Suasana mendung di hari Minggu (17
September 2023) menggelayuti kota Purwokerto. Namun tidak menghentikan langkah
untuk menyambangi kedua kalinya Museum Bank Rakyat Indonesia di Jl. Jendral Sudirman
No 57 Purwokerto. Sayang pada kunjungan kedua ini isi museum nampak lengang dan
sejumlah koleksi uang yang biasa diperlihatkan di ruang pamer sudah kosong
semua. Menurut informasi, bangunan museum ini akan dilakukan sejumlah renovasi
pada beberapa bulan yang akan datang.
Beruntung sejumlah diorama masih
tersedia dan menceritakan perjalanan sebuah bank yang menjadi cikal bakal Bank
Rakyat Indonesia dan kiprah seorang patih di Purwokerto yang menjadi inisiatornya
yaitu Arya Wiryaatmadja yang mendirikan bank bernama De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs
Ambtenaren pada 16 Desember 1895.
Museum BRI sendiri diresmikan oleh Kamardy Arief, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia pada tanggal 19 Desember 1990. Museum ini terdiri dari tiga monumen yaitu Gedung Replika, Patung Raden Aria Wirjaatmadja serta Gedung Museum BRI. Lokasi ketiga monumen ini berada dalam satu halaman, sesuai dengan ketika pertama kali bank De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren beroperasi pada tahun 1895.
Untuk kantor tempat De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren
beroperasi sejak 1895 berdiri di atas tanah seluas 31 meter persegi. Walaupun
bangunan ini telah mengalami renovasi namun bentuk dan letaknya dibuat tepat
sama seperti aslinya. Bahkan dalam renovasi ini hanya dindingnya saja yang
menggunakan batu-bata baru, sedangkan kosen-kosen atap, jendela, pintu,
langit-langit, dan atapnya masih memakai bahan yang asli.
Nampak di dalam bangunan ini tiga patung
sedang duduk di meja yaitu Raden Arya Wirjaatmadja yang sedang melayani klien
yaitu para priyayi yang hendak melaksanakan aktifitas pinjam meminjam.
Raden Arya Wirjaatmadja adalah seorang
patih (atau sekretaris daerah di masa kini) yang mengabdi di kabupaten Purwokerto.
Ada tiga bupati Purwokerto yang didampingi oleh Arya Wirjaatmadja selama
menjabat yaitu Raden Adipati Mertadiredja III dan Raden Tumenggung Cakrasaputra
dan Raden Mas Tumenggung Cakrakusuma serta Raden Tumenggung Cakranegara III (Sugeng
Priyadi, Sejarah Kota Purwakerta
(Purwokerto) (1832-2018), 2019:140)
Dari diorama yang tersedia di museum
kita mendapat gambaran ringkas perihal perjalanan kehadiran De
Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren dan
figur Arya Wirjaatmadja sebagai pendirinya.
Pada tahun 1894, Patih Arya Wiryaatmaja
menghadiri sebuah undangan pesta khitanan seorang guru. Tentu bagi guru
tersebut merupakan suatu kehormatan besar, bisa didatangi oleh seorang Patih.
Namun sang patih bertanya-tanya dalam
hatinya, dari mana guru itu memperoleh biaya untuk bisa menyelenggarakan pesta
yang begitu meriah? Sementara gaji seorang guru gubernemen pada saat itu
hanyalah sekitar 75 gulden/bulan. Sementara gaji seorang mantri guru sekitar
150 gulden per bulan.
Hasil investigasnya menghasilkan
kesimpulan bahwa guru tersebut ternyata mendapatkan biaya untuk
menyelenggarakan perayaan hajatan dengan cara meminjam kepada seorang rentenir dengan
bunga sangat tinggi. Sang Patih pun menduga pastilah banyak para pegawai
gubernemen yang terjerat menjadi mangsa lintah darat sehingga bernasib malang
seperti guru itu.
Sang patih menawarkan pinjaman dengan
bunga rendah guna melunasi hutang guru tersebut dengan uang pribadinya. Jangka
waktu pelunasannya pun cukup panjang, yakni 20 bulan, sehingga cicilan
bulanannya sangat ringan dan terjangkau oleh kemampuan gaji sang guru.
Upaya sang patih ditingkatkan dengan
menggunakan uang kas masjid sebesa 4000 gulden untuk keperluan peminjaman
dengan bunga rendah. Tindakan ini dilakukan dikarenakan dirinya adalah
pengelola keuangan masjid.
Dalam perkembangannya, Patih
Wirjaatmadja memperluas penggunaan kas masjid dan uang pribadinya untuk
dipinjamkan kepada para pegawai negeri, para petani, dan tukang yang terjerat
hutang. Secara tidak langsung keberadaan bank ini telah menjadi cikal bakal
bank perkreditan rakyat pribumi.
Upaya sang patih sempat mendapatkan
tantangan dari sejumlah pejabat Belanda sehingga uang 4000 gulden harus
dikembalikan ke kas masjid. Namun atas bantuan atasan Eropanya, akhirnya
terkumpul dana sebanyak 4000 gulden berhasil dikumpulkan dari pejabat
pemerintah pribumi dan Eropa serta dikembalikan ke kas masjid. Sisa uang
pengumpulan djadikan modal untuk peminjaman kepada rakyat yang membutuhkan.
Dengan modal dana itu, ditambah uang hasil angsuran para peminjam uang kas masjid, maka pada tanggal 16 Desember 1895, didirikanlah bank perkreditan rakyat pertama di Hindia Belanda dengan nama Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren (Bank Bantuan dan Simpanan Pejabat Pribumi Purwokerto).
Dalam sebuah berita berjudul, De Vader van het Bouwcrediet yang dimuat dalam surat kabar De Nieuwe Vorstenlanden (19 Maret 1909) diberitakan perihal kewafatan Arya Wiryaatmadja pada 11 Desember 1909 dan jasa besarnya sbb:
“Jasanya yang besar adalah memberikan dorongan pertama bagi berdirinya lembaga-lembaga kredit bagi rakyat kecil, dan meskipun benar bahwa dukungan para pejabat Eropa telah terbukti sangat diperlukan bagi pendirian dan terutama bagi organisasi, Faktanya tetap – mungkin hanya diketahui di kalangan pegawai negeri Belanda – bahwa Raden Arja Wirjaatmadja adalah bapak bank kredit pertanian (vader waar van de landbouwcreditbanken)”
Selain sebagai seorang patih yang
berkontribusi dalam pendirian bank untuk rakyat, Wiryaatmadja pun dikenal
sebagai penulis Babad Banyumas. Penulisannya berdasar perintah Asisten
Residen Purwokerto, Wolff van Westerode, pada tanggal 25 Oktober 1898. Dalam
perkembangannya, pada bulan Pebruari 1921, naskah tersebut kemudian dilanjutkan
oleh pensiunan Patih Banyumas, Raden Poerwasoepradja.
Dalam catatannya, Patih Poerwasoepradja
memberi nama “Babad Banyumas Wirjaatmadjan” sebagai babad baku. Sebuah babad
yang kemudian menjadi rujukan bagi siapa saja yang ingin mengetahui sejarah
Banyumas. Bahkan menjadi panduan utama bagi mereka yang ingin memahami naskah
Babad Banyumas lainnya.
Demikianlah kisah dan kiprah Patih Arya
Wirjaatmadja yang telah menyemai benih pertolongan kepada para pejabat pribumi
dan rakyat dalam hal peminjaman keuangan hingga dijuluki Bapak Bank
Perkederitan Pertanian di era Hindia Belanda hingga Bapak Bank Rakyat Indonesia
di era Republik Indonesia.
Kiranya wajah baru Museum BRI akan lebih
semarak menampilkan sejarah perkembangan Bank Rakyat Indonesia dan peran Patih
Arya Wirjaatmadja pada masanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar