Pembangunan infrastruktur berkontribusi memacu
pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat nasional maupun daerah, serta mengurangi
pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan tentunya meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Terlepas pembangunan infrastruktur jalan kerap menuai dan melahirkan
sejumlah permasalahan, namun tanpa pembangunan infrastruktur roda ekonomi akan
berjalan tersendat.
Infrastruktur dan Komoditas
Sejak pemerintahan Hindia Belanda,
pembangunan infrastuktur telah menjadi perhatian pemangku kepentingan baik di
level pemerintahan maupun swasta. Sebelum tahun dibukanya moda transportasi Kereta
Api Pemerintah (Staatspoorwege) tahun 1884 dari Batavia menuju Bandung melalui
Buitenzorg, perjalanan darat harus menempuh waktu tiga hari dan menyebabkan
sejumlah masalah bagi setiap komoditas yang hendak dikirim keluar karena
mengalami pembusukan dsj. Setelah tahun 1884 Batavia - Bandung dapat dicapai
dalam satu hari dan pengangkutan barang naik turun jalur dapat dilakukan dengan
cepat dan aman (S.A.Reitsma, Bandoeng:
The Mountain City of Netherlands India
(1926:)
Kondisi infrastruktur di wilayah Kebumen
dapat diketahui dengan membaca artikel berjudul, Fragmenten Eener Reis Over Java (Fragmen Perjalanan Melintasi Jawa)
yang ditulis oleh Dr. P. Bleeker dalam Tijdschrift
voor Nederland's Indie (1850). Dokumen ini memberikan gambaran jalur infrastruktur pasca
Perang Jawa berakhir (1830) di mana wilayah Karesidenan Bagelen (Wonosobo,
Kutoarjo, Purworejo, Ambal, Kebumen, Karanganyar) dan Karesidenan Banyumas
(Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Banjarnegara, Purbalingga) berpindah tangan menjadi
wilayah kekuasaan Belanda berstatus karesidenan dan masing-masing wilayah telah
terhubung melalui jalan yang dibuka di jalur utara (sekarang jalan
nasional mulai dari Purworejo sampai
Banyumas) maupun jalur selatan (sepanjang Urut Sewu sampai Karangbolong) (Teguh
Hindarto, Melacak Jejak Awal Pengaspalan
di Kebumen - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/12/melacak-jejak-awal-pengaspalan-di.html)
Sejarawan Universitas Airlangga asal
Purbalingga, Purnawan Basundoro dalam artikelnya berjudul Sisi Terang Kolonialisme dalam buku Membedah Sejarah dan Budaya Maritim
Merajut Keindonesiaan: Persembahan Untuk Prof. Dr. A.M. Djuliati Suroyo
(2013) memberikan keterangan perihal awal pembangunan infrastruktur penghubung
Karesidenan Bagelen dan Karesidenan Banyumas sbb:
“Pada 1843 sampai tahun 1845 dibangun
jalan pos (post weg) dari Banyumas menuju ke Buntu. Jalan tersebut kemudian
diteruskan ke arah timur (Gombong) dan ke arah barat (Rawalo)... Sejak tahun
1874, jalan dari Banyumas ke Adireja pun
dikembangkan lagi dengan memperlebar jalur tersebut. Jalan dari Buntu ke
Bagelen yang mulai dibangun pada 1843 juga diperlebar” (2013:467,468)
Pembangunan infrastuktur khususnya di
era Tanam Paksa dilakukan untuk membawa komoditas (kopi, teh, garam, dll) dari
pedalaman menuju pelabuhan baik Cilacap maupun Semarang. Jalur darat dan sungai
dipersiapkan untuk membawa komoditas tersebut. Ketika era Tanam Paksa berakhir
digantikan era Ekonomi Liberal maka pihak swasta mulai terlibat dalam
pembangunan infrastruktur (Purnawan Basundoro, Arkeologi Transportasi:Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Karesidenan
Banyumas 1830-1942,2019:80,107)
Pembangunan Infrastruktur Kebumen Utara
Namun bagaimana dengan kawasan utara
Kebumen yang berbukit dan berbatasan dengan Banjarnegara dan Purbalingga serta
Wonosobo? Nampaknya kawasan perbukitan utara Kebumen mulai mendapat perhatian dibidang
infrastruktur sekitar tahun 1930-an. Jika kita membaca buku karya Ch. E.A
Harloff dengan judul, Geologische Kaart
Van Java: Toelechting Bij Blad 67 (Bandjarnegara) (1933), kita dapat
mengetahui keberadaan rute jalan penghubung di wilayah utara Kebumen.
Dalam
buku yang mengulas formasi geologis Kebumen dan Banjarnegara ini, Harloff
melaporkan dari Kebumen seseorang dapat mencapai desa Banioro dengan
mengendarai mobil di sepanjang lembah Luk Ulo, sementara jalan lain mengarah
dari Kebumen ke Krakal, dekat Alian. Dari Gombong dua jalan mobil berjalan
lancar ke Kedungbulus dan ke Sempor. Informasi ini menggambarkan situasi
infrastruktur wilayah Kebumen utara di tahun 1933 sudah dapat ditempuh dengan
lebih baik tinimbang di masa Verbeek dan Fennema melakukan riset di tahun
1880-an dan 1890-an (Teguh Hindarto, Karangsambung
Dalam Riset Geologi R.D.M. Verbeek dan R. Fennema (1896) Serta Ch.E.A.Harloff
1933 - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/07/karangsambung-dalam-riset-geologi-rdm_5.html)
Pembangunan infrastuktur yang lebih
serius nampaknya dimulai tahun 1938 di mana saat itu Kebumen telah berstatus vergroote regentschap (kabupaten yang
diperluas) karena penghapusan status Kabupaten Karanganyar dan digabungkannya
dengan Kabupaten Kebumen. Dalam sebuah berita berjudul, Belanggrijke Bijdrage Uit Welvaartfonds (Kontribusi Penting Dari
Dana Kesejahteraan) yang dimuat Algemeen
Handelsblad voor Nederlandsch-Indie (6 April 1938) bahwa pemerintah dan
instansi terkait telah menyusun perkiraan untuk pembangunan 7 kompleks jalan di
Kabupaten Kebumen, dengan perkiraan anggaran sebesar f 117.000 yang diambil
dari Dana Kesejahteraan.
Dalam rencana jalan yang disusun, telah
diperhitungkan pentingnya jalan-jalan tersebut bagi Dinas Kehutanan dan bagi
penduduk. Kompleks jalan terutama diproyeksikan di bagian utara kabupaten
karena di bagian ini terletak kompleks hutan yang paling penting, di mana
pencurian kayu sangat umum terjadi dan hanya sejumlah besar jalan hutan yang
menawarkan jaminan pengawasan yang lebih baik untuk mengakhiri masalah ini.
Desa-desa yang berada di kawasan ini
bisa dibilang lemah secara ekonomi, karena minimnya lapangan kerja dalam bentuk
apapun. Pembangunan jalan-jalan ini tidak hanya akan menyediakan sumber
pekerjaan yang penting bagi penduduk itu, tetapi juga akan menyediakan hubungan
yang lebih baik dengan daerah-daerah selatan yang lebih makmur, sehingga
kebangkitan ekonomi (een economische opleving)
dapat dicapai di pusat-pusat penduduk yang sekarang miskin.
Pemangku kepentingan terkait dalam
pembangunan jalan ini adalah Dinas Kehutanan, Pemerintahan Dalam Negeri, Direktur
Tenaga Kerja Kabupaten, dewan Kabupaten serta penduduk desa. Jalan akan dibuat
cocok untuk transportasi gerobak dan mobil (karren
en autotransport). Mereka akan memiliki lebar 3 meter dan akan dilengkapi
dengan area beraspal untuk jalur roda. Penduduk desa yang berkepentingan telah
menyatakan kesediaannya untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan dan
menyerahkan tanah yang diperlukan dengan kompensasi yang adil (een billijke vergoeding af te staan).
Tujuh jalur manakah yang dimaksudkan
untuk dibuka jalan dan dilakukan pengaspalan? Jalan I. Jalan penghubung dari
Gombong ke Sempor dan selanjutnya ke Selomerto dan kota Poerworejo. Jalan ini
penting untuk pengangkutan produk-produk asli dan untuk pengangkutan kayu dari
hutan sekitarnya. Jalan ini akan menghubungkan Gombong dengan Serajudal; jarak
24 km. Saat ini jalan memutar harus melewati Soempioeh-Banjoemas yang berjarak
70 km. Sebuah jembatan kemudian harus dibangun di atas Kali Sempor. Perkiraan
anggaran pembuatan jalan dan jalan samping (alternatif) f 16.000.—, jembatan di
Sempor f 2000.— Total f 18.000.—
Jalan II. Jalan utama dari Masaran ke
pelana selatan Wagirglagah, di mana jalan desa membentang dari Kedungwringin ke
Kenteng. Jalan ini akan melewati hutan jati tua yang luas, yang akan segera
ditebang. Selain itu, ia menyediakan koneksi dengan pedalaman melalui jalan
yang lebih datar daripada jalan desa yang sangat buruk yang ada saat ini.
Banyak terjadi pencurian kayu di kawasan ini. Perkirakan anggaran f 6.250.—
Jalan III. Jalan ini akan meningkatkan jalan
kabupaten yang ada dari Kedungboelus hingga Somagede. Jalan ini menghubungkan
dari Gombong hingga perbatasan Banjarnegara. Perkirakan anggaran f 6000.—
Jalan IV. Jalan ini akan terbentang dari
desa Kalidongdong di Jalan Kabupaten dari Kedungboelus hingga Prapatan dan akan
berakhir di jalan desa Ginandong-Kenteng. Penting untuk pengangkutan kayu,
pemberantasan pencurian kayu dan lalu lintas dari Gombong ke Banjarnegara
melalui Lokidang. Perkirakan anggaran f 2.400.—
Jalan V. Perbaikan jalan kabupaten dari
Karanganyar ke Karanggayam, agar memudahkan angkutan gerobak bagian jalan
tersebut dari Karanganjar ke Pingit, sedangkan bagian penghubung jalan Pingit
ke Ginandong juga akan dibuat cocok untuk angkutan gerobak. Dengan membangun
jalan ini, lereng yang berat antara Karanganyar dan Karanggayam akan
dihilangkan. Pengangkutan produk asli yang penting berlangsung di sepanjang jalan
ini. Perkirakan anggaran f 19.100.—
Jalan VI. Jalan ini akan menjadi
penghubung dari Karangsambung ke Banjarnegara, menyimpang dari jalan kabupaten
yang ada dalam jarak yang sangat jauh, karena jalur yang ada saat ini kurang
bagus. Di Karangtengah (di mana terdapat marmergroeve
alias tambang marmer) jalan ini bisa dihubungkan dengan jalan truk yang akan
menghubungkan tambang marmer dengan Banjaregara. Jalan ini akan menjadi
penghubung yang dapat dilalui antara Kebumen dan Banjarnegara, dengan jalan alternatif
menuju Sadang. Perkiraan anggaran f 51.300.—.
Jalan VII. Jalan yang sama sekali baru
dari Alian ke Pujegan, terutama di sisi barat Kali. Di sini terdapat perusahaan
karet dan kayu yang berkontribusi untuk kebutuhan kabupaten.
Dari laporan berita surat kabar ini kita
mendapatkan gambaran kondisi masyarakat Kebumen tahun 1938 belum terkoneksi
dengan baik dengan pusat keekonomian sehingga pembukaan jalan baru bukan hanya
menghubungkan dengan kabupaten lain namun menghubungkan dengan sumber geliat
ekonomi di kawasan selatan (kota) sehingga tercipta kebangkitan ekonomi (een economische opleving).
Di era teknologi informasi di mana semua orang dengan mudah telah terkoneksi secara virtual dengan perangkat digital (smaartphone) dari satu desa ke desa lain dan dari desa ke kota lain bahkan desa ke dunia yang jauh, maka seharusnya diimbangi dengan koneksivitas secara riil. Koneksivitas riil antar wilayah tersebut adalah melalui ketersediaan infrastruktur yang baik sehingga mendinamisir kehidupan ekonomi, sosial serta budaya. Kebumen utara yang berbatasan dengan kabupaten tetangga memiliki potensi ekonomi yang dapat dimaksimalkan dengan koneksifitas infrastruktur yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar