“Rumah Galih dan rumah kakek memang
berdekatan. Kakek sering bertandang ke rumah Galih, terutama untuk menengok
cucu yang amat disayanginya itu. Konon, pada masa perang kemerdekaan kakek juga
turut maju ke medan pertempuran. Jadi, kakek termasuk Pejuang Angkatan 45.
Bagaimana keadaan di Kebumen pada
tanggal 17 Agustus 1945? Apakah rakyat menyambut pernyataan Proklamasi itu
dengan sukacita?” tanya Galih.
Kakek tidak menjawab. Beliau duduk di
tepi tempat tidur, lalu menarik nafas dalam-dalam. ‘Begini’, kata kakek. ‘Pada
waktu itu perkembangan alat komunikasi belum semaju sekarang. Dahulu belum ada
pesawat televisi. Pesawat radiopun masih sangat terbatas jumlahnya. Jadi hanya
beberapa orang saja yang mendengarkan secara langsung Proklamasi Kemerdekaan
itu. Oleh karena itu keadaan di Kebumen pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak
berbeda dengan hari-hari sebelumnya’, jawab kakek. ‘Yang kemudian terlihat
sibuk adalah para pemuda yang tergabung dalam Angkatan Muda’, sambung kakek...”
Demikianlah kutipan percakapan antara
kakek dan cucunya dalam sebuah buku kecil dan tipis berjudul, Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan
Republik Indonesi Tahun 1945-1949 yang ditulis oleh DHC Angkatan 45
Kabupaten Kebumen (Grafika Gombong, Kebumen 2001). Dalam buku diceritakan
situasi dan kondisi Kebumen pada masa-masa awal kemerdekaan.
Namun ada yang menarik dengan buku kecil
dan tipis ini yaitu penyampaian kisah di awal kemerdekaan hingga peristiwa
Agresi Militer I dan Militer II bukan disampaikan layaknya sebuah buku teks
sejarah namun dalam gaya bercerita antara cucu dan kakeknya. Sebagaimana maksud
dan tujuan buku ini oleh para tim penyusunnya memang dimaksudkan untuk para
pembaca pelajar SD dan SLTP maka, “methoda yang dipakai untuk menyusun buku
sengaja berupa suatu percakapan antara seorang cucu dan kakeknya yang
berkebetulan juga seorang pejuang 45. Hal ini dimaksudkan sebagai perangsang
bagi pembacanya yang usianya masih setingkat anak didik SD/SLTP”, demikian
tulis H. Saridjan H.S. selaku Ketua Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Kebumen
dalam prakata buku tersebut.
Sekalipun tipis (75 halaman) namun
disusun oleh sejumlah nama al., Segeng Riyadi, guru SD dan juara nasional
mengarang cerita anak-anak. H.R. Soenarto, Ketua LVRI Cabang Kebumen, serta
sejumlah pelaku pejuang Angkatan 45 dll. Ada sebelas nama yang menjadi
narasumber penulis buku cerita perjuangan ini.
Metode percakapan dan bercerita yang
dipilih buku ini untuk menyampaikan berbagai peristiwa sosial dan politik serta
ekonomi di awal kemerdekaan di Kebumen membedakan diri dengan sejumlah buku
lain yang hendak memberikan deskripsi historis. Sebut saja buku, Gelegar Bagelen: Perjuangan Resimen XX Kedu
Selatan 1945-1949 dan Pengabdian Lanjutannya yang diterbitkan Ikatan
Keluarga Resimen XX Kedu Selatan, Purworejo, 2003). Buku tebal ini menceritakan
situasi Kebumen di awal kemerdekaan hingga Angresi Militer Belanda I dan 2
dengan pendekatan laporan deskriptif mirip laporan intelejen yang dipecah-pecah
menjadi point-point kecil. Demikian juga buku berjudul, Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950 yang ditulis oleh Drs.
Darto Harnoko Poliman, B.A. (Depdikbud Dirjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah
dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 1986/1987). Buku ini lebih banyak menggunakan
narasumber pelaku sejarah yang masih bisa diwawancarai dan mengisahkan
pemberontakan yang dilakukan oleh Angkatab Umat Islam di tahun 1950-an serta
tanggapan pemerintahan pusat.
Namun dari ketiga buku ini (tentu masih
ada beberapa buku lain yang menuliskan peristiwa awal kemerdekaan di Kebumen
yang tidak disebutkan dalam tulisan ini) nampaknya memiliki aspek subyektifnya
masing-masing. Yang dimaksudkan “aspek subyektif” adalah sudut pandang
tiap-tiap penulis nampak berbeda. Satu contoh saja mengenai Angkatan Muda yang
disinggung di awal kutipan buku cerita di atas.
Jika dalam buku Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950 nama pemimpin Angkatan
Muda yaitu Sri Darmaji disebutkan beberapa kali berikut perannya, demikian pula
dalam buku Gelegar Bagelen: Perjuangan
Resimen XX Kedu Selatan 1945-1949 dan Pengabdian Lanjutannya nama Sri
Darmaji masih disebut walau hanya satu paragraf singkat namun menariknya dalam
buku Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan
Republik Indonesia Tahun 1945-1949 nama Sri Darmaji tidak disebutkan sama sekali.
Apakah tidak tertulisnya nama Sri Darmaji oleh para penyusun buku Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950
di atas dikarenakan untuk memberikan
gambaran umum tanpa menyebutkan sejumlah nama yang berperan atau mereka tidak
mengenal nama Sri Darmaji, sejauh ini penulis belum mendapatkan informasi
apapun.
Terlepas dari problem “aspek subyektif”
para penutur sejarah kemerdekaan di Kebumen, buku dengan judul Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950
bisa menjadi sebuah rujukan untuk mengembangkan kisah naratif peristiwa era
kemerdekaan di Kebumen dalam bentuk-bentuk yang lebih kreatif baik cerita
bergambar, novel, manga dsj. Dengan demikian penanaman nilai-nilai kejuangan
dapat dikemas dan disampaikan kepada publik dengan cara yang lebih menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar