Jika
kita melihat sebuah bangunan sekolah SMP 2 Gombong yang terletak di Jalan
Kartini No 2 Gombong, nampak fasad depan dan bagian selasar di kiri dan kanan
sekolah tersebut memperlihatkan jejak-jejak kelampuan dan kekunoan. Di masa
kolonial, sekolah ini bernama Christelijke
Hollandsch-Inlandsche School (C.H.I.S) Atau nama lainnya Hollandsch-Javansche School oleh masyarakat pribumi untuk
membedakannya dari Hollandsch-Inlandsche School
milik pemerintah.
Apa
yang bisa ketahui mengenai keberadaan sekolah ini? Sebuah informasi berharga
diperoleh dari keterangan G.P. Hamer dalam artikelnya yang berjudul, Gombong yang ditulis dalam sebuah buku
berjudul Schetsen en Herinneringen (Sneek:
N.V. Drukkerij "De Motor", 1925). Buku ini ditulis dalam rangka 25
tahun karya Pekabaran Injil dari Friesche
Kerk yang berpusat di Propinsi Friesland yang telah memasuki Kebumen sejak
tahun 1901 melalui tokoh Pdt. Baker sebagai pembuka (Teguh Hindarto, Benih Injil di Kebumen - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/12/benih-injil-di-kebumen-short-story.html).
Keberadaan
Freische Kerk ini bukan hanya bergerak
di bidang kerohanian yaitu mewartakan Injil melainkan mendirikan pusat
pendidikan dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat yaitu Zending Ziekenhuis Pandjoeroeng Kebumen pada tahun 1915 (Teguh
Hindarto, Rumah Sakit Pandjoeroeng
Kebumen dan Kisah Mbok Minah - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/01/rumah-sakit-pandjoeroeng-kebumen-dan.html).
Informasi
penting apa yang kita dapatkan dari tulisan G.P. Hamer yang berjudul Gombong ini? Perlu diketahui bahwa G.P.
Hamer adalah seorang kepala sekolah di Christelijke Hollandsch-Inlandsche School
pada waktu menuliskan artikelnya dan meniti karir sejak tahun 1914 sebagai guru
di sekolah ini (De Indische Courant,
13 November 1931).
Menurut
keterangan G.P. Hamer bahwa keberadaan sekolah ini dimulai pada tanggal 3
November 1913, di sebuah rumah sewaan (huurhuis)
dan dimulai dengan 25 murid saja. Kalangan pribumi Jawa dengan ekonomi menengah
ke bawah biasanya menyekolahkan anak-anaknya di sekolah desa namun kalangan
priyayi biasanya memasukkan anak-anak mereka ke Hollandsch-Inlandsche
School (H.I.S) milik pemerintah.
Melihat
animo masyarakat tersebut, Zending akhirnya membuka membuka lima Hollandsch-Inlandsche School atau Hollands Javaansche Scholen di beberapa
kota dengan subsidi pemerintah al., di
Bandung, Weltevreden, Yogyakarta, Magelang dan Gombong. Itu terjadi pada tahun
1913.
Saat
G.P. Hamer menuliskan keterangannya mengenai Christelijke Hollandsch-Inlandsche School di Gombong, bangunan
sudah nampak megah dan indah. Berikut petikan deskripsi mengenai lokasi dan
situasi sekolah serta keadaan bangunan.
Di
dinding samping tertulis dengan huruf hitam besar, Hollandsch-Javaansche School; di fasadnya yang terbuat dari bata
tertulis, Christian Hollandsch-Inlandsche
School. Di depan gedung terdapat taman yang menyenangkan dengan bunga-bunga
berwarna-warni dan harum (vriendelijke
tuin met kleurige en geurige bloemen), di sisi utara adalah taman bermain
yang luas (ruime speelplein) dan di
sisi lain adalah rumah kepala sekolah yang indah dan besar. Di antaranya adalah
bangunan luar, seperti dapur, kamar mandi, gudang, dll. Setelah memasuki pintu
utama, ruang kepala sekolah berada di sebelah kiri dan ruang makan di sebelah
kanan.
Di
sebelah kanan dan kiri kantor dan ruang makan terdapat ruangan besar berukuran
sepuluh kali delapan meter, satu untuk kelas frobel (setingkat sekolah kanak-kanak) dan satu lagi untuk kelas
satu, sedangkan di kedua sisi, di belakang ruangan tersebut, tiga buah ruangan kelas
dengan ukuran besar didirikan sehingga membentuk tapal kuda (hoefijzervorm) dengan kerikil yang membentuk
halaman depannya.
Keberadaan
jendela berpola jalusi (celah di jendela yang berfungsi sebagai ventilasi)
masih dapat kita lihat dalam bangunan di masa kini sebagaimana digambarkan G.P.
Hamer dalam tulisannya, “tidak ada jendela dengan kaca di bingkai jendela,
tetapi hanya sekat kayu di bagian bawah, sedangkan jendela dapat ditutup dengan
tirai kayu (jalouzieen), yang hanya dilakukan
ketika sekolah ditutup”
Nama Karjo disebut dalam artikel G.P. Hamer sebagai penjaga sekolah yang juga membuka warung untuk memenuhi kebutuhan jajanan siswa.
Meskipun
sekolah ini berbasis keagamaan Kristen dan sangat kental nuansa Belanda baik
dalam filosofi pendidikan maupun arsitektur bangunan namun mereka yang
bersekolah di sini lebih dari 90% beragama Islam dan kurang dari sepersepuluh
orang Kristen.
Dalam
tulisan lain berjudul Onze Scholen
oleh mantan kepala sekolah bernama R. Brinkman keberadaan Christelijke Hollandsche Inlandsche School di Gombong mengalami masa-masa sulit
sekitar tahun 1934 karena krisis ekonomi yang juga melanda Hindia Belanda.
Selain itu, garnisun di Gombong, di mana banyak anak-anak Belanda bersekolah,
dipindahkan seluruhnya ke Purworejo. Ketika Brinkman menjadi kepala sekolah
pada tahun 1932, jumlah murid lebih dari 300 siswa namun setelah dirinya tidak
menjabat mengalami penurunan menjadi di bawah 200 (Gedenkbook der Friese Zending 1900-1950, Sneek: N.V. Drukkerij
"De Motor", 1950)
Ketika
garnisun Gombong diaktifkan kembali maka seiring bertambahnya anak-anak tentara
dari etnis Ambon dan Menado maka pihak
sekolah memutuskan untuk membeli sebuah lokasi di sebelah sekolah dan membangun
sekolah untuk anak-anak Ambon dengan 4
ruang kelas.
Ketika masih berstatus C.H.I.S di fasad depan depan bangunan terdapat gable/gevel di puncak atas berbentuk segitiga dan geveltoppen (hiasan kemuncak atap) dan di bawahnya tertulis nama Christelijke Hollandsche Inlandsche School
Informasi
pendek yang ditulis oleh para mantan kepala sekolah tersebut (G.P. Hamer dan R.
Brinkman) sangat menolong kita yang hidup di masa kini untuk memasuki suasana
sekolah di periode waktu tahun 1920 sampai 1940-an.
Selasar sekolah dengan jendela jalusi
dan pilar-pilar membentuk lengkungan (bogen) sebagai ciri bangunan kolonial
Sayangnya
dalam website SMP 2 Gombong tidak
tertulis jejak masa lalu sekolah ini sebelum menjadi sekolah negeri. Bisa jadi
dikarenakan kekurangan informasi historis terkait masa lalu bangunan ini. Bukan
hanya SMP 2 demikian pula dengan SMP 1 Gombong dan beberapa bangunan sekolah
yang memiliki jejak historis sebagai pusat pendidikan di Gombong era kolonial.
Kiranya
tulisan pendek ini bisa menjadi jembatan penghubung antara masa kini dan masa
lalu. Bangunan-bangunan kuno yang ada di masa kini tidak ada begitu saja.
Mereka pernah dibangun pada kurun masa tertentu dan memiliki fungsi dan
pengaruh pada zamannya. Narasi historis ini akan menjadi kekuatan yang
melengkapi nilai sebuah bangunan berkategori Cagar Budaya di kota kita.
Cat: Foto judul tulisan adalah staf dan siswa Christelijke H.I.S. di Gombong. Di sebelah kanan foto nampak dahan pohon cemara yang digunakan sebagai pohon Natal. Sementara sekolah Ambon kemudian dibangun di lokasi sebelah kiri, yang saat itu masih ada rumah (Mungkinkag yang sekarang menjadi gedung Gereja Kristen Jawa Gombong?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar