Rabu, 27 Desember 2017

POSITIONING DAN PERTIMBANGAN SOSIOLOGIS PERENCANAAN KAWASAN KARANGSAMBUNG DAN KAWASAN KARST GOMBONG SELATAN SEBAGAI GEOPARK NASIONAL

 http://irandoostan.com/dostcont/uploads/2016/07/Qeshm-Geopark-Advisor-Is-Selected-As-UNESCO-Geoparks-Council.jpg

Akhir-akhir ini kita kerap mendengar istilah Geopark yang dihubungkan dengan lokasi yang sarat dengan situs geologis Karangsambung dan juga Kawasan Karst Gombong Selatan. Namun apa dan bagaimanakah Geopark itu? Apa nilai dan manfaat Geopark bagi masyarakat? Sebelum membicarakan lebih jauh perihal pemosisian wilayah Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan sebagai kawasan strategis Geopark Nasional, kita akan awali dengan pemahaman perihal konsep Geopark

Sejarah dan Konsep Geopark

Secara literal Geopark dapat diterjemahakan Taman Geologi. Namun tidak sesederhanan itu. Semula konsep Geopark dikembangkan di Eropa pada akhir tahun 1980an. Konsep Geopark mengacu pada wilayah yang meliputi warisan geologi tertentu dan strategi pembangunan teritorial yang berkelanjutan (EGN, 2000). Namun demikian setelah melewati beberapa dekade, konsep ini masih kerap menimbulkan kesalahpahaman umum, terutama bagi sejumlah pendatang baru yang semakin banyak mengenai hal ini, dimana konsep ini hanya dimaknai sebata, Geopark adalah kategori baru kawasan lindung; Geopark sama dengan taman geologi; Geopark adalah sebutan undang-undang untuk melindungi warisan geologi; Geopark hanya tentang geologi. Sembari memberikan jawaban negatif untuk keempat pernyataan di atas, maka harus ditekankan peran Geopark sebagai rencana pengembangan strategis untuk wilayah dengan warisan geologi yang signifikan yang harus dilestarikan (Henriques et al., 2011), bersama dengan aset alam dan budaya lainnya, untuk mendorong pembangunan berkelanjutan ekonomi masyarakat lokal melalui promosi geotourisme dan pendidikan. 

Kemudian pada tahun 2001, Executive Board of UNESCO (Dewan Eksekutif  UNESCO) pada sesi ke-161, menyatakan sebuah rekomendasi dari MAB  International Coordinating Council (Dewan Koordinasi Internasional MAB) dan bironya menentang memasukkan program geosites/geoparks sebagai bagian dari World Network of Biosphere” dan  “memutuskan untuk mengusulkan kepada Direktur Jenderal agar tidak melanjutkan mengejar pengembangan geosites/geoparks UNESCO, sebaliknya untuk mendukung upaya ad hoc dengan Negara-negara Anggota yang sesuai” (UNESCO, 2001). Keputusan ini juga disebabkan oleh keterbatasan anggaran (Eder dan Patzak, 2001) dan menandai berakhirnya usaha pertama untuk menciptakan program geoparks di UNESCO. Namun demikian, kemunduran ini membuka pintu bagi awal kolaborasi yang kuat dengan European Geoparks Network (Jaringan Geoparks Eropa) yang didirikan satu tahun sebelumnya (2000), tanpa hubungan formal dengan inisiatif yang terjadi di UNESCO pada saat bersamaan.

Dengan sejumlah keberhasilan European Geoparks Network yang berkembang dan beberapa tekanan dari komunitas geologi / geokonservasi internasional, the Earth Science Division (Divisi Ilmu Bumi) menerima sebuah pendirian Global Network of National Geological Parks (Geoparks)” atau Jaringan Global Taman Geologi Nasional (Geoparks) yang mencari sokongan UNESCO (Zouros, 2004). Oleh karena itu, Global Geoparks Network (GGN), yang pada awalnya dikenal sebagai UNESCO Global Network of National Geoparks", dibentuk pada tahun 2004 di bawah naungan UNESCO (Eder dan Patzak, 2004) (1)

Karya UNESCO berkaitan dengan Geoparks dimulai pada tahun 2001. Pada tahun 2004, 17 Geoparks Eropa dan 8 Geopark China berkumpul di markas besar UNESCO di Paris untuk membentuk Global Geoparks Network (GGN) di mana prakarsa warisan geologi nasional berkontribusi dan mendapatkan keuntungan dari keanggotaan mereka terhadap jaringan global pertukaran dan kerja sama. Pada tanggal 17 November 2015, 195 Negara-negara Anggota UNESCO meratifikasi pembuatan label baru, UNESCO Global Geoparks, dalam Konferensi Umum Organisasi ke-38. Hal ini mengungkapkan pengakuan pemerintah akan pentingnya mengelola situs geologi dan lanskap yang luar biasa secara holistik. Organisasi tersebut mendukung upaya negara-negara anggota untuk mendirikan UNESCO Global Geoparks di seluruh dunia dengan bekerjasama erat dengan Global Geoparks Network. Saat ini ada 127 UNESCO Global Geoparks di 35 negara (2)
Indonesia sendiri memiliki sekitar 40 geoheritage yang tersebar di berbagai provinsi yang dikembangkan sebagai kawasan geopark nasional, dan 6 di antaranya telah dan akan diakui UNESCO sebagai geopark dunia. Keenam lokasi Geopark di Indonesia itu adalah, Kaldera Danau Toba - Sumatera Utara, Merangin - Jambi, Ciletuh-Jawa Barat, Rinjani - Nusa Tenggara Barat, Batur - Bali, Gunung Sewu – DIY (3). Namun demikian baru dua kawasan yang sudah ditetapkan sebagai Geopark Internasional oleh UNESCO yaitu Gunung Sewu dan Batur (4)

Geopark sendiri didefinisikan sebagai,“Geopark adalah sebuah kawasan yang memiliki unsur-unsur geologi terkemuka (outstanding) - termasuk nilai arkeologi, ekologi dan budaya yang ada di dalamnya - di mana masyarakat setempat diajak berperan-serta untuk melindungi dan meningkatkan fungsi warisan alam." (UNESCO, 2004). Menurut penjelasan UNESCO, unsur utama di dalam Geopark terbagi 3 yaitu unsur Geodiversity (keragaman geologis), Biodiversity (keragaman hayati) dan Culturaldiversity (keragaman budaya). Tujuan dan sasaran dari Geopark adalah untuk melindungi keragaman Bumi (geodiversity) dan konservasi lingkungan, pendidikan dan ilmu kebumian secara luas (5). Konsep Geopark bukan hanya melulu membicarakan persoalan geologi dan konservasi melainkan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan ekonomi melalui penerapan geowisata terpadu di kawasan yang ditetapkan sebagai wilayah Geopark.

http://geomagz.geologi.esdm.go.id//wp-content/uploads/2012/03/geopark-7.jpg

Karangsambung - Karangbolong Sebagai Kawasan Potensial Geopark

Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang tata Ruang di kabupaten Kebumen terdapat dua kawasan lindung geologis yaitu Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (CAGK) dan Kawasan Karst Gombong Selatan (KGS). 

Karangsambung adalah situs geologi yang unik karena, “Karangsambung merupakan tempat pertemuan antara lempeng samudera Hindia Australia dengan lempeng benua Eurasia. Jejak proses tumbukkan antar lempeng yang terjadi mulai zaman Kapur sekitar 117 juta tahun lalu bisa ditemukan di tempat ini dalam bentuk singkapan berbagai jenis batuan dengan kenampakkan morfologinya yang menjadikan tempat ini laksana sebuah texbook alam dimana konsep tektonik lempeng dapat dipelajari dan dibuktikan kebenarannya” (6). 


Sementara kawasan Karst Gombong memiliki keunikkan dimana “Terdapat 9 macam jenis bahan tambang berupa batu gamping berkualitas baik, sumber daya 389.250.000 metrik ton; fosfat guano berkualitas sedang, sumber dayanya belum teridentifikasi; mangan kualitas kurang baik, sumber daya ratusan ton, andesit kualitas baik dengan sumber daya 106.130.975 m3, bentonit kualitas kurang baik, sumber daya 100.000 m3, kaolin kualitas kurang baik, sumber daya belum teridentifikasi; tras berkualitas baik, sumber daya belum teridentifikasi; emas dan genesanya telah teridentifikasi, sumber dayanya belum teridentifikasi; serpih bitumen kualitas sedang, sumber dayanya belum teridentifikasi; serpih bitumen kualitas sedang, sumber daya 7.264.176 ton batuan” (7). 

Bukan hanya kandungan material di kawasan karst Gombong Selatan melainkan sistem gua yang menyimpan kandungan mata air yang berguna untuk kehidupan masyarakat Kebumen dan Gombong khususnya sebagaimana hasil penelitian Masyarakat Speleologi Indonesia mencatat, “Sedikitnya ada 113 gua, 13 mata air dan 18 ponor yang menjadi bagian penting dari Karst Karangbolong (MSI, 2016)” (8). Pentingnya sumber mata air yang tersimpan dalam gua-gua bawah tanah dipaparkan paparan saat Simposium Nasional Karst II Lingkungan Karst Tahun 1996 di Jakarta bahwa potensi air di kawasan ini bisa dialirkan sebagai sumber bagi PDAM yang mampu mengalir hingga Purworejo bahkan Yogyakarta (6). Demikian pula Yoyok Tri Setyabudi dalam artikelnya mengatakan, “Karst Gombong Selatan telah mensuplai kebutuhan air bersih bagi ribuan penduduk di Kecamatan Ayah, Rowokele dan Buayan melalui pemanfaatan mata air Banyumudal di Desa Sikayu dan juga 6 mata air di Desa Candirenggo. PDAM juga memanfaatkan mata air Banyumudal untuk kebutuhan air bersih bagi 1200 rumah tangga atau kurang lebih 60 ribu jiwa yang tersebar di Kecamanatn Gombong, Karanganyar, Buayan, Kuwarasan dan Puring” (10)

 https://statik.tempo.co/data/2011/08/17/id_88236/88236_620.jpg

Fakta-fakta geologis di atas menjadi kekayaan yang layak menjadi obyek konservasi Geopark agar lestari dan terlindungi. Fakta-fakta geologis di atas baru dari aspek Geodiversity. Jika diinventarisir di wilayah-wilayah Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan atau Karangbolong megandung sejumlah kekayaan dari aspek Biodiversity (kekayaan hayati) berupa keberadaan hewan-hewan tertentu seperti kelelawar yang dapat menjamin kelestarian hutan Bakau di Cilacap. Demikian pula dari aspek Culturediversity (kekayaan sosial budaya) seperti tumbuhnya jenis kesenian seperti Ebleg, Jamjaneng, Menoreng, Ambeng, Cepetan dll. Berbagai keragaman kandungan geologis, hayati dan budaya di wilayah Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan layak untuk diperjuangkan menjadi kawasan Geopark Nasional.

Menuju Geopark Nasional 2018

Pemerintahan Kabupaten Kebumen melalui BAP3D (Badan Perencanaan dan Penelitian dan Pengembangan Daerah) telah menggelar sejumlah Focus Group Discussion (FGD) sebagai bentuk respon terhadap konsep Geopark yang telah menjadi isyu nasional dan internasional. Beberapa kesempatan FGD sifatnya lebih pada sosialisasi dan inventarisasi berbagai kekayaan Geodiversity, Biodiversity, Cultudiversity di kawasan Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan. 

Pada tanggal 30 November 2017 lalu, LIPI Karangsambung menginisiasi Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Menggagas Pembentukkan Geopark Karangsambung-Karangbolong 2017” di Hotel Candisari. Forum diskusi ini lebih terarah dan ditujukan pada pembentukan persepsi pentingnya memperjuangkan status Geopark Nasional dan korelasinya dengan pertumbuhan ekonomi Kebumen sebagaimana disampaikan oleh Kepala BAP3D, Ir. Djoeanedi Fatchuraman, MSi, “Perlu gerbong besar untuk mengangkat perekonomian Kebumen yng salah satunya melalui wisata Geopark”.

Perkembangan terkini pada tanggal 27 Desember 2017 Bappeda mengadakan Lokakarya Pengembangan Geopark Nasional di Kabupaten Kebumen dengan menghadirkan sejumlah narasumber al., DR. Oki Oktariadi (Penyelidik Utama Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Ruang Lingkungan Badan Geologi KESDM), DR. Singgih Saptono dan DR. Jatmiko Setyawan (UPN Veteran Yogyakarta), Budi Martono (General Manager Gunung Sewu). Para pembicara berusaha meyakinkan pemerintah daerah melalui Bappeda dan sejumlah stake holder yang diundang hadir perihal potensi dan prospek serta optimisme pengembangan Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan menjadi kawasan Geopark Nasional. Dalam pertemuan tersebut ditegaskan melalui diskusi dan tanya jawab bahwa penetapan kawasan Geopark bukan hanya berhenti di Karangsambung melainkan meliputi Kawasan Karst Gombong Selatan. 

Positioning dan Pertimbangan Sosiologis

Dalam Sosiologi dikenal istilah Social Marketing (pemasaran sosial) yang didefinisikan sebagai, “Strategi yang digunakan oleh suatu kelompok/institusi, khususnya pemerintah, dengan tujuan untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan dari kelompok sosial tertentu” (11). Perencanaan Kawasan Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan sebagai Kawasan Geopark Nasional 2018 tentu saja merupakan sebuah gagasan yang harus dipasarkan pada masyarakat. Salah satu bagian yang tidak kurang penting dalam memasarkan gagasan ini adalah Positioning. Dalam bukunya, Positioning: The Battle for Your Mind, Al Ries dan Jack Trout mendefinisikan positioning sebagai “what you do to the prospect’s mind” (apa yang kita kerjakan pada benak konsumen) (12). Jadi, memosisikan suatu produk (termasuk produk sosial) berarti kita memosisikan produk tersebut ke dalam pikiran atau benak konsumen atau dengan kata lain Positioning adalah “tindakkan pemasar untuk menciptakan persepsi khusus terhadap suatu produk ke dalam benak konsumen sehingga produk tersebut terkesan unik dibandingkan produk lainya” (13).

Kesuksesan Kawasan Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan sebagai Kawasan Geopark Nasional  sangat ditentukan strategi social marketing melalui positioning yang dilakukan oleh semua pihak terkait baik Pemerintahan Daerah maupun masyarakat yang berkepentingan dengan penetapan Geopark. Salah satu positioning yang dapat dilakukan adalah menekankan keunggulan Karangsambung sebagai bukti geologis teramati pertemuan dua lempeng antara samudra dan benua yang hanya satu-satunya terjadi di Asia.
Penetapan Kawasan Geopark di Kawasan Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan bukan hanya berbicara aspek material-teknis sebagai prasyarat yang harus dipenuhi agar mendapatkan status legitim baik dari pemerintah pusat secara Nasional maupun Internasional melalui UNESCO namun juga harus mempertimbangkan aspek sosiologis di wilayah yang akan dijadikan kawasan Geopark. Diperlukan social enggineering (rekayasa sosial) untuk mempersiapkan masyarakat melalui pelatihan dan pemberdayaan agar mereka siap menghadapi perubahan dan perkembangan wisata di wilayahnya. Bukan hanya mempersiapkan masyarakat namun mengantisipasi unplanned change (perubahan tidak terencana) sebagai dampak sebuah perubahan antara lain prostitusi dan premanisme. Sejumlah perangkat dan sistem telah dipersiapkan sebagai bentuk social control dan pelibatan segenap masyarakat termasuk kelompok masyarakat yang dikategorikan negatif untuk mendapatkan pekerjaan yang sepada dengan kemampuan mereka.

Demikianlah ulasan dan pandangan seputar Geopark dan perencanaan Kawasan Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan sebagai Kawasan Geopark Nasional. Kiranya artikel ini bisa menjadi introduksi (pembukaan) dan media sosialisasi dalam rangka pembentukan persepsi masyarakat perihal pentingnya penetapan Kawasan Geopark dan bersama-sama memperjuangkan keberhasilannya.


End Note:


(1) Maria Helena Henriques, José Brilha, UNESCO Global Geoparks: A Strategy Towards Global Understanding and Sustainability, December 2017, p. 349,351
https://www.researchgate.net/profile/Jose_Brilha/publication/321443752_UNESCO_Global_Geoparks_A_strategy_towards_global_understanding_and_sustainability/links/5a21d8b5aca2727dd87ad15d/UNESCO-Global-Geoparks-A-strategy-towards-global-understanding-and-sustainability.pdf

(2) UNESCO Global Geoparks
http://www.unesco.org/new/en/natural-sciences/environment/earth-sciences/unesco-global-geoparks/

(3) Inilah 6 Geopark Indonesia yang Makin Mendunia
http://lifestyle.liputan6.com/read/2515576/inilah-6-geopark-indonesia-yang-makin-mendunia

(4) Jaringan Geopark Indonesia Dibentuk
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/10/23/oy8nko284-jaringan-geopark-indonesia-dibentuk


(5) Pengertian Geopark
https://www.kanal.web.id/2016/05/pengertian-geopark.html

(6) Ir. Chusni Ansori, M.T., Geodiversity dan Geofeature Kawasan Perencanaan Geopark Karangsambung-Karangbolong, Focus Group Discussion LIPI, Hotel Candisari 30 November 2017, hal 5

(7) Chusni Ansori, Eko Puswanto, Mining Profile at South Gombong Karst Area; Procedding of International Conference and Field Seminar, Asian Trans-Disciplinary Karst Conference; Yogyakarta, March 2011; Polydoor & Faculty of Geography UGM, 2011:7-16

(8) DR. Cahyo Rahmadi, Tinjauan Speleologi dan Keanekaragaman Hayati Kars Karangbolong, Kebumen, Jawa Tengah, Focus Group Discussion LIPI, Hotel Candisari 30 November 2017, hal 2

(9) Putut Wijonarko, S.Hut, Bentang Alam Karst Karang Bolong/ Gombong Selatan: Fungsi Perlindungan Ekosistem Wilayah dan Peluang Pengembangannya, Focus Group Discussion LIPI, Hotel Candisari 30 November 2017, hal 3

(10) Yoyok Tri Setyobudi, S.Hut., Peran dan Berbagai Isu Ekologis Kawasan Karst Gombong Selatan, Diskusi Komunitas Pusaka Gombong (KOPONG), Rumah Martha Tilaar 2016, hal 1

(11) Ricardi S. Adnan, Pemasaran Sosial, Universitas Terbuka, 2017:1.7

(12) A. Rise and J. Trout, Positioning: The Battle for Your Mind, New York: Warner Books, 1986

(13) Op.Cit., Pemasaran Sosial, hal 3.33 - 3.34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar