan peran sejumlah psikiater (aspek
mental) di wilayah yang ditengarai memiliki angka gangguan kejiwaan yang tinggi
sehingga lebih terdeteksi secara dini dan dapat diantisipasi.
Tidak ada faktor tunggal penyebab orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan, mulai dari faktor genetis maupun fisiologis ataupun faktor konflik akibat perubahan sosial kultural serta keterlibatan individu pada kegiatan okultisme (keterlibatan pada ilmu gaib dsj). Jika gangguan kejiwaan kerap melanda kota-kota besar akibat ketidakmampuan melakukan adjustment (penyesuaian) dengan nilai dan norma modernitas yang serba cepat dan rasional (DR. Kartini Kartono, Patologi Sosial, 2013:272), namun di era teknologi informasi digital ini, berbagai dampak negatif modernitas tidak lagi terkonsentrasi di perkotaan melainkan dengan cepat terbagi di wilayah-wilayah pedesaan.
Keberadaan
orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan di Kebumen dan potensi
kerawanannya dalam kehidupan sosial, membutuhkan strategi baru yang lebih
antisipatif tinimbang reaktif sehingga korban-korban baru tidak lagi berjatuhan
dan masyarakat mengalami keresahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar