Sebuah
rumah kosong yang mulai rapuh namun masih menyisakan kemegahan di zamannya
berdiri dalam jalan yang sepi bernama Jalan Budi Utomo, Banyumas. Di depan
rumah dengan teras bertangga terlihat hamparan halaman depan di tanami sejumlah
pohon dan bunga.
Rumah
ini dikenal sebagai Dalem Pangeranan
dan di depan regol dengan pagar besi nampak tersemat sebuah tulisan yang sudah
mulai lusuh namun masih terbaca yaitu Pangeran Aria Gandasoebrata. Siapakah
Pangeran Aria Gandasoebrata dan apakah Dalem
Pangeranan tersebut?
Pangeran
Aria Gandasoebrata adalah putra Bupati Banyumas ke-14 yaitu Aria Mertadiredja
III. Sebagaimana pada masa itu, putra bupati dapat menggantikan kedudukan sang
ayah. Demikian pula dengan Aria Gandasoebrata di kemudian hari menggantikan
kedudukan sang ayah menjadi Bupati Banyumas ke-15.
Pangeran Aria Gandasoebrata: Karir
dan Kewafatan
Dalam
sebuah berita surat kabar yang berjudul, Regent
Pangeran Aria Gandasoebrata yang dimuat De Locomotief (14 Februari 1933) kita mendapatkan sejumlah
informasi berharga mengenai perjalanan karir sang bupati. Berita surat kabar
ini sebenarnya melaporkan pensiunnya sang bupati dari jabatan publik pada usia
63 tahun setelah mengabdi selama 45 tahun di mana di dalamnya selama 20 tahun menjabat
sebagai Bupati Banyumas.
Karirnya
diawali pada tahun 1887 saat diangkat sebagai juru tulis di Karangkobar,
Kabupaten Banjarnegara. Kemudian berlanjut pada tahun 1888 diangkat menjadi
asisten wedono kelas dua. Kemudian tahun 1894 ia diangkat menjadi wakil kepala
jaksa di Banyumas. Secara berturut-turut jabatan wedana, ketua jaksa, patih
wedono diwariskan hingga diangkat menjadi bupati Banjoemas pada 6 November
1913.
Pada
tahun 1908 ia dianugerahi zilveren ster
(bintang perak) atas kesetiaan dan jasanya sebagai seorang patih. Tahun 1920
mendapat gelar Aria dan tahun 1923 bergelar Adipati. Pada tahun 1925 bupati
mendapat hak untuk membawakan songsong
(payung kehormatan) kuning. Kemudian tahun 1927 menerima groote gouden ster (bintang emas besar) untuk kesetiaan dan jasa.
Akhirnya, dengan Keputusan Ratu tanggal 25 Agustus 1930, pemerintah mengakui
jasa bupati dengan menganugerahkan het Officierskruis
der Oranje-Nassau orde (Salib Perwira Ordo Orange-Nassau)
Di
masa pemerintahan Aria Gandasoebrata, Kabupaten Banyumas dibagi menjadi empat distric
(kawedanan) yaitu Banyumas, Soekaredja (Sokaraja), Purworejo dan Sumpiuh dan
memiliki populasi sebanyak 397.715, menurut sensus tahun 1930. Luas wilayah kabupaten
ini adalah 669,55 km2 yang berjumlah 594 jiwa per km2.
Dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang ada di Karesidenan Banyumas, Kabupaten Banyumas merupakan kabupaten yang paling padat penduduknya; hanya Kabupaten Kebumen yang saat itu masuk wilayah karesidenan Kedu yang memiliki kepadatan penduduk 601 jiwa per km2, sedikit lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Banyumas. Jumlah penduduk per km2 untuk Banyumas sebanyak 594 orang, Cilacap 234 orang, Karanganyar 514 orang, Purbalingga s 511 orang, Purwokerto 508 orang, Banjarnegara 312 orang serta Kebumen 601 orang.
Setelah
penyatuan desa pada tahun 1933, kabupaten Banyumas memiliki 186 desa. Kepadatan
penduduk dan peningkatan jumlah penduduk sebesar dua kali lipat dari jumlah
penduduk dalam 80 tahun tentu menjadi perhatian kepala pemerintahan. Bupati
mendukung emigrasi yang terjadi ke Kabupaten Deli, Benkoelen (Bengkulu) dan
Lampung. Emigrasi besar terjadi dari Sumpiuh. Pada tahun 1927 terjadi emigrasi
dari Sukaredja (Sokaraja) ke kabupaten Lampung untuk pekerjaan irigasi. Pada
tahun 1930, 1931 dan paruh pertama tahun 1932, masalah emigrasi ditanggapi
dengan serius dan emigrasi secara teratur terjadi di Kabupaten Lampung.
Saat pensiun sebagai bupati maka putra sulungnya yang bernama Soedjiman Mertadiredja Gandasoebrata menggantikan kedudukannya sebagai Bupati Banyumas ke-16. Setelah menjabat sebagai patih di Purwokero sejak Agustus 1925 dan menjadi patih di Kendal sejak Juli 1930 maka di bulan April 1933 menggantikan ayahandanya menjadi Bupati Banyumas (De Locomotief, 26 April 1933).
Di masa kepemimpinan S.M. Gandasoebrata, Purwokerto dihapuskan
statusnya menjadi kabupaten bersama dengan Batang dan Karanganyar (Teguh
Hindarto, Resesi Ekonomi Dunia Yang
Menghantarkan Penghapusan Kabupaten di Jawa - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/02/resesi-ekonomi-dunia-yang-menghantarkan.html)
namun dijadikan pusat ibukota kabupaten Banyumas di mana S.M. Gandasoebrata
kelak berpindah kantor dan rumah di Purwokerto dengan memindahkan pendopo Si Panji
dari Banyumas ke Purwokerto (Teguh Hindarto, Pendopo Si Panji di Purwokerto dan Duplikat Pendopo Si Panji di
Banyumas - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/01/pendopo-si-panji-di-purwokerto-dan.html)
S.M. Gandasoebrata sewaktu menjadi patih di Purwokerto
Bupati
Banyumas dengan segudang prestasi tersebut wafat pada tanggal 17 Juni 1948.
Sebuah surat kabar dengan judul berita Bestuurder van Formaat:Pangeran A.A.
Gandasoebrata, oud Regent van Banjoemas, Overleden melaporkan, “Pagi hari tanggal 19 Juni sejumlah besar orang dari
semua bagian karesidenan berkumpul di rumah duka di Banyumas untuk memberikan
penghormatan terakhir kepada jenazah Pangeran yang telah dibaringkan. Sebuah
detasemen polisi daerah di Banyumas ditempatkan dengan siaga di halaman depan. Bupati
Banyumas R.M.T. Sapangat dan Controleur
Binnenlandsch Bestuur (pengawas Pemerintahan Dalam Negeri) yaitu J.A. Reus ditugaskan khusus untuk memimpin
pemakaman” (De Locomotief, 25 Juni 1948)
Bupati
yang dilahirkan tanggal 10 Januari 1869 di Purwokerto ini diberangkatkan dari
rumah duka (het sterfhuis) dan
sekaligus rumah bintang (het
sterhuis) pada pukul 11.00 dengan diiringi polisi militer dan disaksikan
penduduk desa yang berbaris dengan teratur (eerbiedig
opgesteld) di sepanjang 20 km
menuju pemakaman Kalibagor di Purwokerto.
Dalem Pangeranan
Merujuk
pada sebuah buku bercerita untuk anak-anak yang disertai gambar dan keterangan
dengan judul, Sebuah Pendopo di Lembah Serayu
(Jakarta: Pustaka Tanjung 2009) karya Ratmini Soedjatmoko Gandasoebrata (istri
Soedjatmoko seorang jurnalis, intelektual, duta besar di era Sukarno dan
Suharto yang belum lama ini dirayakan seratus tahunnya - 100 Tahun
Kelahiran, Karya Soedjatmoko Didigitalisasi -https://mediaindonesia.com/humaniora/463491/100-tahun-kelahiran-karya-soedjatmoko-didigitalisasi).
Dalem
Pangeranan dibangun oleh Pangeran Adipati Aria Mmertadiredja III di desa
Sudagaran di atas lahan 5000 m2. Sejak pensiun tahun 1913, P.A.A. Mertadiredja
tinggal di Dalem Pangeranan sampai wafatnya tahun 1927. Demikian pula putranya
yaitu Pangeran Aria Gandasoebrata setelah pensiun pada tahun 1933 tinggal
bersama istrinya hingga wafatnya.
Setelah
wafat maka rumah ini ditinggali oleh Mr. Sudirman Gandasubrata (ayahanda
Ratmini Soedjatmoko Gandasoebrata). Kemudian rumah ini dibeli oleh kakak ibu
Ratmini yaitu Prof. Dr Ratwito Gandasubrata. Setelah wafat pada tahun 1991 maka
Dalem Pangeranan dibeli secara kolektif oleh cucu-cucu P.A.A. Gandasoebrata
yang kemudian mendirikan yayasan untuk mengelola rumah dan halaman tersebut.
Buku
tersebut memberikan deskripsi mulai dari taman yang ditanami mawar dan ada
pohon Kepel yang langka dan tiga buah pintu lebar untuk masuk ke dalam rumah
sampai serambi belakang yang diisi meja makan untuk 12 orang.
Saat
tulisan ini ditulis, Dalem Pangeranan ditutup dari publik dan tidak bisa masuk
ke dalamnya sebagaimana tahun-tahun sebelumnya sehingga tidak bisa melihat isi
rumah tersebut. Kiranya rumah kuno yang
merupakan jejak artefak bersejarah ini dibuka kembali untuk publik dan menjadi
sumber belajar mengenai histori Banyumas dan Purwokerto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar